Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sudah Cukupkah Kebijakan Penanggulangan Virus Corona bagi Disabilitas?

LONDON, KOMPAS.com - Selama pandemi virus corona para penyandang disabilitas dalam skala global rentan terinfeksi, dengan perhitungan dua pertiga kematian di Inggris terjadi dalam komunitas disable.

Melansir Independent pada Minggu (13/9/2020), Nana Marcfo, seorang pria yang memiliki disabilitas dengan trakeostomi, tabung plastik buatan yang memungkinkannya bernapas dan berbicara.

Ia memiliki kondisi saluran pernapasan yang kurang berkembang, yang mempengaruhi kerja trakeanya, karena terlahir prematur di usia kandungan ibunya 6 bulan.

"Artinya sistem pernapasan saya lebih terpapar virus di udara, termasuk virus corona," ujar Marcfo.

Namun, ia merasa tidak ada rencana darurat untuk orang-orang dengan kondisi sepertinya, dan ia khawatir dirinya dapat menjadi korban tewas dalam kasus pandemi ini.

"Kami tidak hanya memiliki 6 bulan pandemi global, kami mengetahui bahwa para pemimpin dunia mengetahui tentang Covid-19 pada Desember 2019, ketika ditemukan di Wuhan, China," ujarnya.

Ia juga menyakini bahwa secara luas virus corona telah ada selama beberapa dekade, tapi tidak ada metode pencegahan yang layak atau pengobatan yang diketahui.

Social distancing dan penggunaan masker, meski meminimalkan risiko, tetapi menurutnya tidak cukup untuk menjadi solusi, karena tidak dapat mentertibkan perilaku publik sepanjang hari dengan aturan tersebut.

Para warga diperintahkan untuk kembali bekerja, karena negara-negara di seluruh dunia memasuki fase lockdown kedua, dan beberapa memperkirakan gelombang kedua dapat rentan di pantai Inggris Musim Gugur ini.

"Saya khawatir dengan kembali bekerja, saya mungkin berhubungan dengan pembawa virus," ujarnya.

Pada Mei, warga diminta tetap di dalam rumah untuk menyelamatkan nyawa dan mengendalikan penyebaran virus corona.

Namun, setengah tahun berlalu dan pandemi virus corona masih merebak, ia menilai bahwa pemerintah tidak berbuat banyak dalam perencanaan masa depan warganya, khususnya bagi yang disable.

Komunitas penyandang disabilitas merasa telah diabaikan sama sekali selama pandemi, karena para anggota parlemen memperdebatkan untuk melepaskan semua tanggung jawab terhadap yang paling rentan terinfeksi dalam masyarakat di bawah “undang-undang darurat”.

Pada Maret, di bawah jadwal 11 undang-undang darurat, anggota parlemen membahas gagasan untuk membebaskan otoritas lokal dari tugas mereka yang terikat oleh Care Act 2014.

Jika itu terjadi, dewan dapat menolak perawatan untuk orang tua dan penyandang disabilitas, kecuali Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia (ECHR) membuat klaim hukum atas kekhawatiran seputar karakteristik yang dilindungi ini.

Inggris memiliki total kasus virus corona hidup yang mengejutkan, yaitu 315.284, ditambah angka kematian 36.959.

Apakah teknologi membantu?

Sebelumnya, Dr. John Constantino, direktur Pusat Penelitian Cacat Intelektual dan Perkembangan di Fakultas Kedokteran Universitas Washington di St. Louis, menulis bersama dengan sekelompok spesialis dalam sebuah surat kepada American Journal of Psychiatry, tentang orang-orang dengan disabilitas intelektual dan perkembangan dalam menghadapi pandemi virus corona. 

Melansir CNN pada 28 Agustus 2020, teknologi berbasis web seringkali tidak membantu penyandang disabilitas, dan banyak yang tidak dapat memahami apa yang perlu mereka lakukan untuk melindungi diri dari virus. 

"Orang-orang dengan disabilitas intelektual dan perkembangan diisolasi secara tidak proporsional sebelum pandemi, dan intensifikasi isolasi itu hanya untuk melemahkan komunitas terhadap semua warga negara," tulis para penulis.

Kebanyakan orang dengan disabilitas intelektual dan perkembangan membutuhkan perawatan secara langsung atau dukungan terapeutik kritis di lingkungan hidup mereka, catat mereka.

Sementara, akses ke layanan tersebut telah hilang selama pandemi.

Untuk mengembalikan itu dengan penyesuaian terhadap kondisi pandemi harus menjadi prioritas pertama, tetapi harus dilakukan dengan aman.

Staf pribadi harus memastikan bahwa mereka melindungi klien mereka dari infeksi Covid-19.

Meski pun, telah muncul panduan tentang perawatan dan dukungan yang aman bagi individu dengan disabilitas intelektual dan perkembangan, namun panduan itu masih berkembang dan belum mencapai ke semua tempat yang "sangat dibutuhkan".

Penulis juga menulis bahwa itu tidak selalu disajikan dengan cara yang dapat dipahami sepenuhnya oleh para penyandang disabilitas intelektual dan perkembangan.

Selain itu, teknologi yang memungkinkan jutaan orang di seluruh dunia untuk tetap terhubung belum memiliki manfaat yang sama bagi mereka yang memiliki disabilitas intelektual dan perkembangan. 

Mereka membutuhkan kedekatan fisik dengan pengasuh dan orang yang dicintai "untuk mereka bekerja sehari-hari, memenuhi hidup, dengan dapat diprediksi, dan dapat dikelola."

Interaksi virtual, jika dapat diakses, adalah "pengganti yang tidak memadai" bagi banyak penyandang disabilitas intelektual dan perkembangan, tulis mereka.

Telehealth, meski pun memiliki banyak keuntungan potensial, juga dapat memberikan kesenjangan dalam aspek penting perawatan kesehatan untuk segmen populasi ini.

Hanya mengandalkan telehealth dapat menimbulkan masalah bagi mereka yang tidak dapat mengungkapkan atau mengomunikasikan rasa sakit, ketidaknyamanan atau gejala secara memadai kepada penyedia layanan, dan ketika harus memantau hal-hal, seperti efek samping pengobatan, yang sering dilakukan secara langsung.

https://www.kompas.com/global/read/2020/09/15/065738570/sudah-cukupkah-kebijakan-penanggulangan-virus-corona-bagi-disabilitas

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke