KOMPAS.com - Selama bertahun-tahun, warga Desa Basmuti, Kecamatan Kuanfatu, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tengara Timur (NTT) kesulitan mengakses air bersih.
Warga desa tersebut harus menempuh perjalanan sekitar 4 hingga 7 kilometer untuk mendapatkan air bersih. Tugas mengambil air pun kerap dibebankan kepada anak-anak.
Salah satu sumber yang selama ini dimanfaatkan warga adalah mata air di Dusun Nekmese, satu dari tiga dusun di Basmuti.
Namun, warga harus berjalan kaki sangat jauh untuk mencapai sumber air bersih tersebut. Mereka melalui jalan setapak yang terjal dan curam sambil memikul jeriken.
Rata-rata, orang dewasa memikul empat jeriken yang masing-masing berkapasitas 5 liter untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari.
Kesulitan mengakses air bersih turut berdampak terhadap kesejahteraan anak. Kekerasan terhadap anak serta pemerkosaan menjadi salah satu dampak yang terlihat.
Seorang relawan Wahana Visi Indonesia (WVI), organisasi kemanusiaan yang hadir di TTS sejak 2012, mengatakan bahwa anak-anak di Basmuti seringkali harus bolos sekolah demi mengambil air bersih.
"Ketika pergi ambil air pagi, maka (anak-anak) tidak bisa masuk sekolah karena jaraknya terlalu jauh. Belum lagi di mata air itu banyak orang antre ambil air. Jadi mereka pulang dari mata air itu sudah lewat jam sekolah," kata dia kepada Kompas.com, 25 Mei 2023.
Relawan itu menuturkan, anak-anak juga rentan menjadi korban pelecehan seksual dalam perjalanan mereka mengambil air bersih ke mata air.
Menurut relawan tersebut, lokasi mata air yang jauh dari permukiman menciptakan situasi yang tidak aman bagi anak.
Belum lagi, anak-anak harus melewati jalan setapak yang dikelilingi hutan, dan sering tanpa didampingi orangtua.
Pada 2015, pihak WVI menerima laporan kasus pemerkosaan anak perempuan usia sekolah dasar. Peristiwa itu terjadi ketika sang anak sedang dalam perjalanan mengambil air bersih.
Namun, kasus tersebut mandek di tingkat adat dan tidak dibawa ke ranah pidana. Dia menambahkan, kasus tersebut bukan satu-satunya karena banyak korban memilih bungkam.
Secara global, data United Nations Human Rights Office of The High Commisioner (OHCHR) memperlihatkan bahwa hampir 160 juta anak tinggal di area berisiko kekeringan.
Anak dan perempuan kerap menjadi pihak yang terdampak bencana kekeringan. Dampak utama yang langsung dirasakan adalah malnutrisi dan stunting.