Parapuan.co- Tak banyak yang tahu bahwa ada profesi bernama Interpreter yang sering dipakai oleh lembaga internasional seperti PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) dan NGO-NGO.
Pasalnya bahasa merupakan salah satu aspek dalam berkomunikasi dan bernegosiasi dalam, sehingga membutuhkan sosok Interpreter dalam perundingan.
Dilansir dari parapuan.co, seorang perempuan bernama Raden Sasnatya, membagikan pengalamannya sebagai Interpreter.
Ia mengawalinya dengan bercerita pengalaman pertama menjadi Interpreter.
Baca juga: Mengenal Tri Mumpuni, Ilmuwan Muslim Paling Berpengaruh Sedunia
"Sebelumnya belum kepikiran ingin jadi interpreter. Awalnya itu bermula dari teman yang mengadakan acara pernikahan. Nah, kebetulan suami temanku adalah orang Prancis. Nah dari situ aku ditawari lah. Karena di keluarga di Bandung pada nggak ngerti bahasa Prancis," cerita perempuan yang akrab disapa Tya ini.
Tya mengaku sangat menikmati profesi interpreter yang baginya sangat mengejutkan dan tidak sengaja pada saat itu.
"Awalnya dadakan dan nggak sengaja. Ternyata seru ya jadi interpreter itu," tambah mantan dosen Bahasa Prancis sekolah fashion ESMOD ini.
Perempuan lulusan S2 jurusan Bahasa Prancis Universitas Pendidikan Indonesia ini juga membagikan pengalaman yang paling menegangkan baginya saat menjadi interpreter.
Ia mengingat, saat itu dirinya harus menjadi interpreter untuk perceraian antara pasangan berkewarganegaraan Indonesia dan Prancis.
"Perceraian itu buatku cukup mengagetkan. Itu tidak mengenakkan dan ada ributnya," cerita Tya.
"Dalam perceraian itu, si Istri ternyata nggak bisa bahasa Prancis. Jadi aku harus menerjemahkan suaminya marah-marah. Lalu aku bertanya-tanya 'selama ini kalian berkomunikasi lewat apa?". Ternyata klienku cerita kalau selama ini ia berkomunikasi menggunakan bahasa Inggris," lanjutnya.
Tak hanya untuk acara pernikahan dan perceraian, Tya juga pernah menjadi interpreter untuk imigrasi dan kepolisian.
Baca juga: Lowongan Kerja di United Nations yang ada Selama September 2021
"Waktu itu ada beberapa pekerja asing yang harus background checking. Terus wawancara mereka untuk bertanya, sebenarnya mereka ngapain di sini. Masih ada izin tinggal atau enggak. Itu cukup menegangkan," ujar Tya.
Kini ibu satu anak ini tetap menjadi interpreter meski disibukkan dengan pekerjaan mengajar dan kegiatan wirausahanya.
"Dulu sempat mengajar menjadi dosen bahasa Prancis di ESMOD, kemudian stop. Kemudian aku mengerjakan brand sendiri produk sepatu sama pastry Prancis. Jadi aku baking. Tapi tetap sih, kalau ada tawaran jadi interpreter, aku ambil," papar Tya.
Setelah itu, Tya juga membagikan tips mudah menjadi interpreter untuk Kawan Puan.
"Rajin mendengar lagu atau film bahasa asing. Awalnya aku menonton dengan subtitle. Lalu kemudian menonton ulang tanpa subtitle sampai hafal," bagi Tya.
Profesi menjadi Interpreter ternyata mengasyikkan ya, Kawan Puan! (*)
Artikel terkait telah tayang di Parapuan dengan judul Raden Sasnatya, Interpreter Perempuan yang Pernah Bekerja di Imigrasi dan Kepolisian