KOMPAS.com - Kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Josua Hutabarat saat ini masih dalam tahap penyidikan, tetapi memiliki perkembangan yang cukup dinamis.
Beberapa waktu lalu, penyidik meminta Pusat Laboratorium Forensik Polri untuk melakukan tes menggunakan alat pendeteksi kebohongan atau lie detector terhadap sejumlah tersangka dan saksi.
Dari lima pemeriksaan, polisi menyatakan bahwa tiga orang membuat pernyataan dengan jujur. Mereka adalah Bripka Ricky Rizal, Bharada Richard Eliezer, serta Kuat Ma'ruf.
Namun, seberapa akuratkah penggunaan lie detector dalam mendeteksi kebohongan.
Secara umum, alat apa pun termasuk lie detector tidak bisa digunakan untuk mencari kebenaran, termasuk mengetahui secara pasti apakah seseorang itu berbohong.
Adapun yang dilakukan pihak tertentu menggunakan lie detector adalah untuk mencari indikasi yang biasanya muncul ketika seseorang berbohong.
Indikasi itu antara lain detak jantung, pernapasan, serta aktivitas elektrodermal seperti keringat di jari-jari.
Meski begitu, lie detector bisa digunakan secara efektif dan tingkat akurasinya mencapai 90 persen jika digunakan secara tepat. Ini termasuk metode wawancara, alur, serta pertanyaan yang diajukan.
Simak keterangannya dalam infografik berikut ini: