Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

6 Tahun Kasus Penyerangan Novel Baswedan serta Pengungkapannya yang Lambat

KOMPAS.com - Hari ini, Selasa (11/4/2023), menandai enam tahun kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan, saat menjadi penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Usai shalat subuh, Novel berjalan dari masjid menuju rumahnya yang hanya berjarak 50 meter.

Di tengah perjalanan, sebuah sepeda motor mendekatinya. Belum sempat menengok ke arah suara, pengendara motor itu melempari air keras ke arah wajah Novel.

Ia segera dilarikan ke RS Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta, lalu dirujuk ke RS Jakarta Eye Center, Menteng, Jakarta.

Penyerangan itu mengakibatkan kebutaan pada mata sebelah kirinya.

Untuk menjalani perawatan mata yang lebih baik, ia dirawat di Singapore General Hospital. Butuh waktu tiga tahun untuk mengusut kasus penyerangan tersebut.

Pengungkapan kasus butuh tiga tahun

Polisi tidak dapat langsung mengusut tuntas kasus penyerangan, dengan alasan tidak ada rekaman CCTV yang dengan jelas menangkap wajah pelaku.

Polri baru memeriksa Novel pada 14 Agustus 2017, ketika ia masih dirawat di Singapura. Jarak empat bulan setelah kasus penyerangan.

Kemudian, Polda Metro Jaya baru merilis sketsa dua wajah terduga pelaku pada 24 November 2017.

Diwartakan Kompas.com, sketsa itu merupakan hasil kerja tim Australian Federal Police (AFP) dan Pusat Inafis Mabes Polri.

Tak kunjung menemui jalan terang, pengacara, pihak keluarga, dan Novel sendiri melaporkan kasus penyiraman air keras tersebut ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada Januari 2018.

Ketua Komnas HAM RI Ahmad Taufan Damanik menilai bahwa kasus penyiraman air keras ini terorganisir, dengan adanya pembagian peran. Peran itu, menurut dia, mulai dari pemantau, pengintai, sampai eksekutor.

"Tindakan penyiraman ini bukan personal, karena waktu itu sempat dibangun opini bahwa mungkin berhubungan dengan permasalahan pribadi Saudara Novel, tetapi ada kaitan yang erat dengan pekerjaan Saudara Novel sebagai penyidik KPK," kata Taufan dikutip dari situs Komnas HAM.

Komnas HAM membentuk Tim Pemantauan Proses Hukum kasus Novel Baswedan yang mulai bekerja pada awal Maret 2018.

Tim itu baru merilis laporannya pada 21 Desember 2018.

Dalam laporan itu, Komnas HAM meminta Kapolri membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF).

Laporan TGPF

Butuh waktu lama pula untuk menunggu hasil penyelidikan TGPF.

Kasus Novel berlangsung selama dua masa jabatan Kapolri, yakni di masa kepemimpinan Jenderal (Pol) Tito Karnavian dan Jenderal (Pol) Idham Azis.

Dilansir Kompas.com, 18 Juli 2019, berikut sejumlah temuan TGPF atas kasus Novel Baswedan:

  • Adanya kejanggalan sebelum kejadian, ditandai dengan kehadiran orang tak dikenal di rumah Novel pada 5 dan 10 April 2017.
  • Zat kimia yang digunakan untuk menyiram wajah Novel Baswedan yakni asam sulfat (H2SO4).
  • TGPF menyatakan bahwa penyerangan itu dilakukan dengan maksud untuk membuat Novel menderita, bukan membunuhnya.
  • Penyerangan itu diduga merupakan serangan balik atas pengusutan enam kasus high profile yang ditangani Novel. Sehingga, TGPF merekomendasikan Kapolri untuk melakukan pendalaman terhadap kasus korupsi yang ditangani Novel.
  • Polri membentuk tim teknis lapangan yang dipimpin Kapolri Jenderal (Pol) Idham Azis.

Pelaku penyerangan ditangkap

Terdapat dua tersangka pelaku penyiraman air keras, yakni Rahmat Kadir dan Rony Bugis.

Penetapan tersangka baru dilakukan pada Desember 2019, tetapi rekonstruksi kasusnya baru dilakukan pada 7 Februari 2020.

Dikutip dari Kompas.com, 16 Juli 2020, Rahmad Kadir divonis dua tahun penjara, sementara Rony Bugis 1 tahun 6 bulan penjara.

Keduanya terbukti bersalah karena melanggar Pasal 353 Ayat (2) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, subsider Pasal 351 Ayat (2) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Vonis yang dijatuhkan lebih tinggi dari tuntutan jaksa penuntut umum, yakni satu tahun penjara.

Auktor intelektualis belum terungkap

Saat menjabat Ketua Wadah Pegawai (WP) KPK, Yudi Purnomo Harahap menilai, rendahnya tuntutan berdampak pada tidak terpenuhinya jaminan perlindungan HAM.

