Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gunung Merapi Meletus, Surono Sebut Letusan ini akan Sering Terjadi

Kompas.com - 29/03/2020, 13:02 WIB
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Penulis

KOMPAS.com - Gunung Merapi kembali meletus pada Sabtu (28/3/2020) pukul 19.25 WIB. Ahli menilai letusan ini kemungkinan akan sering terjadi, apabila sistem letusan Gunung Merapi tidak berubah.

Berdasarkan rilis yang disampaikan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (KESDM), Badan Geologi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) dari Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi, letusan terjadi selama 4 menit 3 detik.

Ketinggian kolom abu pada erupsi Gunung Merapi malam tadi, mencapai 3.000 meter di atas puncak, atau sekitar 5.968 meter di atas permukaan laut.

Ahli vulkanologi Surono mengatakan sejak erupsi tahun 2010 berakhir, karakter Gunung Merapi akan berubah.

Baca juga: Erupsi Gunung Merapi di Level Waspada, Ini 5 Rekomendasi KESDM

Biasanya, letusan gunung yang berada di perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah ini akan selalu diakhiri dengan pembentukan kubah lava.

Kemudian nantinya akan terjadi guguran kubah, diikuti awan panas guguran dan ini namanya letusan tipe Merapi.

"Sebab, di mana pun gunung api berada, kalau ada sumbatan lava, lalu sumbatan itu gugur dan terjadi awan panas guguran, maka itu disebut dengan Erupsi Tipe Merapi," jelas pakar yang akrab disapa Mbah Rono saat dihubungi Kompas.com, Minggu (29/3/2020).

Surono menjelaskan pada erupsi tahun 2010, terjadi eksplosit besar-besaran pada Gunung Merapi. Dengan letusan tipe Merapi yang terjadi saat itu, isi kantong magma gunung ini, telah berkurang akibat letusan besar itu.

Baca juga: Viral Video Asteroid Tabrak Gunung Merapi, Ini Penjelasan Lapan

"Maka Gunung Merapi memerlukan waktu untuk pengisian ulang (energi), dan di akhir letusan pada 2010, tidak terjadi penyumbatan lava, sehingga sistem letusan dari Merapi ini relatif terbuka," sambung dia.

Artinya, sistem letusan yang relatif terbuka ini membuat pembentukan kubah lava relatif rapuh, sehingga Gunung Merapi tidak mampu menghimpun energi yang besar.

"Paling (letusan) seperti yang terjadi pada 28 Maret kemarin, dengan kolom abu setinggi 5.000 meter di atas permukaan laut, kemudian disusul dengan letusan-letusan kecil," ungkap Surono.

Lebih lanjut Surono menjelaskan karakter yang berubah dari Gunung Merapi, bukan hanya letusan saja.

Akan tetapi juga tanda-tanda dari aktivitas vulkanik dari gunung api teraktif di Indonesia ini.

"Saya berharap, selama sistem (letusan) ini tidak berubah, maka letusan-letusan seperti (yang terjadi 28 Maret) ini akan sering terjadi," papar mantan Kepala PVMBG ini.

Level II tunjukkan aktivitas Gunung Merapi

Saat ini, status Gunung Merapi dinyatakan berada di Level II atau waspada. Terkait hal ini, Surono mengatakan status tersebut menunjukkan aktivitas dari gunung api.

Baca juga: Gunung Merapi Erupsi, Surono: Tak Ada Letusan Susulan Sementara Waktu

"Status ini bukan untuk meramalkan seberapa besar letusan dari gunung api tersebut. Tetapi agar masyarakat tahu bahwa aktivitas gunung api seperti itu dan menjelaskan risikonya," jelas Surono.

Kendati demikian, Surono menegaskan sejauh ini karakter Gunung Merapi belum berubah.

Kubah lava masih rapuh, sehingga gunung ini, kata dia, tidak seperti Gunung Merapi jelang erupsi 2010, maupun di tahun-tahun sebelumnya.

"Merapi tidak mampu menghimpun energi yang besar, energi yang dihimpun ditransfer dengan cepat menjadi energi letusan. Mudah-mudahan Merapi akan bertahan seperti ini untuk waktu yang lama, sehingga akan sering meletus, tetapi tidak bahaya untuk masyarakatnya," ungkap Surono.

Baca juga: Gunung Merapi Erupsi, Surono: Jangan Bayangkan Letusan seperti Tahun 2010

Waspada pada perubahan aktivitas yang cepat

Surono menambahkan dalam waktu dekat ini, tidak ada suatu perubahan yang signifikan pada aktivitas vulkanik Gunung Merapi.

"Mungkin letusannya hanya akan begitu-begitu saja. Kecuali, jika terjadi suatu pembentukan kubah lava yang demikian cepat dan menjadi kuat," kata Mbah Rono.

Sebab, jika terjadi pembentukan kubah lava yang demikian cepat dan kuat, maka dapat terjadi akumulasi energi yang cukup besar.

Apabila terjadi tanda-tanda tersebut, Surono berharap para ahli geologi maupun vulkanologi lainnya dapat segera mengetahuinya.

"Sehingga, para ahli dapat segera memberikan suatu prediksi, proses yang akan terjadi (pada gunung berapi tersebut) dan ancaman bahaya, tujuannya untuk mengurangi risikonya," jelas Surono.

Baca juga: Dibanding Volume Kawah, Pertumbuhan Kubah Lava Merapi Masih Kecil

Pada intinya, perubahan itu terjadi dalam waktu yang cepat dan kuat, dengan ditandai beberapa hal. Misalnya dari sisi guguran, deformasi atau perubahan bentuk permukaan Gunung Merapi, seimisitas atau dari gas yang diemisikan.

"Banyak parameter yang harus diamati, mungkin tidak dengan metode-metode klasik yang biasa digunakan untuk mengamati aktivitas erupsi Gunung Merapi seperti sebelumnya," sambung Surono.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com