KOMPAS.com - Tingkat penyebaran gangguan informasi diprediksi cukup tinggi dan mengkhawatirkan jelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Gangguan informasi berpotensi mengurangi kepercayaan publik pada lembaga penyelenggara pemilu, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Hal ini tergambar dalam hasil survei opini publik yang digelar The Safer Internet Lab (SAIL) tentang proyeksi dan mitigasi penyebaran gangguan informasi dalam Pemilu 2024.
Hasil survei menunjukkan, tingginya misinformasi melemahkan dukungan publik pada demokrasi, serta menurunkan kepercayaan publik pada penyelenggara pemilu, dan integritas penyelenggaraan pemilu.
Kepercayaan terhadap gangguan informasi menurunkan probabilitas kepercayaan terhadap KPU sebanyak 11,72 persen dan kepercayaan terhadap Bawaslu sebanyak 9,85 persen.
Sementara, kepercayaan terhadap gangguan informasi menurunkan probabilitas kepercayaan publik terhadap integritas penyelenggaraan Pemilu 2024 sebanyak 18,54 persen.
Selain itu, kepercayaan terhadap gangguan informasi berkorelasi terhadap berkurangnya dukungan terhadap demokrasi sebanyak 6,83 persen.
Tenaga Ahli Divisi Pencegahan Parmas dan Humas Bawaslu Ronald M Manoach mencontohkan, sejumlah dampak gangguan informasi pada pemilu-pemilu sebelumnya.
Ia menuturkan, dampak tersebut biasanya mengalami eskalasi setelah masa pemungutan dan penghitungan suara hingga menimbulkan konflik horizontal.
"Nanti pasca-pungut, hitung, biasanya eskalasinya bukan hanya di ruang digital tapi ke konvensional juga," kata Ronald, dalam rilis survei SAIL, yang diakses secara daring, Rabu (18/10/2023).
Misalnya, kasus di Kabupaten Yalimo, Provinsi Papua Pegunungan, saat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2021.
Paparan gangguan informasi pemilu mengakibatkan konflik horizontal yang membuat berbagai sektor kehidupan masyarakat lumpuh.
"Semuanya dibakar, akhirnya kabupaten itu kembali ke titik nol dan itu tidak bisa dimungkiri merupakan dampak dari disinformasi," tuturnya.
Kerusuhan di Yalimo mengakibatkan lebih dari 1.000 orang warga Yalimo, terutama warga pendatang dari luar Papua, terpaksa mengungsi ke Wamena dan sekitarnya.
Sementara itu, kerusuhan akibat gangguan disinformasi pemilu juga pernah terjadi di tingkat nasional, yaitu setelah pengumuman hasil Pemilu 2019.