Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Varian Delta, Versi Barunya Punya Mutasi Terbanyak di Dunia

Kompas.com - 01/08/2023, 13:00 WIB
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Penulis

KOMPAS.com - Varian Delta versi baru mempunyai mutasi terbanyak di dunia, yang belum lama ini ditemukan berasal dari Indonesia.

Ilmuwan mengatakan varian Covid Delta telah berubah. Dari yang ditemukan di Indonesia, yang berasal dari sampel usap pada seorang pasien di Jakarta, varian virus corona itu memiliki 113 mutasi unik.

Dilansir dari Daily Mail, Senin (31/7/2023), varian Covid yang ditemukan di Indonesia mungkin merupakan versi virus yang paling banyak bermutasi yang pernah tercatat.

Ilmuwan mengatakan, dari 113 mutasi tersebut, sebanyak 37 mutasi dii antaranya memengaruhi protein spike, yakni fitur pada virus corona SARS-CoV-2 yang digunakan untuk menempel pada sel manusia.

Sementara sebagai perbandingan, varian virus corona Omicron tercatat membawa sekitar 50 mutasi. Mutasi virus varian baru Covid tersebut dua kali lipat dari mutasi yang dibawa Omicron.

Para ahli virus menyebut varian virus Covid yang tidak disebutkan namanya itu sebagai 'yang paling ekstrem' yang pernah mereka lihat.

Kendati demikian, tidak ada bukti virus ini akan muncul, bahkan jika itu terjadi, para ahli bersikeras bahwa hal itu tidak akan membuat dunia memerlukan tindakan lockdown.

Baca juga: Mengenal Varian Mu, Varian Virus Corona yang Masuk Daftar Variant of Interest WHO

Varian Delta telah lama menjadi perhatian khusus para ahli virus di dunia. Berikut beberapa hal yang perlu dipahami tentang varian virus corona Delta dan mutasinya yang menyebabkan kekhawatiran.

Varian Delta paling cepat menular

Varian virus baru yang disebut memiliki mutasi terbanyak yang ditemukan di Indonesia tersebut dikirimkan ke database genomik Covid global pada awal Juli lalu.

Diyakini varian virus tersebut berasal dari kasus infeksi kronis yang dialami seorang pasien asal Jakarta, Indonesia.

Sebelumnya, kita mengenal varian Delta berasal dari mutasi virus corona yang ditemukan di India pada akhir tahun 2020 lalu.

Varian virus Covid tersebut telah menyebabkan kekacauan di negara tersebut, bahkan dunia mengenal masa-masa itu sebagai tsunami Covid karena menyebabkan 4.000 kematian dalam sehari di India.

Infeksi virus corona varian Delta, yang juga dikenal sebagai B 1617.2 itu pun menyebar dengan cepat ke berbagai negara di dunia.

Dikutip dari WebMD, pada 1 Januari 2022, varian Delta telah dilaporkan muncul di lebih dari 183 negara di dunia.

Baca juga: Mengenal Varian Lambda yang Menyebar di Amerika Latin, Apa Saja yang Perlu Diketahui?

Beberapa tumpukan kayu pemakaman korban Covid-19 dibakar di tanah yang telah diubah menjadi krematorium untuk kremasi massal di New Delhi, India, Sabtu, 24 April 2021. Pihak berwenang India berebut untuk mendapatkan oksigen medis ke rumah sakit karena persediaan rendah. Upaya pada Sabtu dilakukan ketika negara dengan lonjakan virus corona terburuk di dunia ini mencetak rekor infeksi harian global baru untuk hari ketiga berturut-turut. 346.786 infeksi selama hari terakhir membuat total kasus corona India lebih dari 16 juta. AP PHOTO/ALTAF QADRI Beberapa tumpukan kayu pemakaman korban Covid-19 dibakar di tanah yang telah diubah menjadi krematorium untuk kremasi massal di New Delhi, India, Sabtu, 24 April 2021. Pihak berwenang India berebut untuk mendapatkan oksigen medis ke rumah sakit karena persediaan rendah. Upaya pada Sabtu dilakukan ketika negara dengan lonjakan virus corona terburuk di dunia ini mencetak rekor infeksi harian global baru untuk hari ketiga berturut-turut. 346.786 infeksi selama hari terakhir membuat total kasus corona India lebih dari 16 juta.

Varian Covid tersebut diperkirakan 55 persen hingga 90 persen lebih menular dibandingkan varian virus corona penyebab Covid-19 sebelumnya dan lebih mungkin menyebabkan rawat inap.

Ahli juga meyakini bahwa varian Delta memiliki tingkat penularan antara 30 persen hingga 100 persen lebih tinggi dibandingkan varian Alpha.

Kemampuan penularan varian Delta yang sangat cepat ini membuatnya dilabeli WHO sebagai Variant of Concern (VOC).

Dikutip dari studi yang dipublikasikan 14 Maret 2022 di jurnal Acta Biomedica, dalam beberapa studi mengisyaratkan bahwa varian ini 60 persen lebih menular dibandingkan varian alfa (B.1.1.7) yang juga 60 persen lebih menular dibandingkan virus corona aslinya, SAR-CoV-2 yang pertama kali diidentifikasi di China.

Terkait kemampuan penularan varian Delta ini, peneliti pun menyebutkan bahwa satu orang yang terinfeksi varian Covid tersebut dapat menularkan ke 6-7 orang.

Baca juga: Mengenal Long Covid dari Gejala, Deteksi hingga Dinyatakan Sembuh

Risiko infeksi varian Delta

Kemampuan penularan varian Covid Delta diyakini sangat cepat menular dan meningkatkan angka risiko rawat inap.

Oleh karenanya, infeksi yang disebabkan varian virus tersebut diyakini dapat berbahaya dan berisiko tinggi pada orang-orang yang tidak divaksin, serta pada kelompok rentan.

Seperti dilansir dari Yale Medicine, lonjakan kasus Covid sempat terjadi di Amerika Serikat saat varian Covid Delta mulai menyebar di negara ini.

Rendahnya vaksinasi pada saat lonjakan Delta, menyebabkan angka kasus infeksi Covid-19 di sejumlah negara bagian juga terus meningkat.

Kondisi tersebut menyebabkan rawat inap penuh dan menyebabkan kelangkaan sumber daya untuk semua pasien yang dirawat di rumah sakit.

Para ahli meyakini, kendati varian Delta memiliki kemampuan penularan yang lebih tinggi dibandingkan varian SARS-CoV-2 lainnya, namun perlindungan vaksin tersedia saat ini masih sangat efektif melindungi dari Covid-19 yang parah.

Baca juga: Mengenal Pil Covid Pfizer dan MSD, Apa Perbedaan Obat Covid-19 Ini?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com