Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Komet SWAN dan Bintang Berekor Dalam Khazanah Ilmu Falak

Oleh: Hendro Setyanto, Ahmad Junaidi dan Ma’rufin Sudibyo

SEBUAH komet yang relatif terang mengerjap di atas kaki langit timur dalam hari–hari ini. Namanya komet SWAN, dikodekan sebagai C/2020 F8 berdasarkan tatanama provisional dari International Astronomical Union.

Ia baru ditemukan pada 25 Maret 2020 lalu oleh Michael Matiazzo, seorang astronom amatir Australia, berdasarkan citra dari kamera SWAN (Solar Wind Anisotropy) pada wahana antariksa SOHO (Solar and Heliospheric Observatory). SOHO adalah satelit pengamat Matahari produk kerjasama NASA dan ESA yang berpangkalan di luar orbit Bulan dan telah bertugas tanpa henti dalam seperempat abad terakhir.

Komet SWAN adalah komet ke–3.932 yang ditemukan SOHO dan komet ke–12 yang ditemukan melalui kamera SWAN. Komet ini segera menarik perhatian dunia pasca pupusnya harapan pada Komet Atlas (C/2019 Y4). Sebab, komet SWAN diprakirakan akan mulai memasuki ambang batas kemampuan mata manusia mulai awal Mei.

Lembaga Falakiyah PBNU tidak secara resmi menginstruksikan menggelar pengamatan terhadap komet ini. Namun, sebagai lembaga yang beranggotakan para ahli falak yang sebagian di antaranya memiliki kualifikasi setara astronom pada umumnya, muncul inisiatif pengamatan terhadap komet SWAN di sejumlah lokasi.

Misalnya yang dilaksanakan Dr. Ahmad Junaidi di Ponorogo (Jawa Timur) dengan teleskop kreasi pribadi. Demikian halnya yang dilaksanakan Hendro Setyanto melalui observatorium pribadi Imah Noong di Lembang, Jawa Barat.

Dalam kedua observasi yang berbeda lokasi dan waktu itu, komet tampak sebagai bintik cahaya samar yang diselubungi pendar warna kehijauan. Warna hijau diproduksi emisi cahaya molekul sianogen (CN) dan molekul karbon diatomik (C = C).

Hanya pada fotografi dengan eksposur yang cukup lama (60 detik atau lebih), maka bentuk ekor komet yang selalu menjauhi posisi Matahari akan terlihat.

Kedua observasi tersebut menegaskan komet SWAN memang ada di orbitnya sesuai yang diperhitungkan. Pada saat diobservasi, komet berada di rasi Cetus dengan ketinggian yang terus menurun dari hari ke hari.

Hingga artikel ini dibuat, posisi komet sudah berada di rasi Aries. Dan komet dalam kondisi sehat, artinya tidak terfragmentasi sebagaimana yang diderita Komet Atlas.

Komet SWAN merupakan komet parabolik, yakni komet yang bergerak menyusuri orbit berbentuk parabola atau hampir mendekati parabola.

Analisis termutakhir terhadap barisenter tata surya, yakni titik pusat massa Matahari dan segenap planet–planet besarnya, menunjukkan orbit komet SWAN adalah demikian lonjong. Sehingga periode orbitnya mencapai puluhan juta tahun.

Dengan kata lain, saat ini mungkin menjadi kesempatan pertama bagi sang komet untuk mengunjungi tata surya bagian dalam sebelum kembali melata jauh ke tepian, menyusuri tempat–tempat yang dingin membekukan.

Komet dalam ilmu falak

Tugas utama ilmu falak memang mengelaborasi kedudukan Matahari dan Bulan yang kemudian diderivasikan sebagai penanda waktu dan arah bagi kepentingan ibadah Umat Islam. Turunan tersebut meliputi penentuan waktu shalat, penentuan arah kiblat dan penentuan waktu ibadah terkait kalender Hijriyyah seperti bulan Ramadhan ini.

Namun bukan berarti kajian dan observasi akan benda–benda langit lainnya tak masuk radar. Seperti komet, misalnya, tetap menjadi bahan pengamatan sebagai bagian dari kekaguman Umat Islam terhadap Allah SWT sang pencipta semesta raya beserta segala isinya.

Dalam literatur falakiyah klasik, komet disebut sebagai najm dhu dhu’aba atau kawkab dhu dhu’aba. Atau dalam bentuk pendeknya dhu’aib atau dhanab. Semua memiliki arti sebagai bintang yang memiliki rambut atau bintang yang memiliki ekor.

Terdapat pula pendapat bahwa benda langit yang satu secara simbolik memiliki nama najm tsaqib dan tersurat dalam al–Qur’an khususnya Surat ath–Thaariq ayat 3. Najm tsaqib bermakna bintang yang menembus dan diinterpretasikan sebagai bintang yang bentuknya mirip mata tombak atau jarum, salah satu ciri khas ketampakan komet.

Intinya, benda langit ini diklasifikasikan sebagai bagian bintang–bintang yang turut menghiasi langit malam. Hanya terdapat perbedaan, khususnya lewat ketampakan bentuk rambut atau ekor.

Analisis modern menunjukkan bahwa pada tahun 607, komet Halley nan legendaris melintas di dekat Bumi seiring perjalanannya menuju titik perihelion orbitnya.

