Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Keseruan Obrolan Maudy Ayunda Bareng Nadiem Makarim tentang Pendidikan Indonesia dan AS

Perbincangan mereka menjadi seru, terlebih karena Maudy Ayunda saat ini tengah kuliah pasca-sarjana jurusan Bisnis dan jurusan Bidang Pendidikan di Stanford University, Amerika Serikat (AS).

Nadiem Makarim sampai menghela napas ditanya Maudy Ayunda

Maudy Ayunda bertanya kepada pendiri Gojek itu mengenai perubahan yang paling dirasakan setelah tahun lalu diangkat menjadi menteri.

Sebelum menjawab, Nadiem Makarim menghela napasnya sesaat dan melontarkan kata "huh". Ia juga memuji pertanyaan Maudy sangat bagus. 

Kata Nadiem Makarim, yang paling terasa adalah profilnya di publik.

"Iya benar, banyak orang mengenal saya waktu di Gojek, tapi enggak seperti ini gitu lho. Mungkin yang paling surprisingly adalah sebenarnya adaptasi yang dibutuhkan secara personal untuk menjadi pejabat publik," cerita Nadiem, dalam siaran live Instagram, Jumat (27/11/2020).

"Konsep hubungan dengan masyarakat, sosmed, enggak bisa keluar-keluar ke jalanan, saya ke restoran apa-apa dicegat orang gitu," jelasnya lagi.

Perbedaan sistem yang dirasakan Maudy di Negeri Paman Sam

Maudy Ayunda menceritakan perbedaan sistem pendidikan yang ia rasakan di AS.

"Kalau untuk aku, yang paling aku rasa adalah ruang untuk perkembangan itu mungkin adalah aspek pembelajaran di mana anak-anak itu satu, mencintai proses belajar," kata Maudy Ayunda. 

Kedua, menurut Maudy orang-orang di sana lebih memiliki ownership (rasa kepemilikan) terhadap pembelajaran.

Sehingga ada kemandirian dan rasa ingin tahu dari dalam sendiri untuk mempelajari sesuatu.

Ketiga, di AS, seseorang lebih ditekankan untuk punya kemampuan individu seperti berpikir kritis dan kemampuan menyelesaikan masalah.

Nadiem Makarim singgung program Pelajar Pancasila

Dengan perbedaan itu, Maudy mengaku penasaran apa yang menjadi penyebabnya.

Nadiem berujar ada macam-macam faktor. Namun pria lulusan Harvard University itu mengatakan ada program serupa yang dirancang untuk masa mendatang, Pelajar Pancasila. 

"Jadi ini output pendidikan kita, persis apa yang dibilang, ada akhlak mulia, kebhinekaan global, kemandirian, kreativitas, gotong royong, kolaborasi, sama bernalar kritis, dan semua ini jadi enam profil Pelajar Pancasila," kata Nadiem Makarim.

"Bukan karena itu adalah goal yang ada di luar negeri atau apa, bukan. Itu hal yang sama, adalah kompetensi kritis yang dibutuhkan di masa depan kita," imbuhnya.

Untuk bisa membentuk Pelajar Pancasila, menurut Nadiem, pengajarnya terlebih dahulu yang harus dilatih agar menunjukkan karakter tersebut.

Minta diajarkan sistem pendidikan yang dipelajari di Stanford

Nadiem Makarim juga minta Maudy Ayunda mengajarkannya perihal sistem pendidikan yang telah dipelajari selama di Stanford.

Belum lama mengambil kelas pendidikan, Maudy mengaku ada satu konsep yang bisa ia bagikan. 

"Jadi frame work yang digunakan untuk memecahkan masalah sosial apa pun itu, it's the idea of positive deviance. Bahwa approach-nya itu kita bukan cari solusi dari luar," tutur Maudy Ayunda.

Pasalnya, Maudy berujar biasanya saat ada masalah sosial cenderung mencari ahli dari luar lalu mereka mengaplikasikan solusinya.

"Positive deviance ini adalah ide di mana kita mencari orang-orang yang juga mengalami restrictions (batasan) dan constraints (kendala) yang sama dalam environment yang sama, tapi somehow mendapatkan hasil yang berbeda dari yang lainnya. Pasti ada satu dua hal yang orang itu lakukan yang membuahkan hasil berbeda," jelas Maudy Ayunda. 

Konsep tersebut kata Maudy, juga membuat anggota suatu komunitas menjadi tanggung jawab untuk mencari jalan keluar.

https://www.kompas.com/hype/read/2020/11/29/114244666/keseruan-obrolan-maudy-ayunda-bareng-nadiem-makarim-tentang-pendidikan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke