Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kenapa Grasi Donald Trump “Berbeda” dari Pemimpin Dunia Lainnya?

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menandai jam-jam terakhirnya di kantor kepresidenan dengan serangkaian pengampunan.

Bukan hanya AS, banyak pemimpin dunia lainnya memiliki hak istimewa yang sama.

Tapi pendekatan Trump dalam menggunakan kuasa pengampunan kepala negara atau grasi ini, dinilai sangat berbeda dibanding pimpinan negara lainnya.

Presiden AS lainnya juga mengeluarkan pengampunan yang bermuatan politik. Tetapi tindakan Trump dikritik oleh para ahli dan sejarawan sebagai tindakan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pasalnya secara fokus, grasi ditujukan pada sekutu, keluarga, teman, dan pendukung.

"Tidak ada mantan presiden yang pernah mengampuni sederet tokoh yang merupakan kroninya sendiri dan telah terlibat dalam kejahatan yang berkaitan dengan presiden," kata Allan Lichtman, seorang profesor sejarah di American University, melansir The Washington Post pada Selasa (19/1/2021).

Pengampunan eksekutif adalah kekuatan yang umum di seluruh dunia. Hampir setiap negara memiliki kuasa pengampunan.

“Tapi penggunaan sebenarnya bervariasi di semua tempat,” kata Andrew Novak, Profesor departemen kriminologi, hukum dan masyarakat di Universitas George Mason.

Dia menjelaskan, grasi yang dalam Konstitusi AS merupakan turunan dari kekuasaan yang dimiliki penguasa Kerajaan Inggris.

Dulu, Raja akan memberikan ribuan pengampunan setiap tahun pada saat Revolusi Amerika, tapi pengampunan itu semakin langka di Inggris.

Ratu Elizabeth II telah menggunakan kekuasaan ini dalam tiga dekade terakhir sebagian besar dalam kasus anumerta. Artinya, kebanyakan hanya diberikan kepada orang yang sudah meninggal dan dianggap berjasa pada negara.

Penguasa monarki terlama di dunia itu, mengampuni semua pembelot yang dieksekusi dalam Perang Dunia I, pada 2006.

Kemudian pada 2013, dia mengampuni pemecah kode terkenal Alan Turing, yang dituntut dan kebiri secara kimiawi pada tahun 1952 karena memiliki hubungan sesama jenis. Kematian Turing dua tahun setelah hukumannya, dinyatakan sebagai bunuh diri.

Bekas koloni Inggris lainnya termasuk Australia dan Kanada menggunakan pengampunan secara lebih moderat.

Novak mengatakan secara umum, pengampunan dari negara barat yang maju cukup langka. Sebab ada cara lain untuk memberikan pengurangan hukum. Misalnya dengan pembebasan bersyarat, dan bentuk keringanan hukuman lainnya.

Sebagian besar negara bahkan cenderung tidak menggunakan grasi untuk tujuan politik atau kepentingan diri sendiri, seperti yang sering dilakukan Presiden AS bahkan sebelum Trump.

Tapi menurut Novak, Trump mendorong hal itu dilakukan lebih ekstrem daripada yang lain ke arah itu.

Pengampunan kontroversial telah menyelingi sejarah modern AS. Diantaranya pengampunan Presiden AS Gerald Ford terhadap mantan Presiden AS Richard M Nixon setelah dia dimakzulkan.

Selain itu, pengampunan Presiden AS Bill Clinton atas buronan miliarder Marc Rich, yang dituduh melakukan penipuan pajak dan yang mantan istrinya menyumbang dalam Kampanye Senat Hillary Clinton di New York.

“Saya agak kesulitan memikirkan sistem lain yang digunakan untuk perlindungan politik. Di beberapa negara dengan korupsi endemik atau penguasa otokratis, sekutu politik mungkin tidak perlu diampuni, karena mereka tidak akan dihukum sejak awal,” katanya.

Pengampunan di negara lain

Di beberapa negara, pengampunan diberikan secara bertahap, sebagian sebagai cara untuk mencegah penjara yang terlalu padat.

Novak yang juga menulis buku “Perbandingan Grasi Eksekutif: Kekuasaan Pengampunan Konstitusional dan Hak Prerogatif Belas Kasih dalam Perspektif Global” ini, juga memberikan sejumlah contoh kasus.

Misalnya, Raja Thailand yang mengampuni setengah atau sepertiga dari populasi penjara setiap tahun, pada hari ulang tahunnya. Ini karena kepadatan penjara yang berlebih, sementara Thailand tidak memiliki sistem pembebasan bersyarat ala Barat.

Pengampunan massal secara berkala terhadap ratusan tahanan sekaligus terjadi di Maroko, Rumania, Vietnam, Zambia, dan Zimbabwe.

Di Rumania, ribuan demonstran turun ke jalan pada Januari 2017 untuk memprotes rencana pengampunan ribuan tahanan. Para pengunjuk rasa mengatakan pengampunan itu akan membebaskan orang-orang yang dekat dengan pemerintah yang dihukum karena korupsi.

Penerapan grasi di suatu negara terkadang dapat menggambarkan sifat sistem peradilannya. Jika sangat sulit mendapatkan pengadilan ulang, maka akan lebih banyak pengampunan diberikan.

Hal Ini menjelaskan mengapa AS lebih sering menggunakan grasi daripada negara demokrasi Barat lainnya. "Kami hanya menghukum lebih keras daripada kebanyakan negara," terangnya.

Meskipun kuasa pengampunan bisa rumit, kuasa ini bisa berfungsi sebagai katup pengaman dalam keadaan yang unik.

Seperti pada 2020, sekitar 6 persen dari populasi penjara dunia dibebaskan karena pandemi virus corona, menurut Harm Reduction International, sebuah organisasi non-pemerintah.

Penjara yang penuh sesak di dunia terbukti menjadi sarang penyebaran virus. Di awal pandemi, negara-negara mengambil langkah untuk memulai tindakan grasi eksekutif dalam jumlah yang besar.

Pada Maret, Iran mengumumkan akan membebaskan sementara sekitar 85.000 orang sebagai tanggapan terhadap virus tersebut.

Turki pada April mengeluarkan undang-undang yang membebaskan sepertiga dari populasi penjaranya, karena kekhawatiran tentang pandemi.

Pada bulan yang sama, Myanmar mengumumkan akan membebaskan hampir 25.000 tahanan, meskipun pemerintah mengatakan pemberian grasi tidak terkait dengan virus corona.

https://www.kompas.com/global/read/2021/01/20/182649270/kenapa-grasi-donald-trump-berbeda-dari-pemimpin-dunia-lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke