Berdasarkan verifikasi Kompas.com sejauh ini, informasi ini tidak benar.
KOMPAS.com - Beredar gambar di media sosial yang mengaitkan logo halal terbaru dengan penutup kepala uskup.
Gambar itu menyandingkan logo halal dengan foto seorang uskup dan menteri agama.
Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, klaim dalam gambar itu tidak benar alias hoaks.
Gambar yang mengaitkan logo halal dengan penutup kepala uskup disebarkan oleh akun Facebook ini, ini, ini, ini, ini, ini, ini, ini, dan ini.
Akun-akun tersebut mengunggah gambar serupa yang menyandingkan logo halal terbaru dengan foto Uskup Sanggau Mgr Julius Giulio Mencuccini, CP.
Terdapat pula foto Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam unggahan tersebut.
"Kemenag kembali beraksi jawanisasi logo halal Indonesia," tulis salah satu gambar dengan foto Yaqut.
Berikut narasi yang ditulis oleh salah satu akun:
Subhanallah ternyata selain mirip gunungan wayang,ada yg bilang kubah masjid
Ternyata sama jg dg paus
Bnr2 cerdas sekali beliau
Wahai para kadrun semoga pada melek ya.
Logo halal baru yang diterbitkan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama ditetapkan melalui surat Keputusan Kepala BPJPH Nomor 40 Tahun 2022 tentang Penetapan Label Halal.
Keputusan ini ditandatangani Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham pada 10 Februari 2022.
Logo halal Indonesia terbitan Kemenag berwarna ungu, disertai tulisan halal dalam kaligrafi yang bentuknya menyerupai "gunungan" dalam pewayangan. Di bawah kaligrafi tertera tulisan latin "HALAL INDONESIA".
Dilansir dari Kompas.com, Senin (15/3/2022), Aqil Irham menjelaskan, bentuk dan corak logo halal baru terdiri atas dua objek, yakni gunungan dan motif surjan atau lurik gunungan pada wayang kulit yang berbentuk limas, lancip ke atas.
"Bentuk gunungan itu tersusun sedemikian rupa berupa kaligrafi huruf arab yang terdiri atas huruf Lam Alif, dan Lam dalam satu rangkaian sehingga membentuk kata halal," terang Aqil.
Pihaknya menjelaskan, bentuk logo halal baru memiliki makna bahwa semakin tinggi ilmu dan semakin tua usia, maka manusia harus semakin mengerucut atau semakin dekat ke Sang Pencipta. Dalam budaya Jawa, bentuk ini disebut sebagai golong gilig.