Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Bulantrisna Djelantik, Maestro Tari Legong yang Pernah Ditolak Masuk Taj Mahal

Meskipun dirinya merupakan seorang dokter dan doktor, wanita yang akrab disapa Biang ini memilih mempertahankan sebuah tradisi dengan konsisten melestarikan seni tari Legong.

"Dua tahun lalu ketika saya mengajar tari, usia saya sekitar 70 tahun, dan saya mengajari orang-orang yang usianya 30-45 tahun, usianya dua kali di bawah saya, tetapi saya lebih fit dari mereka. Seumur hidup banyak bergerak itu sangat penting, karena manusia cenderung duduk nonton TV, duduk di kantor, duduk di mobil, jangan," kata Biang.

Bagi Biang, menari tidak hanya soal tampil di depan umum dan mendapat apresiasi dari penonton.

Ada nilai-nilai suci yang terkandung di dalamnya.

"Ini seperti doa, jadi tidak asal bergerak," ujarnya.

Tantangan lain adalah tentang regenerasi.

Menurut Biang, untuk menarik minat kaum muda, perlu pendekatan relevan dengan zaman agar generasi peminat tari Legong tidak terputus, seperti pemanfaatan teknologi dan melakukan beberapa penyesuaian zaman.

Menurut Biang, hingga kini, guru-guru dan para pelatih juga masih harus terus berlatih serta berkreasi dan memproduksi tari.

"Kita berusaha bagaimana tarian klasik ini tetap disenangi anak muda," ujar Biang.

Terpaksa persingkat durasi

Biang menceritakan, pementasan tari Legong biasanya dilaksanakan sekitar 30 menit.

Ia pernah terpaksa mempersingkat durasi pementasan tari Legong.

Ketika itu, ia diminta tampil di Istana Merdeka oleh Presiden pertama RI, Soekarno.

Akhirnya, tari Legong yang dipentaskan dengan konsep cerita itu dipersingkat dari 35 menit menjadi 6 menit.

"Saat saya menari di Istana Merdeka umur saya 12 tahun, waktu itu saya merasakan perbedaan Presiden Soekarno dengan presiden setelahnya," ujar Biang.

Menurut Biang, Presiden Soekarno merupakan pemimpin yang sangat peduli dengan kesenian tradisional Indonesia.

"Presiden Soekarno sangat memperhatikan seniman. Beliau meng-wongke, memanusiakan manusia," kata Biang.

Pernah ditolak masuk Taj Mahal

Sebagai penari, Biang secara tak langsung menjadi penyampai diplomasi antarnegara.

Setiap harinya, ia memperkenalkan budaya Indonesia, tari Legong, ke negara lain.

Negara pertama yang ia kunjungi adalah Pakistan.

"Hampir tiap hari ke 2-3 negara," ujar Biang.

Ada pengalaman menarik ketika Biang dan kelompok tarinya diundang untuk pentas di Delhi International Art Festival, India.

Saat itu, ia dan kelompok tarinya ingin mengunjungi Taj Mahal.

Mereka ingin berfoto di depan Taj Mahal, dan sudah membawa atribut lengkap dengan bunga-bunganya.

"Eh kita dilarang masuk. Mereka takut syirik, mereka kira kita mau bawa bunga itu untuk sembahyang atau untuk pemujaan," kata Biang tertawa.

Akhirnya, pemandu mereka memiliki ide agar kelompok tari Biang bisa masuk Taj Mahal.

"Dia bilang, ini ketua rombongannya cucu Raja Karangasem, kerajaan di Bali Timur, eh langsung dibolehin masuk dan malah jadi tamu agung. Akhirnya mereka menganggap saya Madam Maharani," ujar Biang.

Ayu Bulantrisna Djelantik memang terlahir dari keluarga bangsawan Bali.

Ia merupakan cucu langsung dari Anak Agung Anglurah Djelantik, yang tidak lain adalah raja terakhir dari Kerajaan Karangasem.

Nah, penasaran dengan cerita lengkap Biang mengemban misi mulia melestarikan tari Legong?

Selengkapnya, anda dapat menyaksikan dalam Blusukan Butet Kartaredjasa: Penari Legong Urban, yang tayang di Mola TV, melalui paket Corona Care Mola TV.

Dalam program ini, Mola TV mengajak masyarakat peduli melalui Corona Care, sebuah program yang bertujuan membantu pemerintah melawan wabah Covid-19 di Indonesia.

Program ini dapat disaksikan dengan memberikan sumbangan beragam, mulai dari Rp 0 hingga Rp 5.000.000.

Nantinya setiap sumbangan tersebut akan digandakan Mola TV dan disalurkan kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Palang Merah Indonesia (PMI) untuk membantu perjuangan melawan wabah virus corona.

https://www.kompas.com/hype/read/2020/05/14/124043166/bulantrisna-djelantik-maestro-tari-legong-yang-pernah-ditolak-masuk-taj

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke