KOMPAS.com - Pada malam 12 Oktober 2004, Yasser Arafat, ketua Organisasi Pembebasan Palestina, makan malam di kompleksnya yang terkepung di Ramallah di Tepi Barat.
Sebulan kemudian, tepatnya pada 11 November 2004, Arafat meninggal di rumah sakit di Perancis.
Dilansir Washington Post, banyak teori tentang kematiannya. Mungkin dibunuh, mungkin diracuni.
Bisa oleh saingannya, oleh lingkaran dalamnya, atau oleh agen-agen Israel.
Baca juga: Yasser Arafat: Tokoh Perjanjian Damai untuk Tanah Palestina atas Konflik dengan Israel
Laporan akhir setebal 108 halaman oleh tim ahli Swiss mengungkapkan bahwa tes pada sisa-sisa dan harta benda Arafat yang digali, termasuk sebatang rambutnya, noda urin di pakaian dalamnya, dan topi wol, mendukung bukti serius.
Ada kemungkinan bahwa kematiannya mungkin akibat keracunan dengan polonium-210.
Ini adalah zat yang sangat radioaktif, 250.000 kali lebih beracun daripada sianida.
“Ini telah mengonfirmasi semua keraguan kami,” kata janda Arafat, Suha, kepada kantor berita Reuters saat itu.
Baca juga: Pengadilan Israel Sita Aset Gedung Milik Yasser Arafat di Yerusalem
“Terbukti secara ilmiah bahwa dia tidak mati secara alami, dan kami memiliki bukti ilmiah bahwa pria ini terbunuh,” tambahnya.
Suha Arafat, berbicara di Paris, menyebut kematian suaminya sebagai "kejahatan nyata, pembunuhan politik."
Dia tidak menyebutkan tersangka, tetapi jika suaminya benar-benar terbunuh, akan ada banyak kemungkinan pelaku.
Arafat menghabiskan hidupnya memerangi Israel, pertama sebagai pejuang gerilya dan kemudian sebagai negarawan.
Selama beberapa dekade, ia menjabat sebagai pemimpin gerakan Fatah dan wajah PLO, selalu dalam seragam hijau zaitun, janggut abu-abu tambal sulam, dan syal kotak-kotak.
Baca juga: Yasser Arafat, Pemimpin Palestina yang Tak Bisa Dibunuh Israel
Para pengkritiknya menyebutnya teroris dan penjahat, dan mereka menuduhnya mengumpulkan kekayaan pribadi dan pada akhirnya mengecewakan perjuangan Palestina.
Pendukungnya memujanya sebagai semacam bapak pendiri, dan potretnya digantung di dinding setiap pejabat Otoritas Palestina di Tepi Barat.
Sebelum kematiannya pada tahun 2004, dia menandatangani Kesepakatan Oslo, yang menawarkan janji perdamaian yang masih belum terpenuhi.
Arafat dikurung di kompleks Ramallah-nya oleh militer Israel. Intifada kedua, atau pemberontakan, berkecamuk di Israel dan wilayah-wilayah pendudukan ketika gelombang pembom bunuh diri Palestina disambut dengan tindakan keras Israel yang sengit.
Baca juga: Kota di Israel Ini Akhirnya Cabut Nama Jalan Yasser Arafat
Para pejabat Israel telah berulang kali membantah bahwa pemerintah mereka ada hubungannya dengan kematian Arafat.
Tak lama setelah menyelesaikan makanannya malam itu di bulan Oktober 2004, tim Swiss mengatakan, Arafat yang berusia 75 tahun, yang dianggap dalam keadaan sehat secara umum, menunjukkan tanda-tanda mual yang ekstrem, muntah, sakit perut dan diare.
Kondisinya memburuk. Tujuh belas hari kemudian, Israel mengizinkan Arafat pergi ke Rumah Sakit Militer Percy di Perancis, di mana dia meninggal pada 11 November 2004.
Baca juga: Yasser Arafat Jadi Nama Jalan di Israel, PM Netanyahu Berang
Dokter Perancisnya menyimpulkan bahwa penyebab kematian adalah koagulasi intravaskular diseminata - pada dasarnya, pembekuan darah di seluruh tubuh.
Tidak ada otopsi yang dilakukan.
Palmor, juru bicara Israel, menyatakan bahwa jika jejak radioaktif polonium ditemukan, mereka mungkin berasal dari kantor atau tempat tinggal Arafat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.