Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ayahnya Meninggal karena Covid-19, Perempuan Wuhan Ini Gugat China

Zhao Lei melayangkan gugatan kepada Beijing, di mana dia meminta pemerintah untuk memberikan kompensasi serta permintaan maaf.

"Saya kira mereka nampak mneyembunyikan sesuatu," jelas wanita berusia 39 tahun itu, kepada Sky News di sebuah kedai teh di Wuhan.

Zhao mengungkapkan, ayahnya terinfeksi Covid-19 pada akhir Januari. Saat itu, layanan kesehatan di kota benar-benar lumpuh.

Karena tidak ada ambulans yang bisa membawanya, mereka harus berjalan hampir 10 km dalam cuaca dingin sebelum mneemukan tuk-tuk.

Tetapi semuanya terlambat. Ayah Zhao kemudian meninggal karena kegagalan pernapasan ketika tengah didudukkan di bangku ruang gawat darurat.

Dilansir Selasa (1/9/2020), dia menuturkan bahwa ayahnya adalah sosok yang jujur, meski bukan seorang pembicara yang baik.

"Dia adalah pria yang sangat baik. Di Wuhan, dia hanyalah warga biasa yang begitu patuh pada segaka aturan," jelas perempuan itu.

Dia mengisahkan bahwa ayahnya itu sakit ketika ibu kota Provinsi Hubei tersebut ditutup (lockdown), dan itu membuatnya tidak terima.

Setelah sang ayah meninggal, dia hanya bisa terpaku. Setelah itu perasaan yang menjalarinya hanyalah rasa sakit dan kemarahan.

Zhao berujar, dia merasa pemerintah China menyembunyikan fakta bahwa virus corona ternyata bisa menular di antara manusia.

"Karena itu saya ingin agar pemerintah bertanggung jawab dan meminta mereka membayar sejumlah ganti rugi yang saya minta," tegasnya.

Ribuan keluarga di sana masih berduka karena kehilangan kerabat mereka akibat wabah, dengan hanya sedikit yang berani bertindak seperti Zhao.

Pengadilan kota dilaporkan menolak gugatannya Polisi sendiri juga mengunjungi ibunya dan mengancam agar kasusnya dihentikan dan mereka tak berbicara kepada publik.

Aparat juga melakukan penangkapan terhadap sejumlah jurnalis warga yang melaporkan wabah itu dari Wuhan, dengan beberapa masih dalam penahanan.

Meski mendapat dan mengetahui ancamannya, Zhao tak gentar. Dia memutuskan membawanya ke tingkat yang lebih tinggi, Mahkamah Agung Hubei.

Dia menegaskan apa yang dilakukannya adalah legal, seraya menyatakan dia tidak mengarang-ngarang atau menciptakan suatu rumor.

"Saya kira gugatan saya ini baik untuk negara. Lain kali ketika ada wabah, kami bisa bertindak lebih cepat dan menyelamatkan banyak nyawa," kata dia.

Tentu, tindakan Zhao Lei begitu berani di China, negara yang dilaporkan tidak menoleransi adanya perbedaan dalam berpendapat.

Apalagi ketika virus itu kemudian menjangkiti seluruh dunia, Beijing berulang kali menyebut bahwa mereka sudah "bertindak transparan dan terbuka".

Sikap Zhao itu kemudian dianggapi Yang Zhanqing, konsultan hukum yang sempat ditahan pada 2015 dan saat ini mengasingkan diri ke AS.

Yang menerangkan, dia yakin pengadilan Hubei akan menolak kasus Zhanqing karena mereka seia sekata dengan pemerintah, menganggapnya bermotif politis.

"Saya kira mulai dari pemerintah pusat hingga lokal seperti Wuhan, mereka semua mempunyai kesepakatan yang sama," papar dia.

Meski begitu, Zhao menekankan bahwa dia tidak akan menyerah, dan mendapatkan keadilan bagi sang ayah yang sudah tiada.

"Saya tidak ingin ayah saya meninggal sia-sia," kata perempuan yang sempat terpapar virus corona tak lama setelah ayahnya.

https://www.kompas.com/global/read/2020/09/02/114736270/ayahnya-meninggal-karena-covid-19-perempuan-wuhan-ini-gugat-china

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke