Namun Milea adalah masa lalu dan Ancika adalah masa depan dari kehidupan Dilan.
Semua itu terangkum dalam novel terakhir Pidi Baiq tentang Dilan, Ancika: Dia yang Bersamaku Tahun1995.
Ancika menjadi perempuan terakhir yang merebut hati sang panglima tempur setelah kandas dari Milea Adnan Husein.
Penggambaran karakter Ancika dan Milea sendiri sangat bertolak belakang.
Jika Milea bisa disebut sebagai seorang gadis manis dari Jakarta, Ancika adalah kebalikannya.
Ancika tumbuh dan besar menjadi seorang perempuan mandiri dari Bandung.
Perbedaan karakter yang mencolok ini yang justru menarik perhatian Dilan.
Film Ancika: Dia yang Bersamaku 1995 menampilkan Zee JKT48 sebagai Ancika dan Arbani Yasiz sebagai Dilan.
Cerita
Film Ancika: Dia yang Bersamaku 1995 sebagian besar mengambil konflik utama dari cerita di novelnya.
Benni Setiawan selaku penulis dan sutradara mengarahkan fokus utama konfliknya pada ujian cinta bagi Ancika dan Dilan.
Maka dari itu, sosok Yadit diberi porsi lebih untuk menyaingi Dilan dibandingkan Bagas meskipun di dalam novelnya, Ancika justru membuka diri untuk didekati Bagas ketika sedang berjauhan dengan Dilan.
Sementara Yadit benar-benar hanya sosok penggoda yang tak pernah digubris oleh Ancika.
Konflik yang berceceran di dalam buku juga akhirnya ditumpuk di dalam satu titik demi menambah kekuatan drama dalam filmnya.
Keputusan itu terasa baik karena meminimalkan konflik-konflik tak penting yang ada dari novelnya.
Penonton diajak fokus ke dalam masalah percintaan Ancika dan Dilan sepanjang durasi film.
Karakter
Azizi Asadel atau Zee JKT48 sebagai Ancika adalah sebuah pilihan tepat yang tak perlu disesali.
Zee mampu menggambarkan sosok Ancika dari dalam novel yang dingin, tegas, keras kepala, namun di satu sisi tetap manis dan memesona.
Meski baru film kedua dan jadi pemeran utama, Zee berhasil membuktikan dirinya memiliki kemampuan berakting di depan kamera.
Pujian juga patut disematkan pada Arbani Yasiz yang berperan sebagai Dilan.
Berbeda dari Iqbaal Ramadhan, sosok Dilan di film Ancika digambarkan lebih dewasa karena sudah berkuliah di ITB.
Arbani malah tampil lebih meyakinkan sebagai Dilan jika harus dibandingkan dengan Iqbaal.
Pembawaannya yang santai, lucu, serta berwibawa terasa sangat jelas di layar lebar.
Nilai tambah lain yang dimiliki oleh Arbani ketika memerankan Dilan adalah logat Sunda khas Bandung yang muncul dan terdengar cukup natural di kuping penonton.
Logat Sunda itu sebelumnya tak pernah benar-benar hadir dan terasa dari trilogi Dilan pertama.
Semua pemain Ancika, termasuk para pemeran pendukung, tampil apik porsi masing-masing.
Ancika: Dia yang Bersamaku 1995 juga menawarkan suguhan visual yang mengajak penonton menjelajah Bandung di masa lalu.
Gambar-gambar yang diambil dari ITB hingga UPI tentunya juga akan semakin menambah kerinduan orang-orang terhadap Kota Kembang.
Secara keseluruhan, Ancika: Dia yang Bersamaku 1995 merupakan sebuah film drama remaja yang ringan dan menghibur.
Ancika: Dia yang Bersamaku 1995 terasa sangat pas untuk ditonton bersama teman atau orang terdekat di momen awal tahun ini.
Ancika: Dia yang Bersamaku 1995 sudah tayang di bioskop mulai 11 Januari 2024.
https://www.kompas.com/hype/read/2024/01/11/130806166/review-film-ancika-dia-yang-bersamaku-1995-mengintip-kisah-cinta-terakhir