Ia berpendapat, penyerangan terhadap Novel merupakan tindakan yang direncanakan dan sistematis dengan melibatkan beberapa pihak yang belum terungkap.

Berdasarkan laporan TGPF, penyerangan terhadap Novel berkaitan dengan penanganan perkara yang ditangani Novel.

Perkara yang dimaksud, yakni:

  • Korupsi KTP elektronik
  • Korupsi mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar
  • Korupsi mantan Sekretaris Jenderal Mahkamah Agung Nurhadi
  • Korupsi mantan Bupati Buol, Sulawesi Tengah
  • Korupsi Wisma Atlet.

Novel sendiri yakni bahwa ada keterlibatan aktor intelektual dalam kasusnya.

"Kita bisa lihat investigasi soal ini banyak dilakukan, tim gabungan mengatakan ini terkait tugas-tugas saya sebagai penyidik yang menangani masalah-masalah besar," kata Novel ketika diwawancarai Kompas TV, 30 Desember 2019.

Hal serupa juga disampaikan oleh anggota Tim Advokasi Novel, Alghiffari Aqsa.

Alghiffari merasakan adanya kejanggalan dalam penangkapan pelaku, karena keduanya menyerahkan diri ke polisi.

"Kepolisian harus mengungkap motif pelaku tiba-tiba menyerahkan diri, apabila benar bukan ditangkap. Dan juga harus dipastikan bahwa yang bersangkutan bukanlah orang yang 'pasang badan' untuk menutupi pelaku yang perannya lebih besar," kata Alghiffari, seperti diberitakan Kompas.com, 28 Desember 2019.

Kendati demikian, penyelidikan lebih lanjut atas auktor intelektualis kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan belum kunjung terungkap.

 

https://www.kompas.com/cekfakta/read/2023/04/11/174533782/6-tahun-kasus-penyerangan-novel-baswedan-serta-pengungkapannya-yang

Terkini Lainnya

[HOAKS] Timnas Sepak Bola Indonesia Resmi Lolos Olimpiade Paris 2024

[HOAKS] Timnas Sepak Bola Indonesia Resmi Lolos Olimpiade Paris 2024

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Konten Satire Perlihatkan Wajah Hawa Mirip Taylor Swift

INFOGRAFIK: Konten Satire Perlihatkan Wajah Hawa Mirip Taylor Swift

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Hoaks Foto Perlihatkan McDonald's Terbengkalai, Simak Penjelasannya

INFOGRAFIK: Hoaks Foto Perlihatkan McDonald's Terbengkalai, Simak Penjelasannya

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Video Tsunami di Jepang pada 2011, Bukan 2024

[KLARIFIKASI] Video Tsunami di Jepang pada 2011, Bukan 2024

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Video Perkelahian Antarpekerja Berlokasi di Afrika Barat

[KLARIFIKASI] Video Perkelahian Antarpekerja Berlokasi di Afrika Barat

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Prabowo Tawarkan Bantuan melalui WhatsApp

[HOAKS] Prabowo Tawarkan Bantuan melalui WhatsApp

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Foto Rihanna Hadiri Met Gala 2024

[HOAKS] Foto Rihanna Hadiri Met Gala 2024

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Wasit Terbukti Curang, Laga Indonesia Vs Guinea Diulang

[HOAKS] Wasit Terbukti Curang, Laga Indonesia Vs Guinea Diulang

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Foto Venus Dibuat Pakai Bahasa Pemrograman dan Photoshop

[KLARIFIKASI] Foto Venus Dibuat Pakai Bahasa Pemrograman dan Photoshop

Hoaks atau Fakta
[VIDEO] Hoaks! FIFA Angkat Bicara soal Wasit VAR Indonesia Vs Uzbekistan

[VIDEO] Hoaks! FIFA Angkat Bicara soal Wasit VAR Indonesia Vs Uzbekistan

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Bisakah DPR Menolak Pindah ke IKN dan Tetap Berkedudukan di Jakarta?

INFOGRAFIK: Bisakah DPR Menolak Pindah ke IKN dan Tetap Berkedudukan di Jakarta?

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Tidak Benar 'Time' Tampilkan Donald Trump Bertanduk di Sampul Majalah

INFOGRAFIK: Tidak Benar "Time" Tampilkan Donald Trump Bertanduk di Sampul Majalah

Hoaks atau Fakta
[VIDEO] Benarkah Ada Fenomena Bulan Kembar di Pegunungan Arfak?

[VIDEO] Benarkah Ada Fenomena Bulan Kembar di Pegunungan Arfak?

Hoaks atau Fakta
Fakta Vaksin AstraZeneca: Efektivitas, Keamanan, dan Penggunaan di Indonesia

Fakta Vaksin AstraZeneca: Efektivitas, Keamanan, dan Penggunaan di Indonesia

Data dan Fakta
Pemberantasan Wabah Cacar, dari Teknik Kuno hingga Penemuan Vaksin

Pemberantasan Wabah Cacar, dari Teknik Kuno hingga Penemuan Vaksin

Sejarah dan Fakta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke