Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BPOM Temukan BPA pada Kemasan Galon Isi Ulang, Ini Efek Sampingnya bagi Tubuh

Kompas.com - 06/02/2022, 17:05 WIB
Zintan Prihatini,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan adanya potensi bahaya dari migrasi Bisphenol-A (BPA) atau perpindahan BPA dari kemasan pangan ke dalam pangan, pada sarana distribusi serta fasilitas produksi industri air minum dalam kemasan (AMDK).

Temuan tersebut, seperti diberitakan Kompas.com, Rabu (2/2/2022), didapat melalui uji post-market air minum galon isi ulang dalam satu tahun terakhir.

"Pada uji post-market 2021-2022, dengan sampel yang diperoleh dari seluruh Indonesia, menunjukkan kecenderungan yang mengkhawatirkan, dan adanya potensi bahaya migrasi Bisfenol-A (BPA) pada sarana distribusi dan fasilitas produksi industri AMDK," ujar Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM, Rita Endang.

Rita menambahkan bahwa potensi bahaya migrasi BPA, telah mencapai ambang batas yang ditentukan.

Baca juga: Bahaya Plastik BPA, Ini Cara Menghindari Paparan Zat Kemasan Plastik

Hasil uji migrasi BPA menunjukkan sekitar 33 persen sampel pada sarana distribusi dan peredaran, dan 24 persen sampel pada sarana produksi berada pada rentang batas migrasi BPA 0,05 mg per kilogram yang ditetapkan Otoritas Keamanan Makanan Eropa (EFSA), serta 0,6 mg per kilogram berdasarkan ketentuan di Indonesia.

"Potensi bahaya di sarana distribusi dan peredaran 1,4 kali lebih besar dari sarana produksi," jelasnya.

Di sisi lain, terdapat potensi bahaya di sarana distribusi hingga 1,95 kali berdasarkan pengujian terhadap kandungan BPA pada produk AMDK berbahan polikarbonat dari sarana produksi maupun distribusinya di Indonesia.

Bahaya BPA pada kesehatan

BPA adalah bahan campuran utama jenis plastik polikarbonat yang kerap digunakan untuk kemasan galon isi ulang. Selain untuk kemasan galon, BPA juga sering kali dipakai pada kemasan seperti botol minum.

Dijelaskan pakar toksikologi Universitas Indonesia (UI) Dr Rer Nat Budiawan bahwa Bisphenol-A merupakan bahan kimia dapat memberi efek samping terhadap hormon endokrin dalam tubuh.

Kondisi tersebut diakibatkan oleh paparan berulang dan dapat mengganggu perkembangan janin, bayi dan anak-anak serta meningkatkan risiko penyebab penyakit kanker.

"Sifat bahaya kontaminasi atau akibat bermigrasinya BPA dalam plastik kemasan dalam air minum atau makanan per harinya pada umumnya tergantung pada penggunaan BPA dalam plastik polikarbonat," kata Budiawan kepada Kompas.com, Sabtu (5/2/2022).

"Seperti botol plastik (galon) yang dapat digunakan kembali, atau piring, mangkuk, gelas, dan wadah makanan untuk microwave, wadah penyimpanan barang, dan lain-lain," lanjutnya.

Senada dengannya, Rita juga memaparkan hasil studi Cohort di Korea Selatan yang dipublikasikan di Journal of Korean Medical Science pada 2021.

Studi tersebut menunjukkan, efek samping BPA pada peningkatan infertilitas pada kelompok tinggi paparan BPA dengan odds ratio atau rasio paparan penyakit mencapai 4,25 kali.

"Diperkirakan beban biaya infertilitas pada konsumen AMDK galon yang terpapar BPA berkisar antara Rp 16 triliun sampai dengan Rp 30,6 triliun dalam periode satu siklus in-vitro fertilization (IVF)," kata Rita.

Baca juga: Bahaya untuk Kesehatan, Komnas PA Minta Pemerintah Atur Penggunaan BPA

 

Ambang batas migrasi BPA

Menurut dia, apabila batas migrasi BPA maupun paparannya ke dalam tubuh manusia melebihi batasan yang ditentukan per harinya, maka akan berisiko memengaruhi kesehatan.

Oleh karena itu, beberapa badan atau lembaga di beragai negara terkait dengan bahaya BPA telah menentukan nilai paparan per hari yang dinilai aman bagi tubuh manusia. Adapun batasan tersebut meliputi:

  • Badan Perlindungan Lingkungan Amerika serikat atau U.S Environmental Protection Agency (EPA), pada tahun 1993 menetapkan, dosis referensi oral untuk senyawa BPA yaitu 50 mg per kilogram BB/hari.
  • Selanjutnya, pada tahun 2014, EFSA mengkaji lebih dari 450 penelitian yang berkaitan dengan potensi bahaya kesehatan yang terkait dengan BPA, lalu mengidentifikasi kemungkinan bahaya BPA pada hati serta ginjal, dan dampaknya pada kelenjar susu. Akhirnya, pada 2015 EFSA menurunkan nilai asupan harian yang dapat ditoleransi atau the tolerable daily intake (TDI) senyawa BPA dari 50 mg per kilogram BB/hari, menjadi 4 mg per kilogram BB/hari.
  • Peraturan komisi atau commission regulation Uni Eropa Tahun 2018/213 menetapkan TDI baru sekitar 4 μg per kg BB per hari.

"Namun, otoritas menetapkan TDI tersebut sebagai sementara (t-TDI) sambil menunggu hasil yang diharapkan dari studi toksisitas jangka panjang pada BPA pada tikus selama 2 tahun," terang Budiawan.

Adapun pengujiannya dilakukan oleh Program Toksikologi Nasional AS atau National Toxicology Program (NTP) serta FDA.

Sedangkan di Indonesia, BPOM RI menetapkan batas migrasi BPA dalam kemasan air minum galon isi ulang sebesar 0,6 bagian per juta (bpj) atau 600 mikrogram per kilogram.

Baca juga: Arti Simbol Segitiga Pada Botol Plastik, Mana yang Aman Digunakan?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com