Dikti di Seberang Harapan?

Kompas.com - 08/02/2012, 02:57 WIB

Itu tentu tidak mungkin dilaksanakan dalam satu tahun. Namun, Kemdikbud bisa berbuat sesuatu, misalnya semakin memperhatikan pendidikan karakter. Guru-guru memberi dorongan supaya berani membebaskan diri dari pola pendekatan ”menggurui”.

Kunci perkembangan intelektual mahasiswa adalah para dosen. Merekalah yang menentukan suasana belajar. Maka, Dikti diharapkan memberi dukungan agar dosen dapat berkembang secara terbuka, intelektual, dan kreatif. Untuk itu, perlu segala ”kebijakan” yang berupa harassment, pelecehan, dihentikan. (Misalnya, pengecekan terhadap data untuk kenaikan pangkat/sertifikasi yang sudah kegila-gilaan sehingga portal Kopertis/Dikti kelebihan beban [overloaded]. Sampai-sampai karyawati kami dianjurkan mengunduh [men-download] gunung data itu pagi-pagi menjelang subuh). Segala kebijakan positif seperti sertifikasi (tetapi, ya, tanpa harassment tadi) perlu diteruskan.

Pertanyaan saya, seorang pensiunan tua, kepada rekan-rekan di perguruan tinggi: berapa lama kita—perguruan tinggi di Indonesia—membiarkan diri dipermainkan oleh birokrat-birokrat yang wawasannya kadang-kadang berkesan beyond hope, melampaui harapan?

Akan tetapi, tentu harapan masih ada, bahkan di Kemdikbud dan Ditjen Dikti.

Franz Magnis-Suseno SJ Guru Besar Pensiunan Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Komentar
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com