Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agnes Setyowati
Akademisi

Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya Universitas Pakuan, Bogor, Jawa Barat. Meraih gelar doktor Ilmu Susastra dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Aktif sebagai tim redaksi Jurnal Wahana FISIB Universitas Pakuan, Ketua Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI) Komisariat  Bogor, dan anggota Manassa (Masyarakat Pernaskahan Nusantara). Meminati penelitian di bidang representasi identitas dan kajian budaya.

Belajar Karakter Manusia dari Film Voyagers (2021)

Kompas.com - 31/05/2021, 13:56 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Hal ini menunjukkan bahwa pada dasarnya, seksualitas merupakan bagian tidak terpisahkan dari subjek manusia.

Psikolog Abraham Maslow menjelaskan bahwa secara umum seks merupakan kebutuhan dasar manusia yang tidak tergantikan meskipun memang tidak semua manusia menganggapnya sebagai kebutuhan (aseksualitas).

Tidak hanya itu, adegan seks bebas dalam film ini juga mengingatkan kita pada penulusuran historis filsuf asal Perancis Michel Foucault atas pewacanaan seksualitas di era masyarakat Greco-Roman yang tidak dikungkung oleh sistem moral yang preskriptif, koheren, dan tunggal, melainkan atas kehendak dan tanggung jawab individu.

Keinginan untuk berkuasa

Pelajaran lainnya terkait sifat dasar manusia yang terdapat dalam film tersebut adalah keinginan untuk berkuasa (the will to power).

Menurut filsuf asal Jerman Friedrich Nietzsche, manusia memang memiliki hasrat untuk berkuasa atau lebih tepatnya menguasai atau mempengaruhi orang lain dengan berbagai cara.

Dalam film, adegan yang menunjukkan sifat ini terjadi ketika tokoh antagonis Zac dan Christoper berhasil menemukan fakta bahwa hasrat alamiah mereka telah sengaja ditekan oleh cairan biru (the blue).

Peristiwa ini sekaligus membawa mereka pada satu kesadaran untuk membebaskan diri serta memberontak.

Dari sinilah muncul keinginan untuk berkuasa, khususnya dari Zac yang merasa dirinya berhak mengatur dirinya sendiri dan teman-temannya sampai ia harus dengan sengaja membunuh Richard yang selama ini mendampingi mereka dalam misi tersebut karena dianggap sebagai orang yang merampas hak mereka untuk menjadi manusia bebas.

Pasca terbunuhnya Richard, situasi dalam pesawat menjadi kacau. Ekspedisi terancam gagal karena mereka telah mengembangkan naluri alamiah mereka layaknya manusia pada umumnya, salah satunya adalah hasrat untuk berkuasa dan berkelompok.

Selanjutnya, mereka mulai membentuk sistem sosial dengan memilih seorang ketua (leader) untuk memimpin ekspedisi ini. Terpilihnya Chris sebagai kapten baru yang menggantikan Richard menandakan bahwa kesadaran untuk berkoloni sudah mulai terlihat.

Namun, hal tersebut bukan berarti tanpa masalah, Zac yang sejak awal menaruh hati pada Sela (Lily Rose Depp) tidak menyukai Chris sebagai pemimpin. Ketidaksukaan Zac juga dikarenakan Sela dan Chris saling mencintai sehingga Zac mulai membuat kekacauan dan menghancurkan citra Chris karena ia juga ingin menjadi penguasa.

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, Zac diketahui telah sengaja membunuh Richard dan mendiskreditkan Chris agar ia menjadi penguasa di dalam pesawat tersebut.

Ia pun berhasil membuat fitnah dan menghasut teman-temannya untuk memusuhi Chris serta membunuh siapa saja yang tidak sejalan dengan keinginannya.

Menurut Sigmund Freud, secara genetik manusia memang memiliki kecenderungan untuk melakukan kekerasan karena pada dasarnya manusia selalu berupaya untuk menghindar dari hal-hal yang membuat dirinya merasa tidak nyaman sehingga apapun akan dilakukan untuk menghindari situasi ini sekalipun harus menyakiti sesama manusia.

Argumen Freud ini kemudian didukung oleh pendapat Albert Bandura yang mengatakan bahwa sifat inilah kemudian yang menjadi salah satu faktor kuat mengapa terjadi peperangan dan manusia melakukan penjajahan terhadap manusia lainnya.

Terkait dengan hal ini, Thomas Hobbes juga menambahkan bahwa manusia adalah homo homini lupus. Artinya, manusia adalah serigala bagi sesamanya. Atau dengan kata lain, demi mencapai tujuannya, manusia dimungkinkan untuk saling menyakiti atau membunuh antar sesamanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com