ISLAMABAD, KOMPAS.com - Partai politik dan organisasi keagamaan islam di Pakistan dan Indonesia menyambut baik perubahan status Hagia Sophia dari museum menjadi masjid.
Dilansir dari Anadolu Agency, Rabu (15/7/2020), Ketua Partai Jamaat-e-Islami Pakistan, Siraj ul Haq, mengatakan kabar mengenai Hagia Sophia tersebut menghangatkan hati seluruh umat muslim, khususnya umat muslim Pakistan.
Dalam suratnya kepada Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, Haq mengungkapkan kegembiraannya atas keputusan yang telah ditetapkan oleh Erdogan.
“Hagia Sophia merupakan amanat dari Sultan Muhammad Al-Fatih dan Presiden Erdogan dapat mengemban amanat tersebut,” kata Haq sebagaimana dilansir dari Anadolu Agency.
Melalui surat tersebut, Haq juga mengkritik peruntuhan Masjid Babri di India oleh sekelompok nasionalis India.
Baca juga: Tolak Hagia Sophia jadi Masjid, Warga Israel Bakar Bendera Turki
Masjid Babri dibangun oleh Zahir-uddin Babur, seorang etnik Turki dan kerajaan Mughal, yang berkuasa di Asia Selatan selama hampir 300 tahun.
Haq juga mengklaim masjid-masjid lain di wilayah India sedang diawasi dan berada di dalam ancaman.
Ketua Pengurus Harian Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Robikin Emhas, mengatakan setiap keputusan yang berdasarkan hukum harus dihormati.
Dia menambahkan setiap keputusan lembaga peradilan di negara mana pun tidak akan memuaskan semua pihak. Namun keputusan tersebut harus tetap dihormati.
Sekretaris Lembaga Hubungan dan Kerja sama Internasional (LHKI) Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, Wahid Ridwan, mengatakan keputusan perubahan status Hagia Sophia menjadi masjid merupakan hak penuh dari pemerintah Turki dan rakyatnya.
Baca juga: Gambar Yesus di Hagia Sophia Hanya Ditutup saat Shalat
“Perubahan status telah melalui proses hukum dan birokrasi sebuah negara yang demokratis. Jadi tidak perlu diperebutkan secara internasional karena telah melalui proses yang sangat akuntabel,” ujar Ridwan kepada Anadolu Agency.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Surahman Hidayat, mengatakan keputusan tersebut merupakan hak pemerintah Turki.