Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sejarah Sertifikat Vaksin, Sudah Dipakai sejak 1897 untuk Penyakit Pes

KOMPAS.com - Sertifikat vaksin Covid-19 dijadikan salah satu syarat untuk melakukan perjalanan dan memasuki fasilitas publik.

Sejumlah daerah sudah menerapkan masyarakat untuk menunjukkan sertifikat vaksin di hotel, restoran, warteg, salon dan barbershop, destinasi wisata, hingga pelaku perjalanan domestik yang menggunakan mobil, sepeda motor, bus, kereta api, kapal laut, dan pesawat.

Dengan mewajibkan sertifikat vaksin Covid-19 untuk mengakses fasilitas publik, diharapkan herd immunity dapat segera tercapai.

"Jadi nanti kalian pergi ke restoran enggak pakai ini (sertifikat), tolak. Belanja enggak pakai ini, tolak. Karena ini demi keselamatan kita semua," ujar Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, usai memantau pelaksanaan vaksinasi di Gedung Setda Sleman, Jumat (6/8/2021).

Bagaimana sejarah penggunaan sertifikat vaksin?

Dalam ilmu penularan penyakit, penggunaan sertifikat vaksin atau paspor vaksin bukanlah hal baru dalam sejarah wabah di dunia.

Hal ini disampaikan oleh epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman kepada Kompas.com, Senin (9/8/2021).

Awal mula penggunaan paspor vaksin atau sertifikat vaksin

1. Dimulai akhir abad ke-19, paspor vaksin pes

Mari kita kembali ke akhir abad ke-19, tepatnya tahun 1897.

Dilansir NPR, 8 April 2021, seorang ilmuwan dari Odessa, Rusia bernama Waldemar Haffkine, mengembangkan vaksin untuk wabah plague atau pes.

Dia dijuluki sebagai "Jewish Jenner", merujuk pada Edward Jenner, penemu vaksin cacar pada tahun 1796).

Setelah vaksin ciptaan Haffkine mulai digunakan di British India, mulai ada kebijakan orang-orang dimintai bukti telah disuntik vaksin pes.

"Sertifikat vaksin itu (vaksin pes) untuk mencegah orang atau membatasi orang beraktivitas. Saat itu, (kebijakan) vaksin plague ini berlaku di Eropa," kata Dicky kepada Kompas.com.

Dicky juga menyebutkan, orang-orang yang berkunjung ke situs ziarah Hindu dan Muslim - termasuk pergi haji ke Mekkah - diwajibkan menunjukkan sertifikat vaksin pes tersebut. Pasalnya, kedua tempat itu dianggap sebagai tempat di mana wabah wabah bisa lepas kendali karena banyaknya pengunjung.

Penggunaan sertifikat vaksin ini relatif berhasil, tetapi membutuhkan waktu yang sangat lama.

2. Paspor vaksin cacar (smallpox)

Dilansir dari History, 8 April 2021, penggunaan sertifikat vaksin juga digunakan saat wabah cacar (smallpox) terjadi pada pergantian abad ke-20.

Pada 1899-1904, AS diserang wabah cacar. Selama periode lima tahun itu, pejabat kesehatan mengkonfirmasi ada 164.283 kasus cacar, tetapi jumlah kasus sebenarnya mungkin lima kali lebih tinggi.

Untuk memperlambat penyebaran virus yang sangat menular dan seringkali mematikan, ada dorongan nasional untuk dilakukan vaksinasi cacar.

Di kota-kota dan negara bagian dengan wabah terburuk, vaksinasi adalah wajib dan sertifikat resmi vaksinasi diperlukan untuk pergi bekerja, menghadiri sekolah umum, naik kereta api atau bahkan pergi ke teater.

"Termasuk juga vaksin untuk smallpox (cacar), sertifikat vaksinnya juga dipakai untuk berbagai aktivitas. Termasuk juga (pelancong) dari Asia ke Eropa, dulu harus menunjukkan bukti sudah divaksin," kata dia.

3. Yellow card dari WHO tahun 1969

Dicky mengatakan, WHO memiliki apa yang disebut sebagai yellow card, sudah digunakan sejak 1969 sebagai persyaratan bagi para pelancong yang datang ke negara tertentu.

Yellow card ini untuk menunjukkan apakah seseorang sudah divaksinasi yellow fever atau demam kuning, infeksi virus yang disebarkan nyamuk spesies tertentu.

Saat ini, demam kuning adalah satu-satunya penyakit yang ditentukan dalam Peraturan Kesehatan Internasional di mana negara mungkin memerlukan bukti vaksinasi sebagai syarat masuk.

Namun, WHO dapat merekomendasikan, berdasarkan wabah, bahwa negara-negara meminta vaksin lain.

Misalnya, ada rekomendasi saat ini bahwa Pakistan dan Afghanistan meminta para pelancong untuk divaksinasi dengan satu dosis vaksin polio dewasa jika mereka belum divaksinasi polio sejak kecil.

"Jadi paspor vaksin atau sertifikat vaksin bukan hal baru," ungkap Dicky.

Berkaitan dengan sertifikat vaksin yang ada di Indonesia, Dicky sepakat dengan WHO untuk tidak merekomendasikan hal ini.

Dipaparkan Dicky dalam berita sebelumnya, alasannya ada dua.

Pertama, belum ada vaksin Covid-19 apapun yang terbukti dapat mencegah infeksi virus corona.

Kedua, saat ini akses dan persediaan vaksin masih sangat terbatas sehingga kebijakan sertifikat vaksin justru bisa menimbulkan ketidakadilan.

Berikut penjelasan WHO dan Dicky terkait sertifikat vaksin di Indonesia, selengkapnya bisa dibaca di sini.

https://www.kompas.com/sains/read/2021/08/10/080800423/sejarah-sertifikat-vaksin-sudah-dipakai-sejak-1897-untuk-penyakit-pes

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke