MAGELANG, KOMPAS.com - Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas beberapa waktu lalu mengusulkan agar chatra di Candi Borobudur dipasang. Chatra merupakan semacam penutup yang berada di stupa induk Candi Borobudur.
Menurut Yaqut, pemasangan chatra akan menambah daya tarik Candi Borobudur sebagai
destinasi wisata, serta memperkuat nilai spiritual.
Namun, wacana pemasangan chatra sendiri tidak serta merta disetujui. Para arkeolog meragukan keaslian batu chatra yang saat ini tersimpan di Museum Karmawibhangga. Sehingga, diperlukan sebuah kajian mendalam jika ingin memasang chatra Candi Borobudur.
Dilansir Tribun Jogja, Ketua Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) Marsis Sutopo menuturkan, dibutuhkan kajian mendalam untuk mengetahui keaslian batu chatra Candi Borobudur.
Sebab, batu chatra tersebut terindikasi berasal dari tiga masa yang berbeda. Dugaannya, batu asli pada masa abad ke-8, batu pengganti pada masa pemugaran Van Erp (1907), serta batu ketika pemugaran 1973.
Menurut Marsis, pada masa pemugaran Van Erp tahun 1907-1911 pernah dipasang rekonstruksi chatra dengan sebagian batu baru. Namun, rencana itu batal dilakukan dan akhirnya dicopot dari stupa induk.
Marsis menuturkan, permintaan untuk memasang chatra di stupa Candi Borobudur sudah pernah muncul pada 2009 dan 2018.
Namun, saat dilakukan kajian diputuskan bahwa chatra Candi Borobudur tidak layak dipasang.
Kesaksian pemugaran 1973
Werdi, salah satu pelaku yang menjadi pekerja pemugaran tahap dua Candi Borobudur 1973-1983, juga meragukan keaslian batuan chatra yang saat ini berada di Museum Karmawibhangga.
Menurut Werdi, saat ikut memugar Candi Borobudur pada 1973, batu chatra yang tidak jadi dipasang oleh Van Erp menumpuk di sebelah barat candi.
"Pada waktu pemugaran 1973, batu chatra tersebut dikumpulkan di sebelah barat candi. Waktu itu batu sudah berserakan," ujar pria berusia 69 tahun itu saat ditemui di rumahnya, Dusun Sangen, Desa Candirejo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang Senin (7/8/2023) malam.
Menurut dia, saat pemugaran Candi Borobudur pada 1973 tidak ada rencana untuk memasang chatra.
Bahkan Werdi mendengar, Profesor R Soekmono yang merupakan pemimpin proyek pemugaran 1973 mengatakan batu chatra yang menumpuk di sekitar candi tidak asli.
"Pak Soekmono mengatakan bahwa itu bukan aslinya. Pada waktu itu saya mendengar Pak Soekmono mengatakan, ini (batu chatra) kalau mau dibawa pulang untuk pondasi rumah juga boleh," ujar Werdi
Batu chatra tersebut lantas disimpan di Museum Karmawibhangga hingga kini.
Diceritakan Werdi, pada 2018 ia pernah diminta untuk menyetel atau menyusun batu chatra yang sudah terpisah oleh Balai Konservasi Borobudur (BKB).
Namun ketika disusun, batu itu tidak bisa menyatu. Padahal batu Candi Borobudur yang asli pasti akan menyatu ketika disusun menggunakan teknik penguncian.
"Pada tahun 2018 saya diajak untuk melakukan kajian. Kemudian saya mencari batu yang motifnya chatra dan ketemu 105 blok. Cuma, waktu saya setel tidak bisa terpasang. Padahal kalau batu Candi Borobudur yang asli atas bawahnya harusnya langsung trep, terpasang tanpa semen," ujarnya.
Setelah dilakukan kajian oleh sejumlah arkeolog dan ahli, pada 2018 diputuskan bahwa batu chatra di Candi Borobudur tidak layak dipasang.
Werdi menduga, beberapa batu chatra yang saat ini ada di Museum Kharmawibangga tidak sepenuhnya asli dan merupakan tambahan saat pemugaran pada masa Van Erp.
"Perkiraan saya, dulu waktu zaman Van Erp chatra dipasang menggunakan semen. Makanya kalau dibersihkan semennya enggak jadi kalau disetel. Kalau batu candi yang asli, dipasang pasti langsung trep," ujarnya.
https://www.kompas.com/cekfakta/read/2023/08/14/140200482/kesaksian-pelaku-pemugaran-borobudur-mengenai-keaslian-batu-chatra