Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Tompi: Negara Sudah Sekian Puluh Tahun Merdeka, tapi Pengelolaan Royalti Belum Pernah Benar

Pernyataan ini diucapkan setelah Tompi bersama sejumlah musisi yang tergabung dalam Aliansi Musisi Pencipta Lagu Indonesia (AMPLI) mengkaji beberapa pasal yang ada di dalam dua aturan tersebut.

Di antaranya ada PP Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Hak Cipta Lagu dan/atau Musik serta Permenkumham Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2021 Tentang Peraturan Pelaksanaan PP Nomor 56 Tahun 2021.

"Negara sudah sekian puluh tahun merdeka dari mulai ada industri musik sampai sekarang, itu pengelolaan (royalti) belum pernah benar," ujar Tompi dalam webinar bertema Revolusi Industri Musik Indonesia Dimulai dari Royalti pada Senin (20/12/2021).

Bagi Tompi, tidak sedikit musisi Tanah Air merasa bias atau tidak begitu paham terhadap kontrak kerja sama dengan pihak swasta hingga pada akhirnya baru mengetahui setelah mendapatkan titik terang.

“Karena kita mungkin background-nya musisi seniman gitu, jadi cenderungnya abai dengan hal-hal yang berbau sistematis,” ujar Tompi.

“Begitu dihitung-hitung, 'ah sudah, gampang-gampang kontrak aja’. Semua orang pasti di sini semua pernah merasakan ngerasain terlanjur tanda tangan. Ya kan? Karena kita gitu, terlalu abai soal beginian sehingga pada saat kena masalah, baru kaget. 'Oh ternyata oh ternyata' gitu,” ucap Tompi melanjutkan.

Alhasil, kata Tompi, hingga saat ini keadilan semakin terkikis karena dia menganggap musisi Tanah Air dijadikan sebagai objek bisnis oleh korporasi dengan mengeksploitasi hasil karya mereka.

Dalam hal ini, pelantun lagu “Menghujam Jantungku” itu menegaskan bahwa musisi adalah salah satu korban industri musik Indonesia.

“Dan baru kita sadar, kita sudah menjadi korban industri," kata Tompi.

“Iya ha-ha-ha (musisi sebagai objek bisnis). Sangat menyedihkan ya. Memang itu yang terjadi. Jadi kita ya itu karena kebodohan kita sendiri juga," ujar Tompi melanjutkan.

Tompi dan AMPLI berpendapat, PP Nomor 56 Tahun 2021 dan Permenkumham Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2021 telah membukakan pintu untuk pihak swasta menghimpun hingga mendistribusikan royalti pencipta lagu.

Padahal, kata Tompi, seharusnya royalti bisa menghidupi musisi Tanah Air hingga akhir hayat.

Oleh karenanya, Tompi dan AMPLI mendesak pemerintah agar membatalkan dua peraturan tersebut dan kemudian membantu musisi dalam pengumpulan serta mendistribusikan royalti sehingga memiliki suatu sistem yang utuh.

"Gua rasa ini saatnya musisi punya sikap, tunjukkan sikap yang setegas-tegasnya. Enggak usah terlalu enggak enak sana, enggak enak sini ya. Ini masalah hidup lu. Jadi enggak ada perasaan yang perlu dijaga di sini. Yang perlu dijaga adalah karya itu sendiri," tutur Tompi.

Diberitakan sebelumnya, Tompi dan AMPLI melalui pernyataan sikapnya menolak atau membatalkan ketentuan-ketentuan dalam PP Nomor 56 Tahun 2021 dan Permenkumham Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2021.

Menurut mereka, dua aturan tersebut telah memberikan pihak swasta kewenangan untuk menarik, menghimpun, dan mendistribusikan royalti musisi.

AMPLI juga mendorong pemerintah Indonesia untuk membangun Pusat Data Lagu dan Musik (PDLM) serta Sistem Informasi Musik dan Lagu (SILM) bersama Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual selaku regulator pengelolaan hak cipta.

https://www.kompas.com/hype/read/2021/12/20/155940966/tompi-negara-sudah-sekian-puluh-tahun-merdeka-tapi-pengelolaan-royalti

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke