Hal ini terungkap ketika kakak Nirina Zubir, Fadhlan Karim, bersaksi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat atas terdakwa Riri Khasmita dan suaminya, Edrianto.
Setelah mencecar berulang kali kepada Riri Khasmita bagaimana kabar enam aset surat yang ia urus tetapi tak kunjung selesai, Fadlan beserta keluarga akhirnya dipertemukan oleh Farida dan Cito.
"Bertemu dengan notaris Farida di kantornya, di Tangerang. Di sana, Farida menekankan, 'Iya, mama kamu itu datang ke saya, bawa surat kuasa agar saya urus surat kepada saudara Cito'," ucap Fadhlan di dalam persidangan, Selasa (17/5/2022).
Untuk meningkatkan kepercayaan, keluarga Nirina meminta Cito untuk membuktikan bahwa ia merupakan kuasa dari ibundanya, Cut Indria Marzuki.
Dengan begitu, Fadhlan pun bertemu lagi beberapa hari kemudian dengan Cito. Di sana, Cito membawa sejumlah kwitansi yang ia klaim sebagai barang bukti pembayaran.
"Tapi semua kwitansi fotocopy-an dengan pembayaran senilai Rp 2 miliar, ratusan juta terasa aneh. 'Kok aneh pembayaran sebesar itu tidak melalui bank atau transfer? Kenapa kwitansi semua?'," ujar Fadhlan saat menanyakan kepada Cito.
Setelah disudutkan, Cito akhirnya mengakui perbuatannya dan justru menawarkan jasa kepada keluarga Nirina Zubir.
"Dia bilang, 'saya figuran dari Farida'. Kami merasa dibohongi. '4 surat kalian sudah diagunkan, 2 sudah dijual, surat kuasa itu palsu'," ucap Fadhlan.
"Setelah itu dia bilang, 'kalau enggak percaya, besok ke BPN'. Saya ke BPN Jakarta Barat, setelah cek, memang nama (surat) sudah berubah," tutur Fadhlan melanjutkan.
Karena memegang barang bukti tersebut, keluarga Nirina Zubir mengkonfrontir ke Riri Khasmita dan Edrianto sambil didampingi perwakilan RT dan RW.
"Di situ Riri mengakui (perbuatan)," ucap Fadhlan.
Menurut Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Barat, sidang perdana dengan terdakwa Riri Khasmita dan Edrianto ini bergulir sejak Selasa, 12 April 2022.
Dalam nomor perkara 249/Pid.B/2022/PN Jkt.Brt, JPU mendakwa mereka dengan Pasal 263 ayat (2), Pasal 264 ayat (2), Pasal 362 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Pemalsuan Surat dan Pencurian.
Ada juga Pasal 3 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Adapun ibunda Nirina Zubir, Cut Indria Marzuki, pada 2015 meminta Asisten Rumah Tangga (ART) Riri Khasmita untuk urus enam aset.
Aset tersebut berupa dua bidang tanah kosong dan empat bidang tanah berserta bangunan.
Sejak mengetahui banyak aset tanah, timbul niat jahat Riri Khasmita untuk menguasai semua aset dan ia menceritakannya tujuan itu kepada Edrianto.
Alhasil, masih menurut dakwaan JPU, mereka bertemu notaris Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Jakarta Barat, Farida, untuk berkonsultasi bagaimana cara mendapatkan uang dari enam sertifikat ini.
Atas petunjuk Farida, enam sertifikat ini diserahkan kepadanya untuk dilakukan penerbitan Akta Jual Beli (AJB) sehingga kepemilikan atas nama Riri Khasmita dan Edrianto. Kemudian, keduanya menjual dan menggadaikan ke bank agar mendapatkan uang dengan cepat.
Sebagai informasi, ada dua notaris PPAT Jakarta Barat lain yang terlibat atas kasus ini, yakni Ina Rosiana dan Erwin Riduan.
Dalam kesempatan yang berbeda, Nirina Zubir mengungkapkan, setelah mendapatkan apa yang diinginkan, Riri Khasmita dan Edrianto menikmati hasil dengan menjalankan bisnis ayam frozen dan membeli mobil.
Karena kasus ini, keluarga Nirina Zubir ditaksir mengalami kerugian senilai Rp 17 miliar.
https://www.kompas.com/hype/read/2022/05/17/153703166/ada-figuran-di-kasus-mafia-tanah-keluarga-nirina-zubir-pura-pura-jadi