Coba cek, berapa banyak generasi Z yang ada di Facebook? Sedikit sekali. Mereka sudah berpindah ke media lain. Itu sebabnya selebritas pun bermigrasi.
Lalu, apa yang harus dilakukan? Dari gejala ini sebenarnya ada kesempatan, tidak hanya kesempitan.
Pertama, gejala ini menunjukkan bahwa opsi bagi orang untuk berkarya dan disorot oleh pasar yang tepat makin lebar, mudah, dan mampu diprediksi.
Kedua, arena bertarung untuk menawarkan konten mendidik atau konten receh terbuka lebar untuk baku hantam.
Publik yang membutuhkan keterwakilan suara maupun konten spesifik juga akan mudah menggerombol dan mengamplifikasi orang atau konten yang menurut mereka menyuarakan keinginannya.
Ketiga, opsi pada setiap generasi akan berbeda tergantung medianya dan ke mana mereka bermigrasi.
Pemasar atau orang marketing mungkin jadi lebih mudah mengidentifikasi spesies media yang tepat sesuai generasi penggunanya.
Dalam hal ini, adaptif dan kecepatan bertindak dalam menyikapi zaman menjadi keterampilan yang sangat penting. Tidak perlu menunggu yang berwenang seperti KNRP atau KPI untuk bertindak pada acara hajatan artis seperti pada acara lamaran ini.
Mereka yang ingin media tidak lagi dijajah oleh siaran tidak berfaedah, harus juga proaktif untuk menawarkan konten bermutu dengan cara yang menarik dan atraktif.
Para selebritas yang memiliki nilai inspiratif, guru atau dosen yang ingin sharing ilmu, dan siapa saja yang berniat mengisi wacana publik dengan hal yang bermutu harus mulai adaptif pada gejala zaman ini.
Kesempatan terbuka lebar untuk beradaptasi pada arus popularitas, diversifikasi pasar, dan migrasi media agar bisa mengikuti gelombang pergeseran zaman.
Seperti lirik lagu Peraukertas:
"Berhenti di sini bukan opsi,
atau pula negosiasi,
hanya ada satu pilihan.
Adaptasi
atau
Mati"
Desideria Cempaka Wijaya Murti, SSos, MA, PhD
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta