KOMPAS.com - Sejak 1979 penyanyi perempuan di Iran sudah dilarang tampil di muka publik dan terpaksa mencari suaka di balik tembok rumah.
Sejak dua bulan, Massy Ahadi sudah mengurung diri di rumahnya sendiri. “Saya rindu mengobrol dan bernyanyi bersama perempuan lain,“ kata penyanyi berusia 40 tahun itu kepada Deutsche Welle (DW).
“Pemerintah menghindari penggunaan kata karantina. Mereka meminta kami melakukan pembatasan sosial secara sukarela. Saya yakin mereka tidak memberlakukan larangan berpergian secara resmi supaya tidak perlu mengurus kebutuhan masyarakat ketika dikarantina,“ keluhnya.
Serupa yang lain, Ahadi merasa sendirian dalam menghadapi wabah virus corona.
“Tidak ada satu pun bantuan pemerintah untuk kami di Iran.“
Baca juga: Wabah Covid-19 Belum Selesai, Iran Bakal Buka Masjid di Bulan Ramadhan
Sebab itu, dia mencari uang dengan cara menawarkan kursus menyanyi untuk kaum perempuan.
Mereka yang mampu membayar tarif sang penyanyi, biasanya tergolong kelas menengah dan atas di Iran.
Sebagian besar murid yang berguru kepada Massy tidak berkeberatan jika harus mengikuti atau membayar kursus daring.
Namun kesetiaan para murid tidak lantas membuat kekhawatirannya mereda. Wabah yang merajalela bisa menyeret perekonomian Iran ke arah resesi.
Dan Massy yang menawarkan jasa non-esensial itu, bisa turut kehilangan mata pencariannya.
Pada hakikatnya, Massy adalah penyanyi terkenal di Iran. Karyanya kebanyakan menginterpretasikan ulang musik-musik tradisional.
Namun, dia hanya bisa tampil jika semua penontonnya berjenis kelamin perempuan.
Sejak Revolusi Islam Iran melahirkan kekuasaan para Mullah pada 1979, perempuan dilarang bernyanyi di depan publik.
Tidak sedikit seniman-seniman besar yang lalu melarikan diri dari kampung halaman mereka.
Sebagian besar di antaranya berlabuh di Amerika Serikat dan kebanyakan berkumpul di California.
Di sana pula mereka membangun industri musik Farsi yang turut dinikmati kaum muda di Iran hingga saat ini.
Baca juga: Venezuela Kirim 9 Ton Cadangan Emasnya ke Iran, Buat Apa?
“Kecintaan kaum muda kepada musik tradisional tidak menghilang,” kata Massy. “Saya melatih banyak perempuan muda berbakat yang gemar bernyanyi dengan gaya tradisional. Padahal mereka tahu tidak akan diperbolehkan bernyanyi di depan umum.“
Larangan tampil di depan publik sejak 40 tahun terakhir memaksa seniman perempuan Iran bersembunyi dan hanya tampil di pesta-pesta pribadi di dalam rumah, dengan penonton yang bisa dipercaya.
Namun tindakan represif pemerintah Iran urung menyurutkan aktivisme seni perempuan Iran merawat musik tradisional.
Parvaneh Khatereh, seorang penyanyi kawakan yang masih tampil di televisi pada dekade 1950-an, misalnya mewariskan ilmunya kepada Massy Ahadi hingga meninggal dunia pada 2008 silam.
Dan kini giliran Massy yang mencoba melatih generasi muda penyanyi perempuan Iran. Dia juga mendirikan grup orkestra perempuan bernama Mahna yang aktif hingga 2015.
“Kami dulu sukses. Tapi proyek ini juga melelahkan dan membuat depresi. Kami harus mengurus izin untuk semua hal. Misalnya lagu-lagu kami harus direstui. Lirik-lirik lagunya tidak boleh mengandung kata-kata yang dilarang seperti ‘cium’ atau ‘peluk’. Pengunjung diperiksa setiap saat dan pemerintah tidak mengizinkan penonton membawa kamera.”
Baca juga: Iran Daftarkan Diri untuk Tuan Rumah Piala Asia 2027
Kalaupun Massy memenuhi semua persyaratan, penampilan solo seorang penyanyi perempuan tetap dilarang, meski digelar di depan penonton perempuan.
Dia lalu mengundurkan diri dari Mahna dan mulai merekam lagu di studio sendiri.
Kini Massy rajin mengunggah videonya di Youtube atau media sosial lainnya. “Saya ingin lebih beradaptasi. Tentu saja saya tahu saya melanggar aturan dan bisa mendapat masalah. Tapi saya ingin keluar dari karantina abadi ini.”
Di saat wabah melanda, Massy Ahadi mulai bekerja sama dengan musisi lain menawarkan konser secara daring dari rumah masing-masing.
“Saya berharap ada sesuatu yang indah yang bisa dihasilkan,” kata dia. “Misalnya bekerja sama dengan musisi lain di luar Iran.”
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.