Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

CEK FAKTA: Prabowo Sebut Masalah Papua Rumit karena Terorisme dan Separatisme

Kompas.com - 14/12/2023, 08:48 WIB
Tim Cek Fakta

Penulis

KOMPAS.com - Calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto mengatakan, masalah di Papua rumit karena terjadi gerakan separatisme dan terorisme.

Hal itu ia sampaikan dalam debat pertama calon presiden pada Pemilu 2024 di Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Selasa (12/12/2023) malam.

Prabowo menjawab pertanyaan mengenai strategi apa yang akan disiapkan untuk menyelesaikan masalah hak asasi manusia (HAM) dan konflik di Papua secara komprehensif.

"Masalah Papua adalah rumit karena di situ terjadi suatu gerakan separatisme dan gerakan separatisme ini kita sudah ikuti cukup lama. Kita melihat ada campur tangan asing di situ dan kita melihat bahwa kekuatan-kekuatan tertentu selalu ingin Indonesia disintegrasi dan pecah," ujar Prabowo.

"Kita harus lindungi seluruh rakyat Papua karena di situ kelompok-kelompok teroris sekarang itu menyerang orang-orang Papua sendiri, rakyat yang tidak berdosa, perempuan, orang tua, anak kecil yang tidak bersenjata, diteror oleh kelompok teroris separatis ini," tutur dia.

Bagaimana faktanya?

Menurut Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), permasalahan di Papua tidak hanya soal separatisme dan terorisme.

Pada tahun 2010, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), yang kini berganti nama menjadi BRIN, pernah membuat rekomendasi peta jalan penyelesaian konflik di Papua.

Dikutip dari Kompas.com, berdasarkan kajian LIPI, salah satu akar konflik Papua adalah masalah kepercayaan.

Penyelesaian masalah Papua yang kompleks dengan latar sejarah yang panjang membutuhkan dialog yang berlandasakan rasa saling percaya.

Masalah yang bersumber pada sejarah tersebut tidak hanya menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat Papua kepada pemerintah pusat. Namun, juga munculnya ketidakpercayaan pemerintah kepada masyarakat Papua yang dianggap memendam semangat separatis.

Dilansir Kompas.id pada 11 Maret 2022, Koordinator Jaringan Damai Papua Adriana Elisabeth mengatakan, sejak reformasi gerakan prodemokrasi di Papua menguat.

Momentum itu digunakan sebagai konsolidasi gerakan bagi kelompok yang menuntut kemerdekaan Papua.

Tuntutan tersebut merupakan dampak dari sejarah politik yang tidak tuntas serta kebijakan militerisasi dan trauma warga Papua terhadap kekerasan.

Baginya, masalah ketidakpuasan atas sejarah, status politik penyatuan Papua dan Papua Barat ke Indonesia, trauma terhadap kekerasan militer, dan dugaan pelanggaran HAM berat harus menjadi prioritas pemerintah untuk diselesaikan.

Dalam peta jalan penyelesaian konflik di Papua, LIPI merekomendasikan empat agenda, di antaranya rekognisi dan pemberdayaan orang asli Papua (OAP) secara substantif, bukan sekadar simbolis.

Kemudian, Papua sebagai subyek pembangunan, proses hukum dan pengadilan kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM dan pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR), serta dialog damai penyelesaian masalah HAM di Papua.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[HOAKS] Timnas Guinea Didiskualifikasi dari Olimpiade Paris 2024

[HOAKS] Timnas Guinea Didiskualifikasi dari Olimpiade Paris 2024

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Video Evakuasi Warga Palestina dari Gaza Utara, Bukan Rafah

[KLARIFIKASI] Video Evakuasi Warga Palestina dari Gaza Utara, Bukan Rafah

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Timnas Sepak Bola Indonesia Resmi Lolos Olimpiade Paris 2024

[HOAKS] Timnas Sepak Bola Indonesia Resmi Lolos Olimpiade Paris 2024

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Konten Satire Perlihatkan Wajah Hawa Mirip Taylor Swift

INFOGRAFIK: Konten Satire Perlihatkan Wajah Hawa Mirip Taylor Swift

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Hoaks Foto Perlihatkan McDonald's Terbengkalai, Simak Penjelasannya

INFOGRAFIK: Hoaks Foto Perlihatkan McDonald's Terbengkalai, Simak Penjelasannya

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Video Tsunami di Jepang pada 2011, Bukan 2024

[KLARIFIKASI] Video Tsunami di Jepang pada 2011, Bukan 2024

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Video Perkelahian Antarpekerja Berlokasi di Afrika Barat

[KLARIFIKASI] Video Perkelahian Antarpekerja Berlokasi di Afrika Barat

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Prabowo Tawarkan Bantuan melalui WhatsApp

[HOAKS] Prabowo Tawarkan Bantuan melalui WhatsApp

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Foto Rihanna Hadiri Met Gala 2024

[HOAKS] Foto Rihanna Hadiri Met Gala 2024

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Wasit Terbukti Curang, Laga Indonesia Vs Guinea Diulang

[HOAKS] Wasit Terbukti Curang, Laga Indonesia Vs Guinea Diulang

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Foto Venus Dibuat Pakai Bahasa Pemrograman dan Photoshop

[KLARIFIKASI] Foto Venus Dibuat Pakai Bahasa Pemrograman dan Photoshop

Hoaks atau Fakta
[VIDEO] Hoaks! FIFA Angkat Bicara soal Wasit VAR Indonesia Vs Uzbekistan

[VIDEO] Hoaks! FIFA Angkat Bicara soal Wasit VAR Indonesia Vs Uzbekistan

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Bisakah DPR Menolak Pindah ke IKN dan Tetap Berkedudukan di Jakarta?

INFOGRAFIK: Bisakah DPR Menolak Pindah ke IKN dan Tetap Berkedudukan di Jakarta?

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Tidak Benar 'Time' Tampilkan Donald Trump Bertanduk di Sampul Majalah

INFOGRAFIK: Tidak Benar "Time" Tampilkan Donald Trump Bertanduk di Sampul Majalah

Hoaks atau Fakta
[VIDEO] Benarkah Ada Fenomena Bulan Kembar di Pegunungan Arfak?

[VIDEO] Benarkah Ada Fenomena Bulan Kembar di Pegunungan Arfak?

Hoaks atau Fakta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com