Berdasarkan verifikasi Kompas.com sejauh ini, informasi ini tidak benar.
KOMPAS.com - Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah menjatuhkan vonis hukuman mati terhadap terdakwa Ferdy Sambo pada Senin (13/2/2023).
Mantan Kadiv Propam Polri itu terbukti bersalah atas pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Setelah vonis tersebut, muncul informasi yang menyebut Sambo akan dihukum pancung.
Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, ada yang perlu diluruskan dari informasi tersebut.
Informasi soal Ferdy Sambo akan dihukum pancung disebarkan oleh akun Facebook ini dan Twitter ini.
"Akhirnya Si Sambo Dihukum Pancung. Akhir Riwayat Dari Geng Sambo?" tulis akun Twitter pada Senin (13/2/2023).
Sementara, berikut narasi di Facebook yang diunggah pada Selasa (14/2/2023):
Akhirnya sambo di hukum pancung,,lenyaplah bandar togel di negeri ini.
Majelis hakim menyatakan Sambo melanggar Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP, yakni soal pembunuhan berencana.
Dia juga terbukti terlibat dalam obstruction of justice atau upaya menghalangi pengusutan kasus, sehingga melanggar Pasal 49 UU ITE jo Pasal 55 KUHP.
Sambo divonis hukuman mati. Kendati demikian, hukuman mati berbeda dengan eksekusi mati.
Pancung atau pemenggalan merupakan salah satu bentuk eksekusi mati. Namun, pancung tidak diterapkan dalam tata cara pelaksanaan hukuman mati di Indonesia.
Eksekusi mati diatur dalam Pasal 11 Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau KUHP yang menyatakan:
Pidana mati dijalankan oleh algojo atas penggantungan dengan mengikat leher di terhukum dengan sebuah jerat pada tiang penggantungan dan menjatuhkan papan dari bawah kakinya.
Pasal itu kemudian diubah berdasarkan Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1964.
Berikut tata cara pelaksanaan eksekusi terpidana hukuman mati berdasarkan UU Nomor 2/PNPS/1964:
Tidak semua terpidana hukuman mati akan dieksekusi.
Dalam Pasal 100 KUHP baru yang akan berlaku pada 2026, apabila terpidana menunjukkan sikap terpuji, pidana mati dapat diubah menjadi pidana seumur hidup melalui keputusan presiden atas pertimbangan Mahkamah Agung (MA).
Keringanan dapat terjadi ketika terpidana telah menjalani masa percobaan 10 tahun.
Hal itu disampaikan sendiri oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.
"Ya bisa (berkurang) kalau belum dieksekusi, kalau belum dieksekusi sebelum tiga tahun. Nanti sesudah 10 tahun, kalau berkelakuan baik, bisa menjadi seumur hidup, kan itu UU yang baru," kata Mahfud, seperti diberitakan Kompas.com, Selasa (14/2/2023).
Meski Sambo telah divonis hukuman mati, tetapi masih ada peluang untuk mengajukan banding dan upaya kasasi.
Dilansir Kompas.com, Senin (13/2/2023), pengajuan banding dapat dilakukan berdasarkan Pasal 67, Pasal 233 sampai dengan Pasal 243 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Terdakwa atau jaksa penuntut umum (JPU) berhak mengajukan banding atas putusan pengadilan tingkat pertama, dalam waktu tujuh hari setelah pembacaan vonis.
Permohonan banding juga masih dapat dicabut berdasarkan Pasal 235 ayat (1) dan (2) KUHAP.
Keputusan pengadilan tingkat pertama akan berkekuatan hukum tetap setelah batas waktu tujuh hari itu terlewati. Sementara di Pengadilan Tinggi, putusan berkekuatan hukum setelah 14 hari.
Adapun, Ferdy Sambo juga dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung apabila tidak sepakat dengan putusan banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Ada yang perlu diluruskan dari narasi soal Ferdy Sambo akan dihukum pancung.
Narasi itu keliru karena meski dijatuhi hukuman mati, karena belum ada putusan mengenai eksekusi mati Ferdy Sambo.
Sementara, pancung tidak sesuai dengan tata cara eksekusi hukuman mati berdasarkan Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1964.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.