Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 15/02/2023, 15:35 WIB
Tim Cek Fakta

Penulis

hoaks

hoaks!

Berdasarkan verifikasi Kompas.com sejauh ini, informasi ini tidak benar.

KOMPAS.com - Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah menjatuhkan vonis hukuman mati terhadap terdakwa Ferdy Sambo pada Senin (13/2/2023).

Mantan Kadiv Propam Polri itu terbukti bersalah atas pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Setelah vonis tersebut, muncul informasi yang menyebut Sambo akan dihukum pancung.

Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, ada yang perlu diluruskan dari informasi tersebut.

Narasi yang beredar

Informasi soal Ferdy Sambo akan dihukum pancung disebarkan oleh akun Facebook ini dan Twitter ini.

"Akhirnya Si Sambo Dihukum Pancung. Akhir Riwayat Dari Geng Sambo?" tulis akun Twitter pada Senin (13/2/2023).

Sementara, berikut narasi di Facebook yang diunggah pada Selasa (14/2/2023):

Akhirnya sambo di hukum pancung,,lenyaplah bandar togel di negeri ini.

Tangkapan layar unggahan dengan narasi salah di sebuah akun Facebook, Selasa (14/2/2023), yang menyebut bahwa Ferdy Sambo akan dihukum pancung.akun Facebook Tangkapan layar unggahan dengan narasi salah di sebuah akun Facebook, Selasa (14/2/2023), yang menyebut bahwa Ferdy Sambo akan dihukum pancung.

Penelusuran Kompas.com

Majelis hakim menyatakan Sambo melanggar Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP, yakni soal pembunuhan berencana.

Dia juga terbukti terlibat dalam obstruction of justice atau upaya menghalangi pengusutan kasus, sehingga melanggar Pasal 49 UU ITE jo Pasal 55 KUHP.

Sambo divonis hukuman mati. Kendati demikian, hukuman mati berbeda dengan eksekusi mati.

Aturan soal eksekusi mati

Pancung atau pemenggalan merupakan salah satu bentuk eksekusi mati. Namun, pancung tidak diterapkan dalam tata cara pelaksanaan hukuman mati di Indonesia.

Eksekusi mati diatur dalam Pasal 11 Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau KUHP yang menyatakan:

Pidana mati dijalankan oleh algojo atas penggantungan dengan mengikat leher di terhukum dengan sebuah jerat pada tiang penggantungan dan menjatuhkan papan dari bawah kakinya.

Pasal itu kemudian diubah berdasarkan Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1964.

Berikut tata cara pelaksanaan eksekusi terpidana hukuman mati berdasarkan UU Nomor 2/PNPS/1964:

  • Tiga kali 24 jam sebelum eksekusi, jaksa memberitahukan terpidana tentang rencana hukuman mati.
  • Apabila terpidana hamil, maka pelaksanaan pidana mati dapat dilaksanakan 40 hari setelah anaknya dilahirkan.
  • Kepala Polisi Daerah atau Kapolda membentuk regu tembak yang terdiri dari seorang bintara, 12 orang tamtama, di bawah pimpinan seorang perwira.
  • Setibanya di tempat pelaksanaan pidana mati, komandan pengawal menutup mata terpidana dengan sehelai kain.
  • Terpidana dapat menjalani pidana dengan berdiri, duduk, atau berlutut.
  • Jarak antara titik terpidana berada dengan regu penembak tidak lebih dari 10 meter dan tidak kurang dari lima meter.
  • Komandan regu penembak dengan menggunakan pedang memberikan isyarat dan memerintahkan anggotanya membidik jantung terpidana.
  • Apabila terpidana masih memperlihatkan tanda kehidupan, maka regu penembak melepaskan tembakan terakhir dengan menekankan ujung laras senjata pada kepala terpidana tepat di atas telinga.

Tidak semua terpidana hukuman mati akan dieksekusi.

Dalam Pasal 100 KUHP baru yang akan berlaku pada 2026, apabila terpidana menunjukkan sikap terpuji, pidana mati dapat diubah menjadi pidana seumur hidup melalui keputusan presiden atas pertimbangan Mahkamah Agung (MA).

Keringanan dapat terjadi ketika terpidana telah menjalani masa percobaan 10 tahun.

Hal itu disampaikan sendiri oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.

"Ya bisa (berkurang) kalau belum dieksekusi, kalau belum dieksekusi sebelum tiga tahun. Nanti sesudah 10 tahun, kalau berkelakuan baik, bisa menjadi seumur hidup, kan itu UU yang baru," kata Mahfud, seperti diberitakan Kompas.com, Selasa (14/2/2023).

Banding dan kasasi

Meski Sambo telah divonis hukuman mati, tetapi masih ada peluang untuk mengajukan banding dan upaya kasasi.

Dilansir Kompas.com, Senin (13/2/2023), pengajuan banding dapat dilakukan berdasarkan Pasal 67, Pasal 233 sampai dengan Pasal 243 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Terdakwa atau jaksa penuntut umum (JPU) berhak mengajukan banding atas putusan pengadilan tingkat pertama, dalam waktu tujuh hari setelah pembacaan vonis.

Permohonan banding juga masih dapat dicabut berdasarkan Pasal 235 ayat (1) dan (2) KUHAP.

Keputusan pengadilan tingkat pertama akan berkekuatan hukum tetap setelah batas waktu tujuh hari itu terlewati. Sementara di Pengadilan Tinggi, putusan berkekuatan hukum setelah 14 hari.

Adapun, Ferdy Sambo juga dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung apabila tidak sepakat dengan putusan banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Kesimpulan

Ada yang perlu diluruskan dari narasi soal Ferdy Sambo akan dihukum pancung.

Narasi itu keliru karena meski dijatuhi hukuman mati, karena belum ada putusan mengenai eksekusi mati Ferdy Sambo.

Sementara, pancung tidak sesuai dengan tata cara eksekusi hukuman mati berdasarkan Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1964.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kesetiaan Marco Reus dan Perpisahannya dengan Dortmund...

Kesetiaan Marco Reus dan Perpisahannya dengan Dortmund...

Data dan Fakta
[HOAKS] Penemuan Tengkorak Raksasa di Sri Lanka

[HOAKS] Penemuan Tengkorak Raksasa di Sri Lanka

Hoaks atau Fakta
Pakar HAM PBB Serukan Sanksi dan Embargo Senjata terhadap Israel

Pakar HAM PBB Serukan Sanksi dan Embargo Senjata terhadap Israel

Data dan Fakta
Pembantaian Tulsa, Kekerasan Rasial Terburuk dalam Sejarah AS

Pembantaian Tulsa, Kekerasan Rasial Terburuk dalam Sejarah AS

Sejarah dan Fakta
[HOAKS] Hashim Akui Kemenangan Anies Baswedan di Pilpres 2024

[HOAKS] Hashim Akui Kemenangan Anies Baswedan di Pilpres 2024

Hoaks atau Fakta
Menyoal Gazawood dan Pallywood, Tudingan Manipulasi Korban Serangan Israel

Menyoal Gazawood dan Pallywood, Tudingan Manipulasi Korban Serangan Israel

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Video Cristiano Ronaldo Dukung Anak-anak Palestina Hasil Manipulasi AI

[KLARIFIKASI] Video Cristiano Ronaldo Dukung Anak-anak Palestina Hasil Manipulasi AI

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Foto Keanu Reeves Lari Menenteng Kamera Bukan karena Mencuri dari Paparazi

INFOGRAFIK: Foto Keanu Reeves Lari Menenteng Kamera Bukan karena Mencuri dari Paparazi

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Menyebar Ikan Lele ke Saluran Air Bisa Cegah DBD? Cek Faktanya!

INFOGRAFIK: Menyebar Ikan Lele ke Saluran Air Bisa Cegah DBD? Cek Faktanya!

Hoaks atau Fakta
[VIDEO] Konteks Keliru soal Detik-detik Helikopter Presiden Iran Jatuh

[VIDEO] Konteks Keliru soal Detik-detik Helikopter Presiden Iran Jatuh

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Pemain Real Madrid Vinicius Junior Keturunan Indonesia

[HOAKS] Pemain Real Madrid Vinicius Junior Keturunan Indonesia

Hoaks atau Fakta
[VIDEO] Manipulasi Video Iwan Fals Nyanyikan Lagu Kritik Dinasti Jokowi

[VIDEO] Manipulasi Video Iwan Fals Nyanyikan Lagu Kritik Dinasti Jokowi

Hoaks atau Fakta
Tenzing Norgay, Sherpa Pertama yang Mencapai Puncak Everest

Tenzing Norgay, Sherpa Pertama yang Mencapai Puncak Everest

Sejarah dan Fakta
[KLARIFIKASI] Pep Guardiola Enggan Bersalaman dengan Alan Smith, Bukan Perwakilan Israel

[KLARIFIKASI] Pep Guardiola Enggan Bersalaman dengan Alan Smith, Bukan Perwakilan Israel

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Seniman Suriah Bikin 'Patung Liberty' dari Reruntuhan Rumahnya

[HOAKS] Seniman Suriah Bikin "Patung Liberty" dari Reruntuhan Rumahnya

Hoaks atau Fakta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com