Dengan UU Pemberontakan ini, Trump dapat mengerahkan pasukan militer yang bertugas aktif meredakan kerusuhan.
Namun UU yang telah berusia berabad-abad ini memicu perdebatan tersendiri di kalangan pejabat tinggi Negeri "Paman Sam".
Lantas, apa itu UU Pemberontakan?
Dilansir dari USNews, UU Pemberontakan memberi presiden wewenang untuk mengerahkan militer aktif terhadap warga AS selama keadaan luar biasa kerusuhan sipil, atau pemberontakan yang mengancam negara/pemerintah.
UU ini menggantikan hukum-hukum lainnya yang umumnya melarang pasukan seperti Angkatan Darat di dalam negeri untuk menegakkan hukum.
Akan tetapi karena UU ini jarang digunakan, banyak warga AS yang tidak terbiasa dengan ketentuan-ketentuannya.
George HW Bush adalah Presiden AS terakhir yang menggunakan UU ini saat menangani kerusuhan 1992 di Los Angeles (LA).
Sebelumnya pada 1968 UU ini juga pernah dipakai saat kerusuhan di sekitar ibu kota dan tempat lain, dalam kasus pembunuhan Martin Luther King Jr.
Namun USNews menerangkan, sebagian presiden enggan menerapkan UU Pemberontakan karena tidak ingin dianggap tiran.
George W Bush misalnya, tidak memberlakukan UU Pemberontakan dalam menangani Badai Katrina 2005, karena pertimbangan dari segi politik dan preseden di tengah penolakan para pemimpin lokal.
Kala itu UU Pemberontakan belum lama diamendemen agar bisa digunakan saat bencana alam. Namun amendemen ini dicabut hanya beberapa tahun kemudian.
UU Pemberontakan disusun pada akhir 1700-an dan telah direvisi beberapa kali. Pada 1807, Kongres menyetujui UU Pemberontakan dapat membuat presiden mengerahkan militer untuk menangani warga AS
Sejarawan kepresidenan AS Aaron Scott Crawford mengatakan, UU Pemberontakan muncul di masa kepemimpinan Presiden Thomas Jefferson.
UU ini dibuat tak lama setelah saingan politiknya, mantan Wakil Presiden Aaron Burr, terlibat dalam aksi pemberontakan dengan hendak mendirikan republik merdeka di musim gugur 1806. Ia secara paksa mencaplok wilayah Spanyol di Louisiana dan Meksiko.
Burr akhirnya ditangkap pada Februari tahun berikutnya.
Jefferson di Kongres Desember 1806 mengungkapkan, UU ini memiliki mekanisme untuk menghukum orang yang melakukan kejahatan yang dapat mengakibatkan pemberontakan.
Crawford dan para ahli hukum konstitusional percaya, bahwa awalnya UU ini menunjukkan Kongres harus dilibatkan dalam pengerahan militer untuk menangani warga negara AS.
Akan tetapi menurut kode etik AS, "Setiap kali presiden menganggap perlu mengerahkan angkatan bersenjata, melalui pengumuman ia akan segera memerintahkan pemerintah untuk membubarkan diri dan mundur secara damai ke tempat tinggalnya dalam periode tertentu."
Steve Vladek profesor di University of Texas dalam twitnya menulis, niat Trump untuk menerapkan UU Pemberontakan dapat membuat publik bingung.
"Undang-undang Pemberontakan membutuhkan pengumuman formal agar dapat dipakai. Trump mengancam akan menggunakannya jika Garda Nasional negara bagian tidak efektif," tulisnya.
Seorang anggota Pentagon yang enggan disebut namanya pada Selasa (2/6/2020) berkata kepada para wartawan, bahwa militer siap diterjunkan jika diperlukan, tetapi lebih baik memercayakan Garda Nasional yang lebih terlatih menangani misi domestik.
Kemudian Menteri Pertahanan AS Mark Esper pada Rabu (3/6/2020) menentang pemakaian pasukan militer untuk mengatasi protes nasional atas kebrutalan polisi terhadap warga Afrika-Amerika.
"Opsi pengaktifan tugas (militer) hanya boleh digunakan sebagai pilihan terakhir dan hanya dalam situasi yang mendesak dan mengerikan," ujarnya kepada wartawan di Pentagon.
https://www.kompas.com/global/read/2020/06/04/121624770/picu-kontroversi-di-demo-george-floyd-apa-itu-uu-pemberontakan