Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Skandal Kontaminasi Darah 1970-an yang Tewaskan Puluhan Murid di Inggris Dibuka Kembali

LONDON, KOMPAS.com - "Kami kehilangan begitu banyak teman dan sangat menyedihkan," kata Richard Warwich, seorang siswa pada akhir 1970-an yang saat itu didiagnosis HIV.

Richard menggambarkan dirinya beruntung karena tak seperti teman-temannya yang lain, ia masih hidup.

Pekan ini, akan ada penyelidikan resmi dengan para siswa, orang tua dan mantan staf sekolah swasta di Inggris akan memberikan kesaksian dalam apa yang disebut bencana paling parah dari sisi perawatan pasien dalam Layanan Kesehatan Nasional, National Health Service (NHS).

Dari 1974 sampai 1987, lebih dari 120 anak ditawarkan perawatan haemophilia atau gangguan pembekuan darah di Lord Mayor's Treloar's College, sekolah swasta untuk anak-anak cacat fisik di Hampshire, Inggris selatan.

Perawatan itu dilakukan di sekolah, namun pusat layanan kesehatan itu diorganisir oleh NHS dengan tim medis tersendiri, seperti yang dilansir dari BBC Indonesia pada Selasa (22/6/2021). 

Setidaknya 72 anak meninggal setelah diberikan obat yang terkontaminasi HIV dan hepatitis.

"Obat itu menyebabkan anak-anak laki-laki itu cemas dan marah," kata mantan kepala sekolah Alec Macpherson, salah satu saksi yang akan hadir dalam penyelidikan itu.

"Mereka marah, mengapa saya, mengapa terjadi pada saya, mengapa saya terkena penyakit megerikan itu," katanya menjelang penyelidikan.

Plasma darah dari tahanan dan pengguna obat bius

Sekitar 5.000 orang diduga tertular penyakit HIV dan hepatitis, akibat skandal kontaminasi darah di seluruh Inggris saat itu.

Yang tertular tak hanya anak-anak di Treloar's College. Sebagian pihak memperkirakan jumlahnya jauh lebih tinggi, sekitar 300.000 pasien.

Hampir 3.000 orang meninggal.

Setelah bertahun berupaya dan menekan, penyelidikan publik mulai dilakukan sejak 2019 dengan mengumpulkan bukti orang-orang yang tertular saat itu.

Mengapa kasus ini bisa terjadi?

Pada pertengahan 1970-an, pengobatan haemofilia, yang disebut dengan Factor VIII/IX, tersedia untuk pertama kalinya.

Obat itu ditawarkan kepada mereka yang mengalami kondisi haemofilia parah dan tak punya peluang untuk hidup normal kembali karena risiko pendarahan.

NHS saat itu tidak mampu menyediakan plasma darah manusia untuk membuat obat, sehingga diimpor dari luar negeri, sebagian besar dari Amerika Serikat.

Sebagian besar plasma darah diambil dari donor termasuk tahanan di penjara dan pengguna obat bius, yang menjual darah mereka. Kelompok ini adalah yang palilng berisiko tinggi membawa virus dalam darah.

Risiko kontaminasi kembali terangkat karena obat untuk Factor VIII dibuat dengan mengumpulkan plasma dari 40.000 donor dan dijadikan satu.

Saat itu, HIV belum terdiagnosa dan belum banyak yang paham soal hepatitis.

Di Inggris, skrining semua produk darah baru dimulai pada 1991.

Skandal kontaminasi daerah

Plasma darah yang belum diperiksa ini sudah terkontaminasi dengan hepatisis A, B, C dan juga HIV, yang menyebabkan penularan pada ribuan penderita haemofilia di seluruh Inggris.

Ade Goodyear masuk sekolah Treloar's pada 1980 pada usia 10 tahun. Ia menggambarkan kehidupan di sana "mengasyikkan" dengan guru-guru, perawat dan teman yang sangat membantu.

Seperti halnya puluhan anak laki-laki lain di sekolah itu, ia mendapatkan obat Factor VIII guna membantu mengatasi pendarahan yang ia alami.

"Setelah mendapatkan suntikan pertama, saya terkena hepatitis dan diisolasi selama 2 minggu," katanya.

Pada 1985, ia dibawa ke kantor kecil dengan sejumlah anak laki-laki lain dan diberitahu bahwa ia terkena HIV.

Saat itu HIV adalah virus baru dan tidak ada pengobatannya.

"Dokter saat itu dengan sedih menunjuk ke arah kami dan mengatakan, kamu terkena, kamu tidak," ceritanya.

"Teman saya mengangkat pot bunga dan melempar ke arah dinding. Saat itu, musim panas dan saya hanya bisa mengingat berapa kali lagi matahari terbit dapat saya lihat," katanya lagi.

"Kejadian ini menghantui kami setiap hari," ujarnya. 

Dua abang Ade meninggal setelah pengobatan dengan Factor VIII. Jason karena Aids pada 1997, dan Gary pada 2015 karena gangguan kesehatan terkait hepatitis C.

Bagi murid seperti Ade, dia hidup dengan stigma penyakit yang saat itu belum banyak diketahui.

Para murid diikuti oleh wartawan surat kabar di luar sekolah dan ditanya soal status HIV mereka.

Hanya 32 dari 122 penderita haemofilia yang merupakan murid di sekolah itu dari 1974 sampai 1987 masih hidup sampai sekarang. Sebagian besar meninggal karena HIV atau hepatitis.

Para orang tua ingin mengetahui mengapa mereka tidak diberitahu soal risiko obat Factor VIII dan mengapa obat itu sangat lama dapat ampuh mematikan virus.

Para mantan murid akan memberikan kesaksian dalam penyelidikan itu, sebagian dari mereka memilih tanpa nama, bersama dengan para orang tua dari anak-anak yang meninggal.

"Apa yang terjadi di sekolah itu menghantui kami setiap hari," kata Stephen Nicholls, mantan murid yang terkena hepatitis C setelah pengobatan.

"Kami tak akan pernah lupa cerita di Treloar's dan apa yang terjadi di sana," katanya.

Pusat haemofilia di sekolah tersebut yang dijalankan oleh para dokter dan perawat NHS serta staf yang tidak direkrut langsung pihak sekolah, saat ini masih digunakan untuk perawatan anak-anak cacat fisik sampai sekarang.

"Walaupun tak ada yang mengatakan bahwa Treloar's bersalah, kisah ini tetap merupakan tragedi masa lalu kami," kata sekolah itu dalam satu pernyataan.

"Kejadian itu masih merupakan momen paling sulit dan masih mempengaruhi para alumni, keluarga dan staf yang ada saat itu."

https://www.kompas.com/global/read/2021/06/22/112329670/skandal-kontaminasi-darah-1970-an-yang-tewaskan-puluhan-murid-di-inggris

Terkini Lainnya

Rangkuman Hari Ke-796 Serangan Rusia ke Ukraina: Ukraina Gagalkan 55 Serangan di Donetsk | Rusia Rebut Semenivka

Rangkuman Hari Ke-796 Serangan Rusia ke Ukraina: Ukraina Gagalkan 55 Serangan di Donetsk | Rusia Rebut Semenivka

Global
Anak-anak di Gaza Tak Tahan Lagi dengan Panas, Gigitan Nyamuk, dan Gangguan Lalat...

Anak-anak di Gaza Tak Tahan Lagi dengan Panas, Gigitan Nyamuk, dan Gangguan Lalat...

Global
AS Menentang Penyelidikan ICC atas Tindakan Israel di Gaza, Apa Alasannya?

AS Menentang Penyelidikan ICC atas Tindakan Israel di Gaza, Apa Alasannya?

Global
Saat Mahasiswa Columbia University Tolak Bubarkan Diri dalam Protes Pro-Palestina dan Tak Takut Diskors... 

Saat Mahasiswa Columbia University Tolak Bubarkan Diri dalam Protes Pro-Palestina dan Tak Takut Diskors... 

Global
ICC Isyaratkan Keluarkan Surat Perintah Penangkapan PM Netanyahu, Israel Cemas

ICC Isyaratkan Keluarkan Surat Perintah Penangkapan PM Netanyahu, Israel Cemas

Global
[POPULER GLOBAL] Bom Belum Meledak di Gaza | Sosok Penyelundup Artefak Indonesia

[POPULER GLOBAL] Bom Belum Meledak di Gaza | Sosok Penyelundup Artefak Indonesia

Global
Pria Ini Memeluk 1.123 Pohon dalam Satu Jam, Pecahkan Rekor Dunia

Pria Ini Memeluk 1.123 Pohon dalam Satu Jam, Pecahkan Rekor Dunia

Global
Ukraina Gagalkan 55 Serangan Rusia di Donetsk

Ukraina Gagalkan 55 Serangan Rusia di Donetsk

Global
Datangi Arab Saudi, Menlu AS Bujuk Normalisasi Hubungan dengan Israel

Datangi Arab Saudi, Menlu AS Bujuk Normalisasi Hubungan dengan Israel

Global
Saat Bangladesh Liburkan Sekolah secara Nasional karena Gelombang Panas...

Saat Bangladesh Liburkan Sekolah secara Nasional karena Gelombang Panas...

Global
Sepak Terjang Alexei Navalny, Pemimpin Oposisi Rusia yang Tewas di Penjara

Sepak Terjang Alexei Navalny, Pemimpin Oposisi Rusia yang Tewas di Penjara

Internasional
Bendungan Runtuh Akibat Hujan Lebat di Kenya Barat, 40 Orang Tewas

Bendungan Runtuh Akibat Hujan Lebat di Kenya Barat, 40 Orang Tewas

Global
3 Wanita Mengidap HIV Setelah Prosedur 'Facial Vampir' di New Mexico

3 Wanita Mengidap HIV Setelah Prosedur "Facial Vampir" di New Mexico

Global
Hamas Luncurkan Roket ke Israel dari Lebanon

Hamas Luncurkan Roket ke Israel dari Lebanon

Global
PM Singapura Lee Hsien Loong Puji Jokowi: Kontribusinya Besar Bagi Kawasan

PM Singapura Lee Hsien Loong Puji Jokowi: Kontribusinya Besar Bagi Kawasan

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke