Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

WHO: Hampir 1 Miliar Orang di Dunia Alami Gangguan Kesehatan Mental

KOMPAS.com - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, hampir satu miliar orang di seluruh dunia mengalami beberapa bentuk gangguan kesehatan mental.

Di tahun 2020, diperkirakan gangguan kecemasan meningkat secara signifikan menjadi 26 persen, dan depresi sebanyak 28 persen akibat pandemi Covid-19.

Sementara di tahun 2019, sebanyak 970 juta orang di seluruh dunia dilaporkan hidup dengan gangguan mental, paling umum yang dialami adalah gangguan kecemasan dan depresi.

WHO mendefinisikan gangguan mental sebagai gangguan secara klinis terkait fungsi kognisi, regulasi emosi, atau perilaku seseorang.

Beberapa gangguan mental yang dapat dialami seseorang antara lain gangguan kecemasan, bipolar, depresi, post-traumatic stress disorder (PTSD), schizophrenia, hingga gangguan makan.

Adapun, kata WHO, penyebab kematian pada orang dengan gangguan kesehatan mental sebagian besar diakibatkan penyakit fisik yang bisa dicegah.

Pelecehan seksual saat masa anak-anak, maupun korban perundungan menjadi penyebab utama depresi.

"Kebanyakan orang dengan gangguan mental tidak memiliki akses ke perawatan yang efektif. Banyak orang juga mengalami stigma, diskriminasi dan pelanggaran HAM," tulis WHO di laman resminya, Rabu (8/6/2022).

WHO menyampaikan sebelum Covid-19 melanda, hanya sebagian kecil orang yang membutuhkan bantuan, memiliki akses ke perawatan kesehatan mental yang efektif, terjangkau, dan berkualitas.

Misalnya saja, menurut WHO, data menunjukkan lebih dari 70 persen orang yang menderita gangguan kesehatan mental psikosis di seluruh dunia, tidak mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan.

Oleh sebab itu, Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, mendesak negara-negara di dunia untuk segera mengatasi kondisi ini dengan memperbaiki sistem pelayanan kesehatan mental.

“Hubungan tak terpisahkan antara kesehatan mental dan kesehatan masyarakat, hak asasi manusia, dan pembangunan sosial ekonomi mengartikan bahwa mengubah kebijakan dan praktik dalam kesehatan mental dapat memberikan manfaat nyata dan substantif bagi individu, komunitas, dan negara di mana pun," ujarnya dikutip dari laman resmi PBB, Jumat (17/6/2022).

"Investasi untuk kesehatan mental adalah investasi untuk kehidupan dan masa depan yang lebih baik untuk semua,” sambung dia.

WHO soroti kesenjangan layanan kesehatan

WHO juga menyoroti adanya kesenjangan antara negara kaya dan miskin terkait akses yang tidak setara ke perawatan kesehatan.

Sebab, tujuh dari 10 orang dengan psikosis di negara-negara berpenghasilan tinggi dapat menerima perawatan.

Sedangkan di negara-negara berpenghasilan rendah, hanya 12 persen pasien psikosis yang bisa menerima perawatan kesehatan. Situasi ini dinilai lebih buruk pada kasus depresi. 

Hanya sepertiga orang yang menderita depresi, menerima bantuan perawatan kesehatan mental secara formal.

Mereka menggarisbawahi, meskipun negara-negara berpenghasilan tinggi menawarkan pengobatan untuk 23 persen kasus depresi, angkanya hanya mencapai 3 persen di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah ke bawah.

Tedros menekankan dunia harus mengubah sikap, tindakan, dan pendekatan untuk mempromosikan serta melindungi orang dengan gangguan kesehatan mental.

Kemudian, kemudahan akses untuk merawat mereka yang membutuhkan perlu menjadi prioritas.

“Kita dapat dan harus melakukan ini dengan mengubah lingkungan yang memengaruhi kesehatan mental kita dan mengembangkan layanan kesehatan mental berbasis masyarakat yang mampu mencapai cakupan kesehatan universal untuk kesehatan mental," pungkas Tedros.

https://www.kompas.com/sains/read/2022/06/20/193000823/who--hampir-1-miliar-orang-di-dunia-alami-gangguan-kesehatan-mental

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke