Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Deteksi Dini Letusan Gunung Berapi, Ahli Gunakan Drone

KOMPAS.com - Setidaknya ada 300 gunung berapi aktif di seluruh dunia. Peneliti pun punya tantangan tersendiri untuk memantau dan mengirimkan peringatan dini sebelum gunung meletus.

Tapi pekerjaan itu bukanlah hal yang mudah. Peneliti harus melakukan serangkaian inovasi untuk mengatasi problem tersebut.

Seperti dikutip dari Science Alert, Selasa (3/11/2020) inovasi tersebut dilakukan dengan cara merancang drone atau pesawat tak berawak secara khusus yang akan membantu mengumpulkan data dari gunung berapi aktif.

Penggunaan drone itu nantinya dapat membantu komunitas lokal untuk memantau gunung berapi terdekat dan memperkirakan letusan di masa depan.

Pengukuran dengan menggunakan drone juga dapat memberi tahu lebih banyak gunung berapi yang tak dapat diakses dan sangat aktif di planet serta bagaimana mereka berkontribusi pada siklus karbon global.

Peneliti mencoba inovasi ini pada Gunung berapi Manam, di Papua Niugini (PNG) yang merupakan gunung berapi paling aktif di negara itu.

Gunung yang terletak di sebuah pulau di lepas pantai timur laut PNG ini merupakan rumah bagi lebih dari 9.000 orang.

"Manam belum dipelajari secara rinci tetapi kami dapat melihat dari data satelit bahwa gunung ini menghasilkan emisi yang besar," ungkap Emma Liu, ahli vulkanologi dari University College London.

Tim pun mulai menguji dua jenis drone jarak jauh yang dilengkapi dengan sensor gas, kamera, dan perangkat lain selama dua kali yakni pada Oktober 2018 dan Mei 2019.

Lereng gunung Manam yang curam membuatnya sangat berbahaya bahkan untuk berpikir mengumpulkan sampel gas dengan berjalan kaki sedangkan drone terbang dengan aman, membantu tim peneliti mengukur emisi gas vulkaniknya dengan lebih akurat.

Drone terbang lebih dari 2.000 meter di atas gumpalan vulkanik gunung yang sangat bergejolak.

Dalam setiap penerbangan, drone akan mengambil gambar, mengukur komposisi gas, mengumpulkan empat kantong gas ekstra untuk dianalisis.

Hasil pengamatan drone pun terbilang cukup akurat.

Gambar udara menunjukkan bahwa ada peningkatan aktivitas kawah antara Okktober 2018 dan Mei 2019.

Faktanya, gunung berapi Manam kemudian meletus tak berselang lama, yaitu pada bulan Juni.

Tak hanya peningkatan emisi vulkanik saja. Peneliti juga dapat melihat rasio antara berbagai gas, seperti karbondioksida (CO2) dan belerang dioksida (SO2).

Hal ini dapat membantu mendeteksi kenaikan magma panas ke permukaan dan emisi yang dikeluarkan.

"Pendekatan baru kami yakni dengan menggunakan drone merupakan satu-satunya cara yang memungkinkan untuk mengetahui karakter kimia gas di gunung berapi yang curam, berbahaya, dan sangat aktif seperti Manam," tulis tim peneliti dalam makalah mereka.

Dengan memanfaatkan drone, studi di masa depan bisa dilakukan lebih mudah dan sering mengingat penelitian dengan menggunakan drone hanya berlangsung selama 10 hari.

Selain itu, dengan dana yang memadai serta pelatihan bagi peneliti lokal, strategi ini dapat digunakan untuk memantau gunung berapi berapi yang sulit diakses seperti gunung Sinabung dan Mayon di Filipina.

Penelitian dipublikasikan di Science Advances.

https://www.kompas.com/sains/read/2020/11/04/100200523/deteksi-dini-letusan-gunung-berapi-ahli-gunakan-drone

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke