Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dukungan Berbagai Lapisan Terhadap Proklamasi

Kompas.com - 24/04/2020, 20:15 WIB
Arum Sutrisni Putri

Penulis

Sumber Kemdikbud

KOMPAS.com - Dukungan berbagai lapisan terhadap Proklamasi Kemerdekaan Indonesia mulai dari golongan pemuda hingga penguasa kerajaan di berbagai daerah. Tahukah kamu bagaimana dukungan berbagai lapisan terhadap proklamasi Indonesia?

Dukungan berbagai lapisan

Mengutip Sumber Belajar Kemdikbud RI, berita proklamasi Kemerdekaan Indonesia cepat bergema ke berbagai daerah. Rakyat di Jakarta dan kota-kota lain menyambut antusias. Karena alat komunikasi terbatas, informasi proklamasi ke daerah tidak secepat di Jakarta. Rakyat yang jauh dari Jakarta belum percaya tentang Proklamasi Kemerdekaan.

Pada 22 Agustus 1945, secara resmi Jepang mengumumkan penyerahan tanpa syarat kepada Sekutu. Baru pada September 1945, Proklamasi diketahui di wilayah-wilayah terpencil. Keempat penguasa kerajaan di Jawa Tengah, yaitu Yogyakarta, Surakarta, Pakualaman, dan Mangkunegaran menyatakan dukungan kepada Republik Indonesia.

Euforia revolusi melanda Indonesia, khususnya kaum muda, yang merespon kegairahan dan tantangan kemerdekaan. Para komandan pasukan Jepang di daerah-daerah meninggalkan perkotaan dan menarik mundur pasukan ke daerah pinggiran guna menghindari konfrontasi. Banyak yang memperbolehkan pemuda-pemuda Indonesia memperoleh senjata.

Antara 3-11 September 1945, para pemuda di Jakarta mengambil alih kekuasaan atas stasiun-stasiun kereta api, sistem listrik, dan stasiun pemancar radio tanpa perlawanan dari Jepang. Akhir September 1945, instalasi-instalasi penting di Yogyakarta, Surakarta, Malang dan Bandung sudah direbut para pemuda Indonesia.

Terlihat ada semangat revolusi di dalam kesusasteraan dan kesenian. Surat-surat kabar dan majalah Republik bermunculan di berbagai daerah terutama di Jakarta, Yogyakarta dan Surakarta. Aktivitas kelompok sastrawan bernama Angkatan 45, mengalami masa puncak di zaman revolusi. Lukisan-lukisan modern juga mulai berkembang pesat di era revolusi.

Baca juga: Proklamasi Berkumandang

Banyak pemuda bergabung dengan badan-badan perjuangan. Di Sumatera para pemuda benar-benar memonopoli kekuasaan revolusioner. Karena jumlah pemimpin nasionalis yang sudah mapan hanya segelintir, mereka ragu apa yang akan dilakukan.

Para mantan prajurit Peta dan Heiho membentuk kelompok-kelompok yang paling disiplin. Laskar Masyumi dan Barisan Hizbullah menerima banyak pejuang baru dan ikut bergabung dalam kelompok-kelompok bersenjata Islam lainnya yang umumnya disebut Barisan Sabilillah, yang kebanyakan dipimpin para kiai.

Proklamasi kemerdekaan akan disebarluaskan melalui radio, tetapi Jepang menentang upaya penyiaran dan malah memerintahkan para penyiar meralat berita proklamasi sebgai kekeliruan. Para penyiar tidak mau memenuhi seruan Jepang.

Pada 20 Agustus 1945, pemancar disegel dan para pegawai dilarang masuk. Mereka pun membuat pemancar baru di Menteng 31. Selain siaran radio, para wartawan juga menyebarluaskan berita proklamasi melalui media cetak, seperti surat kabar, selebaran dan jenis penerbitan lain.

Pada 3 September 1945, para pemuda mengambil alih kereta api termasuk bengkel Manggarai. Pada 5 September 1945, Gedung Radio Jakarta dapat dikuasai. Pada 11 September 1945, seluruh Jawatan Radio berhasil dikuasai Republik. Maka 11 September dijadikan hari lahir Radio Republik Indonesia (RRI).

Para pemuda dan mahasiswa memprakarsai rapat raksasa di Lapangan Ikada (Monas) yang tergabung dalam Kesatuan van Aksi. Rapat raksasa di Lapangan Ikada semula digagas 17 September 1945 mundur menjadi 19 September 1945.

