Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pakar Sejarah Sebut Swiss Terlibat Penjajahan di Indonesia

Bukan hanya datang sebagai pengusaha, namun Swiss juga salah satu pemasok tentara KNIL di Indonesia. Kompas.com menemui Andreas Zangger, sejarawan khusus yang meneliti Kolonialisme Asia Tenggara. Berikut petikannya:

Anda menulis buku tentang Swiss dan Kolonialisme. Apa sebenarnya yang menjadi latar belakang sehingga orang Swiss juga terlibat dalam kolonialisme hingga ke Indonesia?

Swiss negara kecil dan tidak punya banyak kekayaan alam. Sejak dahulu, Swiss sudah mencoba untuk mencari uang, tidak terkecuali di era kolonialisme. Swiss dikenal juga sebagai penyuplai tenaga kerja di bidang ketentaraan. Tidak terkecuali di dalam tubuh VOC. Intinya, karena alasan perekonomianlah, Swiss mencari uang di luar negeri.
Selain di bidang ketentaraan, sebagai serdadu bayaran, Swiss juga mencari peluang dalam bidang industri tekstil. Mereka mencari bahan baku di sana, lalu kembali mengekspornya. Namun usaha tekstil ini hanya berjalan tidak lama, kalah bersaing dengan batik cap yang lebih efisien dan murah.

Selain industri tekstil, apakah orang Swiss juga terlibat industri perkebunan?

Ya, betul. Setelah Belanda membuka investasi asing untuk perkebunan di Sumatera. Abad 19-an, khususnya perkebunan tembakau, banyak orang Swiss terlibat. Di Zurich ada peninggalan bersejarah sehubungan dengan industri tembakau, namanya Villa Patumbah.
Sejarah perkebunan tembakau zaman itu bukan zaman yang indah untuk Indonesia. Masa eksploitasi untuk rakyat setempat. Industri tembakau ini sangat menjanjikan, sehingga investor Belanda sendiri juga ikut bermain disana. Pengusaha Swiss mulai terdesak dan akhirnya mencari alternatif lain, yakni perkebunan kopi dan karet.
Kendati demikian, investor Swiss tetap disukai oleh Belanda ketimbang investor dari Inggris, yang saat itu juga menjadi negara imperialis, sebuah ancaman bagi Belanda.

Pengusaha Swiss yang ikut dalam kolonialisme, apakah berjumlah banyak?

Sangat sedikit. Justru yang agak besar itu adalah serdadu bayaran Swiss. Mereka masuk dalam KNIL dalam jumlah ribuan, terutama di era 1850 hingga 1860. Belanda lebih suka merekrut tentara Eropa ketimbang melatih tentara pribumi, yang dikhawatirkan memberontak seperti di India.

Di negara mana Swiss terlibat kolonialisme?

Dimana saja ada bagian orang Swiss. Namun di Indonesia mereka sangat disukai dan diterima, karena Swiss netral dan bukan negara imperialisme. Belanda lebih suka investor dari Swiss ketimbang dari Jerman. Swiss bukan saingan, lain dengan Jerman atau Inggris. Pada mulanya sampai 5 persen keberadaan pengusaha Swiss di Sumatera, namun pada akhirnya tinggal 1 persen. Tidak banyak, tapi ada. Meskipun sedikit, namun mereka punya posisi penting.

Ada pengusaha dari Appenzell, Zimmermann, yang memiliki istri dari Maluku?

Ya, tapi campuran. Wanita ini tetap dianggap Eropa, karena beragama Kristen. Dia juga pernah menikah sebelumnya dengan Kapten Belanda.
Ada juga keturunan Swiss Indo yang jadi anggota DPR di Nidwalden, Swiss Tengah. Bermula dari perwira di KNIL, Louis Borneo, yang memiliki simpanan asal Kalimatan. Putranya dibawa ke Swiss, sementara putrinya tetap tinggal bersama ibunya. Anak itu menjadi anggota DPR Nidwalden.

Melihat masa lalu Swiss di era kolonialisme, bisakah disebut bahwa Swiss juga penjajah?

Saya kira demikian. Swiss memang tidak memiliki tanah jajahan, tapi terlibat dalam kolonialisme, yang merupakan proyek masyarakat Eropa. Swiss ikut di dalamnya dan memperoleh keuntungan. Masyarakat Eropa saat itu menganggap dirinya lebih unggul dan negara lain dijadikan jajahannya. Swiss terlibat sebagai serdadu bayaran, pengusaha dan juga misionaris.

Bagaimana Anda bisa menulis sejarah Swiss dan kolonialisme, padahal ini memalukan Swiss sendiri?

Jujur saja, sumber yang ada sangat terbuka. Misalnya di Heiden, mereka punya banyak koleksi di era penjajahan. Lalu mereka ingin penjelasan dari semua itu. Banyak ahli dicari.Salah satunya saya sebagai penulis buku itu. Jadi mereka terbuka karena ingin tahu lebih dalam.

Ada juga keluarga Schmidt, bagaimana Anda mengenalnya?

Saya tidak kenal pribadi. Namun saya berbicara dengan mereka yang terlibat. Semacam ambivalen, satu sisi ada koleksi yang menarik, eksotis. Tapi di lain hal itu juga mereka merasa tidak oke, karena eksploitasi.

Apa yang sulit dari menulis buku itu?

Seperti menata puzzle. saya harus menata satu demi satu teka-teki itu. Nama-nama pengusaha Swiss tidak banyak tertulis di koran zaman itu. Dokumen lain, surat menyurat juga sangat seidikit. Misalnya pengusaha tekstil Zimmermann, yang saya harus merekonstruksi dari bukti koran yang tidak banyak.

Bagaimana reaksi orang Swiss terhadap fakta ini?

Tidak banyak reaksi. Ini juga tema yang tidak banyak di media. Tapi akhir-akhir ini mulai berubah. Paling tidak mulai banyak yang tertarik.

Jadi masyarakat Swiss tidak tahu bahwa Swiss itu juga penjajah?

Ya, Swiss tidak banyak tahu. Selama ini yang terkenal sebagai penjajah kan Belanda, Perancis, Jerman atau Belgia. Namun lambat laun akan mengetahui juga, lambat laun akan sadar juga.
.
Benarkah Swiss kaya raya karena kolonialisme?

Pada 1820, saat itu, Swiss 3 kali lebih kaya dari negara miskin. Sekarang 100 kali lebih kaya. Tentu saja ini hubungan yang rumit. Tapi tetap kolonialisme ada peran penting dalam menyumbang kekayaan itu. Sampai sekarang pun demikian. Bahan mentah diekspor ke swiss lalu dijual lagi dalam bentuk produk jadi.

Swiss apakah terlibat dalam perbudakan langsung?

Ya, ada perusahaan di Bern yang terlibat langsung dengan perdagangan manusia. Bern terlibat dalam investasi di Karibia, bagaimana di sana menggunakan budak untuk perkebuman tebu.
Di Lombok, ada juga orang Swiss yang terlibat perdagangan budak sampai era 1860, setelah itu perbudakan di Indonesia dihapus.

Mengapa kolonialisme di Indonesia sangat lama?

Memang lama, tapi juga perjuangan kemerdekaan di Indonesia juga yang pertama. Indonesia berperan penting dalam membebaskan diri dari penjajahan. Indonesia perintis itu, termasuk konferensi Asia-Afrika. Kalian harus bangga dengan perjuangan itu.

Apa yang seharusnya dilakukan orang Swiss sekarang dengan masa lalu semacam itu?

Sampai sekarang secara resmi tidak ada pengakuan bahwa Swiss itu penjajah. Sudah saatnya orang Swiss jujur, bahwa mereka memang penjajah. Harus sadar akan hal itu. Saatnya Swiss sekarang harus ikut mengubah struktur yang ada. Misalnya perusahaan Swiss yang diuntungkan dengan perdagangan bahan mentah di suatu negara, saatnya ada pajak juga yang dibayarkan ke negara itu. Itu lebih penting dari pada sebuah permintaan maaf.

Ada yang ingin disampaikan sehubungan tema ini?

Jika tema kolonialisme dibicarakan, orang akan bereaksi seperti terkejut, melihat hubungan langsung dengan moral, hanya melihat perbudakan, melihat tuan dengan budaknya. Saat ini harus dilihat strukturnya diubah, harus diubah pemikiran bahwa masyarakat kulit putih lebih unggul dari masyarakat lain. Secara ekonomi juga demikian, harus ada perubahan yang adil, sebagaimana pembayaran pajak ke negara yang bahan bakunya dikeruk untuk keuntungan maksimal tadi.

https://www.kompas.com/global/read/2021/08/03/182316970/pakar-sejarah-sebut-swiss-terlibat-penjajahan-di-indonesia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke