Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dukungan Berbagai Lapisan Terhadap Proklamasi

Kompas.com - 24/04/2020, 20:15 WIB
Arum Sutrisni Putri

Penulis

Sumber Kemdikbud

Mereka menuntut kebulatan tekad untuk mengisi kemerdekaan Indonesia. Juga bertekad menunjukkan pada dunia internasional bahwa kemerdekaan Indonesia bukan atas bantuan Jepang, tetapi tekad seluruh rakyat Indonesia.

Melihat tekad rakyat menggelora dan tidak dapat dihalangi bahkan oleh tentara Jepang, pemerintah terdorong mengadakan sidang kabinet. Diputuskan Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh Hatta dan para menteri datang ke Lapangan Ikada.

Pada kesempatan itu, Soekarno menyampaikan pidato yang disambut rakyat gegap gempita. Rapat raksasa di Lapangan Ikada berlangsung tertib dan damai.

Pada 19 Agustus 1945, Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII mengirim kawat ucapan selamat kepada Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh Hatta atas berdirinya Negara Republik Indonesia dan atas terpilihnya dua tokoh sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

Baca juga: Perumusan Naskah Proklamasi

Ucapan selamat menyiratkan Sultan Hamengkubuwono IX dan Paku Alam VIII mengakui kemerdekaan RI dan siap membantu. Pada 19 Agustus 1945 jam 10.00 Sri Sultan Hamengkubuwono IX mengundang kelompok-kelompok pemuda di bangsal kepatihan.

Untuk mempertegas sikap, Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VII pada 5 September 1945 mengeluarkan amanat antara lain:

  1. Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat bersifat kerajaan dan merupakan daerah istimewa dari Negara Indonesia.
  2. Sri Sultan sebagai kepala daerah dan memegang kekuasaan atas Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat.
  3. Hubungan antara Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat dengan Pemerintah Pusat Negera RI bersifat langsung. Sultan selaku Kepala Daerah Istimewa bertanggung jawab kepada Presiden.

Amanat Sri Paku Alam VIII sama dengan amanat Sri sultan Hamengkubuwono IX. Tetapi Sri Sultan Hamengkubuwono IX diganti Sri Paku Alam VIII dan Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat diganti Negeri Paku Alaman.

Di Surabaya, memasuki September 1945, terjadi gerakan perebutan senjata di gudang Don Bosco. Rakyat Surabaya merebut Markas Pertahanan Jepang di Jawa Timur, serta pangkalan Angkatan Laut di Ujung sekaligus merebut pabrik-pabrik yang di sana.

Baca juga: Media Penyebaran Proklamasi Kemerdekaan

Orang-orang Inggris dan Belanda yang sebagian telah datang, langsung berhubungan dengan Jepang. Mereka menginap di Hotel Yamato atau Hotel Oranye pada zaman Belanda.

Pada 19 September 1945, seorang bernama Ploegman dibantu kawan-kawannya mengibarkan bendera Merah Putih Biru di atas Hotel Yamato. Residen Sudirman segera memeringatkan agar Ploegman dan kawan-kawannya menurunkan bendera itu.

Peringatan itu tidak mendapat tanggapan dan mendorong kemarahan para pemuda Surabaya yang kemudian menyerbu Hotel Yamato.

Beberapa pemuda berhasil memanjat atap hotel dan menurunkan bendera Merah Putih Biru, dan merobek bagian warna birunya. Setelah itu, bendera dikibarkan kembali sebagai bendera Merah Putih. Dengan penuh semangat dan menjaga kewaspadaan, para pemuda meinggalkan Hotel Yamato satu per satu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com