Presiden Soekarno bersedia pidato di rapat raksasa. Sejak pagi, rakyat Jakarta berdatangan dan memenuhi Lapangan Ikada, untuk memeringati sebulan kemerdekaan Indonesia.

Baca juga: Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Terjadi Ketidakpuasan rakyat terhadap sikap Jepang yang belum mengakui negara Republik Indonesia, bahkan mempertahankan status quo karena mematuhi Sekutu. Kondisi itu mendorong rakyat Indonesia yang baru saja merdeka segera membentuk pemerintah yang baru dan mengambil langkah-langkah nyata.

Ketidakpuasan rakyat semakin bertambah ketika mengetahui pendaratan pasukan Sekutu di bawah pimpinan Mayor Geenhalgh di Kemayoran pada 8 September 1945. Rakyat dari berbagai penjuru berdatangan ke Lapangan Ikada dengan tertib membawa poster dan bendera merah putih.

Mereka menuntut kebulatan tekad untuk mengisi kemerdekaan Indonesia. Juga bertekad menunjukkan pada dunia internasional bahwa kemerdekaan Indonesia bukan atas bantuan Jepang, tetapi tekad seluruh rakyat Indonesia.

Melihat tekad rakyat menggelora dan tidak dapat dihalangi bahkan oleh tentara Jepang, pemerintah terdorong mengadakan sidang kabinet. Diputuskan Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh Hatta dan para menteri datang ke Lapangan Ikada.

Pada kesempatan itu, Soekarno menyampaikan pidato yang disambut rakyat gegap gempita. Rapat raksasa di Lapangan Ikada berlangsung tertib dan damai.

Pada 19 Agustus 1945, Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII mengirim kawat ucapan selamat kepada Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh Hatta atas berdirinya Negara Republik Indonesia dan atas terpilihnya dua tokoh sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

Baca juga: Perumusan Naskah Proklamasi

Ucapan selamat menyiratkan Sultan Hamengkubuwono IX dan Paku Alam VIII mengakui kemerdekaan RI dan siap membantu. Pada 19 Agustus 1945 jam 10.00 Sri Sultan Hamengkubuwono IX mengundang kelompok-kelompok pemuda di bangsal kepatihan.

Untuk mempertegas sikap, Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VII pada 5 September 1945 mengeluarkan amanat antara lain:

  1. Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat bersifat kerajaan dan merupakan daerah istimewa dari Negara Indonesia.
  2. Sri Sultan sebagai kepala daerah dan memegang kekuasaan atas Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat.
  3. Hubungan antara Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat dengan Pemerintah Pusat Negera RI bersifat langsung. Sultan selaku Kepala Daerah Istimewa bertanggung jawab kepada Presiden.

Amanat Sri Paku Alam VIII sama dengan amanat Sri sultan Hamengkubuwono IX. Tetapi Sri Sultan Hamengkubuwono IX diganti Sri Paku Alam VIII dan Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat diganti Negeri Paku Alaman.

Di Surabaya, memasuki September 1945, terjadi gerakan perebutan senjata di gudang Don Bosco. Rakyat Surabaya merebut Markas Pertahanan Jepang di Jawa Timur, serta pangkalan Angkatan Laut di Ujung sekaligus merebut pabrik-pabrik yang di sana.

Baca juga: Media Penyebaran Proklamasi Kemerdekaan

Orang-orang Inggris dan Belanda yang sebagian telah datang, langsung berhubungan dengan Jepang. Mereka menginap di Hotel Yamato atau Hotel Oranye pada zaman Belanda.

Pada 19 September 1945, seorang bernama Ploegman dibantu kawan-kawannya mengibarkan bendera Merah Putih Biru di atas Hotel Yamato. Residen Sudirman segera memeringatkan agar Ploegman dan kawan-kawannya menurunkan bendera itu.

Peringatan itu tidak mendapat tanggapan dan mendorong kemarahan para pemuda Surabaya yang kemudian menyerbu Hotel Yamato.

Beberapa pemuda berhasil memanjat atap hotel dan menurunkan bendera Merah Putih Biru, dan merobek bagian warna birunya. Setelah itu, bendera dikibarkan kembali sebagai bendera Merah Putih. Dengan penuh semangat dan menjaga kewaspadaan, para pemuda meinggalkan Hotel Yamato satu per satu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com