Di bulan April 607, komet Halley dapat dilihat hampir sepanjang malam dari Jazirah Arabia. Ia diprakirakan tampak sebagai benda langit cukup terang dengan tingkat terang –1 atau setara terangnya bintang Sirius.

Ketampakan benda langit yang tak biasa ini, yang terlihat jelas begitu langit menggelap hingga dini hari kemudian, begitu memukau penduduk setempat dan menjadi bahan pembicaraan.

Termasuk hingga sekitar satu setengah tahun kemudian, kala Muhammad SAW mulai menerima wahyu Illahi dan mulai menjalankan tugas kenabian. Ada pendapat bahwa najm tsaqib yang termaktub pada al–Qur’an merujuk kepada komet Halley.

Jejak observasi komet terserak dalam sejumlah turats (manuskrip) sejarah yang merentang masa 8,5 abad lamanya.

David Cook (1999) menunjukkan sepanjang masa tersebut terdapat 105 catatan observasi komet yang berbeda–beda. Catatan tertua berasal dari masa awal Daulah Umayyah yakni dari tahun 57 H (677). Sedangkan catatan termuda berasal dari era puncak imperium Turki Usmani, yakni dari tahun 915 H (1509).

Lokasi observasi komet–komet tersebut terbentang mulai dari Tunisia, Mesir, Hijaz (Jazirah Arabia sebelah barat), Syria, Irak hingga Yaman.

Komet Halley menjadi salah satu komet yang banyak diobservasi, meski pada masa itu para ahli falak belum mencapai taraf pengetahuan bahwa komet itu merupakan komet periodik.

Terdapat 760 catatan observasi komet Halley pada saat komet tersebut terlihat di tahun 145 H (762) hingga tiga tahun berikutnya. Catatan berikutnya tentang komet yang sama terjadi pada tahun 379 H (989), yang terlihat pada bulan Rabiul Awwal selama 20 hari penuh.

Beberapa komet yang tercatat dalam Katalog Komet Global juga teramati para ahli falak.

Di antaranya komet X/891 J1 yang sangat terang dan memiliki ekor sangat panjang. Komet tersebut terlihat pada Muharram 278 H (891), dengan ekor hingga sepanjang 100º atau lebih.

Berikutnya adalah komet C/905 K1, yang terlihat pada bulan Rajab 292 H (905) di belahan langit utara. Komet ini cukup terang dengan ekor merentang sepanjang 30º atau lebih.

Berdasarkan posisinya, maka analisis modern menyimpulkan komet ini kemungkinan besar adalah komet parabolik dan melintas pada jarak hanya 30 juta kilometer dari Bumi saat di puncak kecerlangannya.

Terdapat pula catatan ketampakan komet X/1106 C1 yang spektakuler. Ahli falak di Irak melaporkan pada Rabiuts Tsani 499 H yang bertepatan dengan awal tahun 1106, sebuah komet cemerlang muncul di langit. Begitu terang.

Dalam beberapa hari berikutnya, komet terdeteksi telah pecah dan masing–masing pecahannya pun memiliki ekornya sendiri–sendiri. Sehingga langit dihiasi pemandangan unik, lintang kemukus dengan ekor banyak.

Analisis modern mengindikasikan komet ini adalah komet pelintas–dekat Matahari (sungrazer) dan memiliki diameter sangat besar (sekitar 150 km) sehingga terpecah–belah kala menuju perihelionnya.

Pecahan–pecahannya lantas menjadi komet pelintas–dekat Matahari yang tak kalah terangnya.

Misalnya, komet terang 1882 (C/1882 R1), yang memiliki tingkat terang hingga –17 saat di perihelionnya. Tingkat–terang yang jauh lebih cerlang dibanding Bulan purnama sehingga mudah dilihat di siang bolong sekalipun.

Pecahan lainnya misalnya komet Ikeya–Seki (C/1965 S1), dengan tingkat terang hingga –10. Komet ini sangat populer di Indonesia karena muncul pada masa transisi Orde Lama ke Orde Baru yang berdarah–darah.

Sebagai ilmu pengetahuan yang telah tumbuh sejak awal masa peradaban manusia, astronomi modern berhutang budi pada kerja keras para pendahulunya. Termasuk kepada para ahli falak di masanya.

Berkat merekalah maka sejumlah fenomena langit telah diamati dan dicatat, baik yang bersifat rutin maupun tidak. Catatan–catatan para ahli falak terkait komet sangat membantu dalam membentuk pemahaman modern tentang benda langit yang unik ini.

Pengamatan yang dilakukan oleh ilmuwan saat ini pun akan memberikan andil di masa yang akan datang. Oleh karenanya data pengamatan oleh siapapun dan dimanapun perlu dilengkapi dengan catatan yang menyertainya.

Hendro Setyanto

Wakil Ketua Lembaga Falakiyah PBNU

Ahmad Junaidi

Sekretaris Lembaga Falakiyah PCNU Ponorogo

Ma’rufin Sudibyo

Fungsionaris Lembaga Falakiyah PBNU

https://www.kompas.com/sains/read/2020/05/15/190400523/komet-swan-dan-bintang-berekor-dalam-khazanah-ilmu-falak

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke