JAKARTA, KOMPAS.com – “Matilah engkau mati, semoga engkau hidup berkali-kali.”
Potongan lirik tersebut berulangkali hadir dalam beberapa bagian novel Laut Bercerita karya Leila S Chudori.
Novel yang pertama kali diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) pada 2017 lalu itu kini menjadi best seller dan dianggap sebagai salah satu mahakarya yang lengkap menggambarkan sejarah penghilangan paksa dan pembungkaman para mahasiswa di masa Orde Baru.
Baca juga: Dirilis Sejak 2017, Pesona Film Laut Bercerita Tak Lekang oleh Waktu
Namun, siapa sangka, sajak itu diterima oleh Leila S Chudori sebagai hadiah ulang tahun dari penyair Sutardji Calzoum Bachri.
“Itu sajak yang enggak diterbitkan. Itu puisi dari Mas Sutardji yang diberikan saat saya ulang tahun ke-25. Saya merasa, itu adalah satu lirik yang sangat mengena di saya. Kita punya beberapa kehidupan dalam hidup ini, berkali-kali. Buat saya, Mas Tardji kalau bikin puisi sangat efektif dan mengena. Saya merasa harus memasukkan lirik itu ada di pembuka. Akhirnya sepanjang novel itu puisi itu muncul terus,” kata Leila dalam konferensi pers virtual, Senin (11/7/2022).
“Kehidupan berkali-kali” yang disinggung Leila sepertinya sangat erat kaitannya dengan penggambaran para tokoh dalam novel Laut Bercerita.
Ada kisah para aktivis perempuan yang harus merasa hidup kembali setelah mengalami pembungkaman hingga berbagai masalah HAM yang belum selesai dan seutuhnya diangkat dalam novel Laut Bercerita.
Dalam penggarapannya, Leila mewawancarai para penyintas yang sempat mengalami penghilangan paksa dan pembungkaman di masa Orde Baru.
Leila sadar, apa yang diangkat olehnya adalah sesuatu yang ternyata sangat dekat dengan profesinya sebagai jurnalis saat itu.
Baca juga: Berawal dari Pendamping Novel, Laut Bercerita Sukses Masuk Festival
“Saya mewawancarai orang-orang yang diculik. Tapi yang saya alami sebagai wartawan ketika Tempo dibredel, itu ada. Jadi kita, wartawan Tempo waktu itu, ya sempat mengalami represi Orde Baru. Saya tidak sempat mengalami apa yang dialami kawan-kawan aktivis yang diculik, kemudian disiksa,” ucap Leila.
Beberapa nama besar menjadi narasumber Leila, seperti Nezar Patria, Budiman Sudjatmiko, hingga Rahardjo Waluyo Djati.
Kisah di balik nama-nama tersebut kemudian merasuki Biru Laut, seorang tokoh aktivis yang menjadi kekuatan utama cerita dalam novel Laut Bercerita.
“Semua karakter di dalam Laut Bercerita itu tidak mewakili satu orang. Tokoh Laut itu tidak hanya terdiri dari Nezar Patria seorang. Ada Nezar, ada Jati, jadi ada beberapa survivor dari penculikan itu saya wawancara, dan pengalaman mereka saya satukan ke tokoh Laut. Nezar dari Aceh, tapi Laut saya bikin asal Solo,” tutur Leila.
Leila S Chudori kemudian menyadari ada sisi yang hilang dari penggarapan Laut Bercerita saat itu, yakni posisi perempuan sebagai aktivis.
Kepada Budiman Sudjatmiko, Leila bertanya soal kedudukan perempuan di era represif dan pembungkaman paksa di masa Orde Baru.
Baca juga: Novel Laut Bercerita Karya Leila S Chudori Siap Terbit dalam Bentuk Hardcover