KOMPAS.com - Informasi keliru atau hoaks masih menjadi tantangan dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) mencatat, ada 1.561 hoaks yang beredar selama Januari sampai Agustus 2023 dan sebanyak 50,03 persen merupakan hoaks bernuansa politik.
Ketua Presidium Mafindo Septiaji Eko Nugroho mengungkapkan, sebagian besar hoaks di media sosial telah menyasar para bakal calon presiden (capres).
Saat ini terdapat tiga nama bakal capres yakni, mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, dan mantan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
Baca juga: Upaya Ciptakan Pemilu Sehat dan Argumentatif di Medsos, Bawaslu Gandeng Platform
"Isinya kebanyakan saling serang antara kubu-kubu yang berkontestasi dan upaya untuk menjatuhkan, tidak hanya bakal capres, tetapi ekosistem pendukungnya," kata Septiaji, dalam diskusi daring "Mengupas Hoaks Bakal Calon Presiden Pemilu 2024", Rabu (27/9/2023).
Menurut Septiaji, 90 kanal penyebar hoaks yang dipantau sudah mendapat total 1 miliar tayangan.
Berdasarkan hasil pemantauan lembaga konsultan pemantauan media, Binokular, terdapat empat pola konten hoaks yang menyerang bakal capres.
Pertama, konten yang mengambil potongan pernyataan atau potongan video. Kedua, konten berupa manipulasi foto untuk mendukung narasi keliru yang disebarkan.
Ketiga, konten yang menyertakan pemberitaan media tetapi diubah konteksnya. Dan keempat, konten dengan thumbnail clickbait tetapi tidak sesuai dengan isinya.
Baca juga: Kenali Ciri serta Pola Video Hoaks di YouTube dan Facebook
Project Manager Binokular Oleg Widoyoko mengatakan, terdapat pergeseran pola disinformasi dibandingkan pada Pemilu 2019.
Pelaku penyebar hoaks sudah mengenal perubahan algoritma media sosial, sehingga mampu menargetkan audiens yang lebih spesifik.
Adapun konten hoaks berupa serangan negatif atau respons bakal capres terhadap isu tertentu. Ada pula konten hoaks yang sifatnya mempromosikan salah satu bakal capres.
Namun, Oleg menyampaikan, keduanya dapat mengarah pada perubahan persepsi masyarakat.
"Microtargeting ini menembak secara tepat dari potensial audiens di lokasi tertentu atau yang punya preferensi tertentu," ungkap Oleg.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.