Laporan organisasi bantuan Oxfam pada Maret 2021 mengatakan, keuntungan dari obat-obatan, peralatan medis, dan layanan yang dibutuhkan untuk respons Covid-19, memunculkan 20 orang miliarder baru.
Sementara itu, penguncian dan stagnasi ekonomi menghancurkan mata pencaharian ratusan juta orang lainnya.
Dari China, Hong Kong, India, dan Jepang, miliuner baru tersebut antara lain Li Jianquan, yang perusahaannya, Winner Medical, membuat alat pelindung diri (APD) untuk tenaga kesehatan.
Ada juga Dai Lizhong, yang perusahaannya, Sansure Biotech, membuat tes Covid-19 dan kit diagnostik.
Jumlah total miliarder di kawasan Asia-Pasifik tumbuh hampir sepertiga dari 803 pada Maret 2020 menjadi 1.087 pada November tahun lalu. Kekayaan kolektif mereka meningkat hingga tiga perempat kali lipat (74 persen), menurut laporan itu melansir Guardian pada Jumat (14/1/2022).
Laporan itu mengatakan 1 persen orang terkaya memiliki lebih banyak kekayaan daripada 90 persen penduduk termiskin di wilayah tersebut.
“Sangat keterlaluan dan sangat tidak dapat diterima bahwa orang miskin di Asia (dibiarkan hidup dengan) belas kasihan selama pandemi, menghadapi risiko kesehatan yang parah, pengangguran, kelaparan dan didorong ke dalam kemiskinan – menghapus keuntungan yang diperoleh dalam beberapa dekade dalam perang melawan kemiskinan,” kata Mustafa Talpur, pemimpin kampanye di Oxfam Asia.
“Sementara pria kaya dan istimewa meningkatkan kekayaan mereka dan melindungi kesehatan mereka, orang-orang termiskin di Asia, wanita, pekerja berketerampilan rendah, migran, dan kelompok terpinggirkan lainnya paling terpukul,” tambahnya.
Pada 2020, diperkirakan 81 juta pekerjaan hilang, dan berkurangnya jam kerja mendorong 22-25 juta orang lagi ke dalam kemiskinan, menurut Organisasi Buruh Internasional.
Sementara itu, para miliarder kawasan Asia-Pasifik mengalami peningkatan kekayaan sebesar 1,46 triliun dollar AS (Rp 20,8 kuadriliun), cukup untuk memberikan gaji hampir 10,000 dollar AS (Rp 143 juta) untuk semua orang yang kehilangan pekerjaan.
Covid telah merenggut lebih dari satu juta nyawa hanya di Asia, dan lebih banyak lagi kematian yang diakibatkan oleh meningkatnya kemiskinan dan gangguan terhadap layanan kesehatan.
Laporan itu mengatakan perempuan dan anak perempuan lebih mungkin kehilangan pekerjaan atau pendapatan. Perempuan juga lebih cenderung bekerja di peran garis depan pandemi, sehingga menempatkan mereka pada risiko lebih lanjut.
Di kawasan Asia-Pasifik, lebih dari 70 persen pekerja kesehatan dan 80 persen perawat adalah wanita.
Di Asia Selatan, masyarakat kelas bawah melakukan sebagian besar pekerjaan sanitasi, namun seringkali tanpa peralatan pelindung. Sementara mereka menghadapi kemiskinan dan diskriminasi yang menghalanginya mengakses layanan kesehatan.
Laporan Oxfam menilai pandemi telah memperburuk kondisi tersebut. Kesenjangan kekayaan diproyeksi akan meningkat.
Credit Suisse memperkirakan bahwa, pada 2025, akan ada 42.000 lebih banyak orang yang memiliki kekayaan lebih dari 50 juta dollar AS (Rp 715 juta) di Asia-Pasifik dan ada 99.000 miliarder.
Jumlah jutawan pada 2025 diproyeksikan menjadi 15,3 juta, meningkat 58 persen dari tahun 2020.
Baik Bank Dunia maupun IMF telah mengatakan bahwa virus corona akan menyebabkan peningkatan ketimpangan ekonomi global yang signifikan.
“Sistem politik melindungi kepentingan elit kecil yang kaya. Pemerintah secara konsisten gagal bekerja untuk mayoritas selama pandemi. Itu adalah titik solidaritas global, tetapi negara-negara kaya dan perusahaan farmasi besar memalingkan wajah mereka,” kata Talpur.
https://www.kompas.com/global/read/2022/01/16/202000870/20-miliarder-baru-muncul-di-asia-akibat-pandemi-covid-19