Bahasa ini dapat dikatakan sebagai lingua franca, tetapi kebanyakan berstatus sebagai bahasa kedua atau ketiga.
Pemerintah kolonial Hindia Belanda menyadari bahwa bahasa Melayu dapat dipakai untuk membantu administrasi bagi kalangan pegawai pribumi. Pasalnya, saat itu para pegawai pribumi tidak begitu menguasai bahasa Belanda.
Kemudian, sejumlah sarjana Belanda mulai terlibat dalam pembakuan bahasa yang bersandar pada bahasa Melayu tinggi.
Promosi bahasa Melayu pun dilakukan di sekolah-sekolah dan didukung dengan penerbitan karya sastra.
Lantas terbentuklah “embrio” bahasa Indonesia yang secara perlahan mulai terpisah dari bentuk semula, bahasa Melayu Riau-Johor.
Intervensi pemerintah kolonial semakin kuat dengan dibentuknya Commissie voor de Volkslectuur (Komisi Bacaan Rakyat/KBR) pada 1908. Kelak lembaga ini menjadi Balai Pustaka.
Perkembangan lembaga ini sangat pesat, dalam dua tahun telah terbentuk sekitar 700 perpustakaan.
Mereka menerbitkan novel-novel, seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang sedikit banyak membantu penyebaran bahasa Melayu di masyarakat.
Bahasa Indonesia mendapatkan pengakuan sebagai bahasa persatuan bangsa pada Kongres Pemuda II tanggal 28 Oktober 1928 yang menghasilkan Sumpah Pemuda.
Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional berdasarkan usulan Muhammad Yamin.
Penggantian nama dari bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia mengikuti usulan dari Mohammad Tabrani pada Kongres Pemuda I. Dia beranggapan, jika tumpah darah dan bangsa dinamakan Indonesia, bahasanya pun harus disebut bahasa Indonesia.
Penamaan bahasa Indonesia sendiri telah muncul dalam tulisan-tulisan Tabrani sebelum Sumpah Pemuda diselenggarakan. Nama bahasa Indonesia pertama kali muncul dalam harian Hindia Baroe pada 10 Januari 1926.
Pada 11 Februari 1926, di koran yang sama, tulisan Tabrani muncul dengan judul Bahasa Indonesia yang membahas tentang pentingnya bahasa pemersatu dalam konteks perjuangan bangsa.
“Bangsa dan pembaca kita sekalian! Bangsa Indonesia belum ada. Terbitkanlah bangsa Indonesia itu. Bahasa Indonesia belum ada. Terbitkanlah bahasa Indonesia itu. Karena menurut keyakinan kita kemerdekaan bangsa dan tanah air kita Indonesia ini terutama akan tercapai dengan jalan persatuan anak-Indonesia yang antara lain-lain terikat oleh bahasa Indonesia," tulis Tabrani.
Sejak pertama kali ditetapkan sebagai bahasa persatuan hampir seabad lalu, bahasa Indonesia terus mengalami perkembangan.
Dikutip dari laman Kemendikbud, bahasa Indonesia telah menjadi bahasa terbesar di Asia Tenggara dan persebarannya telah mencakup 47 negara di seluruh dunia.
Bahasa Indonesia banyak menyerap istilah atau kosakata asing, seperti Inggris, Belanda, dan lain-lain.
Selain itu, pengayaan kosakata bahasa Indonesia berasal dari ratusan bahasa daerah yang ada di Indonesia, baik Jawa, Sunda, Madura, Banjar, Papua, maupun daerah lainnya.
Menurut catatan riset etnolog yang dilaporkan pada Desember 2021, penutur bahasa Indonesia mencapai 199 juta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.