Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

650 Siswi di Iran Diracun, Diduga agar Tak Bisa Sekolah

TEHERAN, KOMPAS.com - BBC membuktikan sedikitnya 650 siswi di Iran diracuni, setelah seorang pejabat senior pemerintah akhirnya mengakui bahwa gadis-gadis itu sengaja dijadikan sasaran.

Tidak ada siswi yang meninggal dunia.

Meski demikian, puluhan dari mereka mesti dirawat di rumah sakit karena mengalami masalah pernapasan, mual, pusing, dan kelelahan.

"Ini menjadi bukti bahwa beberapa orang menginginkan semua sekolah, terutama sekolah perempuan, ditutup," kata Wakil Menteri Kesehatan Iran Younes Panahi dalam konferensi pers pada Minggu (26/2/2023).

Satu-satunya pernyataan resmi yang disampaikan terkait hal tersebut hingga saat ini berasal dari Jaksa Agung, yang mengatakan telah membuka penyelidikan kriminal atas tindakan peracunan massal itu.

Kata Jaksa Agung, tindakan itu bisa jadi disengaja.

Selama tiga bulan terakhir, para siswa perempuan di Iran melaporkan bau jeruk atau ikan busuk sebelum jatuh sakit.

"Bahan kimia yang digunakan bukan kelas militer dan tersedia untuk umum," kata Dr Panahi.

Beruntung, kata dia, para murid tidak memerlukan perawatan invasif dan hanya perlu untuk tetap tenang.

Dokter kemudian mengatakan pernyataannya telah 'disalahartikan' -tanda perpecahan telah terjadi di antara para pihak berwenang tentang bagaimana menangani kemarahan publik ketika pelaku tidak diumumkan.

Kasus peracunan massal ini terpusat di Kota religius Qom. Namun, serangan yang sama juga terjadi di delapan kota di seluruh Iran.

Kekesalan publik pun terus meningkat.

Peracunan pertama terjadi pada 30 November 2022.

Ketika itu ada 18 siswa sekolah teknik Nour di Qom yang harus dibawa ke rumah sakit setelah menunjukkan tanda-tanda keracunan.

Sejak saat itu, lebih dari 10 sekolah perempuan di provinsi tersebut menjadi sasaran.

Pada pertengahan Februari, sekitar 100 orang melakukan protes di luar kantor gubernur di Qom.

"Anda berkewajiban untuk memastikan keselamatan anak-anak saya! Saya punya dua anak perempuan," teriak seorang ayah dalam video yang dibagikan secara luas di media sosial.

"Dua anak perempuan... dan yang bisa kulakukan hanyalah tidak membiarkan mereka pergi ke sekolah. Ini perang!" kata seorang perempuan pada pertemuan yang sama.

"Mereka melakukan ini di sekolah menengah perempuan di Qom untuk memaksa kami duduk di rumah. Mereka ingin perempuan tetap tinggal di rumah!" ucap perempuan itu menambahkan.

Beberapa orang tua mengatakan anak-anak mereka sakit selama berminggu-minggu setelah keracunan.

Video lain dari sebuah rumah sakit memperlihatkan seorang gadis remaja terbaring linglung di tempat tidur, didampingi ibunya.

"Para ibu terkasih, saya seorang ibu dan anak saya sedang terbaring di ranjang rumah sakit dan tubuhnya lemah. Saya mencubitnya, tapi dia tidak merasakan apa-apa. Tolong jangan izinkan anakmu ke sekolah," kata ibu yang putus asa itu.

Daerah religius

Serangan peracunan terkonsentrasi di Qom, rumah bagi para pemimpin agama Islam Syiah, tulang punggung Republik Islam Iran.

Namun, kekuatan mereka mendapatkan perlawanan sejak kematian seorang perempuan muda Kurdi, Mahsa Amini, dalam tahanan polisi karena diduga tidak mengenakan jilbabnya dengan benar pada 16 September 2022.

Orang-orang Iran bertanya-tanya apakah serangan terhadap gadis-gadis muda adalah sebagai balasan atas peran mereka dalam protes besar-besaran anti-pemerintah belakangan ini?

Media sosial dibanjiri dengan gambar para siswi merobek jilbab mereka.

Banyak juga yang berspekulasi bahwa serangan ini adalah ulah kelompok garis keras yang ingin meniru kebijakan Taliban di Afganistan dan kelompok militan Islam Boko Haram di Nigeria.

Mereka meneror para orang tua agar berhenti menyekolahkan anak perempuan mereka.

"Apakah Boko Haram datang ke Iran?" mantan wakil presiden Iran, Mohammad Ali Abtahi, bertanya dalam sebuah unggahan di Instagram.

Politisi reformis itu juga memperingatkan bahwa ekstremis akan menginterpretasikan batas-batas pemerintahan dan agama demi keuntungan mereka.

Rezim Iran secara tradisional menolak kritik terhadap pembatasan yang mereka lakukan terhadap perempuan, seperti kewajiban memakai jilbab dan malah membual tentang jumlah perempuan yang masuk universitas.

Namun, jika gadis-gadis muda tidak menyelesaikan sekolahnya, kuliah hanyalah mimpi.

Seorang siswi yang mengatakan dia telah diracun dua kali, hadir dalam pertemuan bersama gubernur Qom. Dia menyoroti betapa kabur dan menyesatkannya beberapa pernyataan dari pihak berwenang.

"Mereka (petugas) memberi tahu kami semuanya baik-baik saja, kami telah melakukan penyelidikan. Namun, ketika ayah saya bertanya di sekolah saya, mereka mengatakan kepadanya maaf, CCTV telah mati selama seminggu dan kami tidak dapat menyelidiki ini," kata dia dalam pertemuan itu.

"Dan ketika saya diracun untuk kedua kalinya pada hari Minggu, kepala sekolah berkata, 'Dia punya penyakit jantung, itu sebabnya dia dirawat di rumah sakit'. Tapi saya tidak punya penyakit jantung!" tambah siswi Iran tersebut.

https://www.kompas.com/global/read/2023/03/01/130000270/650-siswi-di-iran-diracun-diduga-agar-tak-bisa-sekolah

Terkini Lainnya

Banjir Brasil, 39 Tewas dan 74 Orang Hilang

Banjir Brasil, 39 Tewas dan 74 Orang Hilang

Global
Turkiye Setop Perdagangan dengan Israel sampai Gencatan Senjata Permanen di Gaza

Turkiye Setop Perdagangan dengan Israel sampai Gencatan Senjata Permanen di Gaza

Global
Dirjen WHO: Rafah Diserang, Pertumpahan Darah Terjadi Lagi

Dirjen WHO: Rafah Diserang, Pertumpahan Darah Terjadi Lagi

Global
Cerita Dokter AS yang Tak Bisa Lupakan Kengerian di Gaza

Cerita Dokter AS yang Tak Bisa Lupakan Kengerian di Gaza

Global
Asal-usul Yakuza dan Bagaimana Nasibnya Kini?

Asal-usul Yakuza dan Bagaimana Nasibnya Kini?

Global
Hujan Lebat di Brasil Selatan Berakibat 39 Orang Tewas dan 68 Orang Masih Hilang

Hujan Lebat di Brasil Selatan Berakibat 39 Orang Tewas dan 68 Orang Masih Hilang

Global
Rangkuman Hari Ke-800 Serangan Rusia ke Ukraina: '150.000 Tentara Rusia Tewas' | Kremlin Kecam Komentar Macron

Rangkuman Hari Ke-800 Serangan Rusia ke Ukraina: "150.000 Tentara Rusia Tewas" | Kremlin Kecam Komentar Macron

Global
Hamas Sebut Delegasinya Akan ke Kairo Sabtu Ini untuk Bahas Gencatan Senjata di Gaza

Hamas Sebut Delegasinya Akan ke Kairo Sabtu Ini untuk Bahas Gencatan Senjata di Gaza

Global
[POPULER GLOBAL] Pelapor Kasus Boeing Tewas | Pria India Nikahi Ibu Mertua 

[POPULER GLOBAL] Pelapor Kasus Boeing Tewas | Pria India Nikahi Ibu Mertua 

Global
Saat Warga Swiss Kian Antusias Belajar Bahasa Indonesia...

Saat Warga Swiss Kian Antusias Belajar Bahasa Indonesia...

Global
Lulus Sarjana Keuangan dan Dapat Penghargaan, Zuraini Tak Malu Jadi Pencuci Piring di Tempat Makan

Lulus Sarjana Keuangan dan Dapat Penghargaan, Zuraini Tak Malu Jadi Pencuci Piring di Tempat Makan

Global
Bendungan di Filipina Mengering, Reruntuhan Kota Berusia 300 Tahun 'Menampakkan Diri'

Bendungan di Filipina Mengering, Reruntuhan Kota Berusia 300 Tahun "Menampakkan Diri"

Global
Pria India Ini Jatuh Cinta kepada Ibu Mertuanya, Tak Disangka Ayah Mertuanya Beri Restu Menikah

Pria India Ini Jatuh Cinta kepada Ibu Mertuanya, Tak Disangka Ayah Mertuanya Beri Restu Menikah

Global
Perbandingan Kekuatan Militer Rusia dan Ukraina

Perbandingan Kekuatan Militer Rusia dan Ukraina

Internasional
Setelah Punya Iron Dome, Israel Bangun Cyber Dome, Bagaimana Cara Kerjanya?

Setelah Punya Iron Dome, Israel Bangun Cyber Dome, Bagaimana Cara Kerjanya?

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke