KOMPAS.com - Calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto mengatakan, masalah di Papua rumit karena terjadi gerakan separatisme dan terorisme.
Hal itu ia sampaikan dalam debat pertama calon presiden pada Pemilu 2024 di Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Selasa (12/12/2023) malam.
Prabowo menjawab pertanyaan mengenai strategi apa yang akan disiapkan untuk menyelesaikan masalah hak asasi manusia (HAM) dan konflik di Papua secara komprehensif.
"Masalah Papua adalah rumit karena di situ terjadi suatu gerakan separatisme dan gerakan separatisme ini kita sudah ikuti cukup lama. Kita melihat ada campur tangan asing di situ dan kita melihat bahwa kekuatan-kekuatan tertentu selalu ingin Indonesia disintegrasi dan pecah," ujar Prabowo.
"Kita harus lindungi seluruh rakyat Papua karena di situ kelompok-kelompok teroris sekarang itu menyerang orang-orang Papua sendiri, rakyat yang tidak berdosa, perempuan, orang tua, anak kecil yang tidak bersenjata, diteror oleh kelompok teroris separatis ini," tutur dia.
Menurut Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), permasalahan di Papua tidak hanya soal separatisme dan terorisme.
Pada tahun 2010, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), yang kini berganti nama menjadi BRIN, pernah membuat rekomendasi peta jalan penyelesaian konflik di Papua.
Dikutip dari Kompas.com, berdasarkan kajian LIPI, salah satu akar konflik Papua adalah masalah kepercayaan.
Penyelesaian masalah Papua yang kompleks dengan latar sejarah yang panjang membutuhkan dialog yang berlandasakan rasa saling percaya.
Masalah yang bersumber pada sejarah tersebut tidak hanya menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat Papua kepada pemerintah pusat. Namun, juga munculnya ketidakpercayaan pemerintah kepada masyarakat Papua yang dianggap memendam semangat separatis.
Dilansir Kompas.id pada 11 Maret 2022, Koordinator Jaringan Damai Papua Adriana Elisabeth mengatakan, sejak reformasi gerakan prodemokrasi di Papua menguat.
Momentum itu digunakan sebagai konsolidasi gerakan bagi kelompok yang menuntut kemerdekaan Papua.
Tuntutan tersebut merupakan dampak dari sejarah politik yang tidak tuntas serta kebijakan militerisasi dan trauma warga Papua terhadap kekerasan.
Baginya, masalah ketidakpuasan atas sejarah, status politik penyatuan Papua dan Papua Barat ke Indonesia, trauma terhadap kekerasan militer, dan dugaan pelanggaran HAM berat harus menjadi prioritas pemerintah untuk diselesaikan.
Dalam peta jalan penyelesaian konflik di Papua, LIPI merekomendasikan empat agenda, di antaranya rekognisi dan pemberdayaan orang asli Papua (OAP) secara substantif, bukan sekadar simbolis.
Kemudian, Papua sebagai subyek pembangunan, proses hukum dan pengadilan kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM dan pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR), serta dialog damai penyelesaian masalah HAM di Papua.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.