KOMPAS.com - Patung Dewa Tan Hu Cin Jin berhasil diselamatkan dari kebakaran Kelenteng Hoo Tong Bio, Kelurahan Karangrejo, Banyuwangi, Jawa Timur, pada Jumat (13/6/2014) pagi.
Tiga patung lain turut diselamatkan, sementara 12 lainnya hangus. Kebakaran itu juga merusak sebagian besar bangunan kelenteng, termasuk aula utama.
Penjaga kelenteng yang mengetahui peristiwa itu telah berusaha memadamkan api, namun tak tertangani. Sejumlah unit mobil pemadam kebakaran datang satu jam kemudian.
Dugaan pun bermunculan terkait penyebab kebakaran itu. Dilansir Kompas.com, awalnya kebakaran diduga karena lilin yang jatuh.
Tapi seorang mantan pengurus kelenteng bernama Bambang Witasa, curiga ada unsur kesengajaan dan tak percaya hanya lilin jatuh yang jadi penyebab api.
Lantaran sudah 230 tahun kelenteng berdiri dan kerap menyelenggarakan acara dengan lebih banyak lilin, namun baru kali ini terjadi kebakaran.
Seiring berjalannya proses penyelidikan, seorang juru kunci sekaligus saksi bernama Mei Giok (52) ditemukan meninggal di kontrakan yang berjarak 300 meter dari kelenteng.
Peristiwa terjadi selang satu bulan sejak kebakaran kelenteng. Kasus itu kian misterius. Apalagi Mei meninggalkan empat surat, yang sebagian menyatakan kekecewaannya pada kinerja pengelola kelenteng dan tuduhan-tuduhan yang diarahkan kepadanya.
Mantan pengurus kelenteng lainnya mengatakan, bahwa Mei memang orang yang dicurigai menyebabkan kebakaran itu dengan sengaja. Kasus pun ditutup oleh kepolisian.
Tridharma dan Tan Hu Cin Jin
Kelenteng Hoo Tong Bio merupakan induk atau ibu dari 8 kelenteng, di Jawa Timur, Bali, dan Lombok, yang mengikuti ajaran Tridharma dan menyembah dewa bernama Tan Hu Cin Jin.
Menurut kajian Universitas Gadjah Mada (UGM), Tridharma di Indonesia dikenal sebagai kepercayaan yang mencakup tiga ajaran kebenaran, yakni Budha, Tao dan Konfusius atau Konghucu.
Meskipun tiga ajaran memiliki kitab sucinya masing-masing, yakni Tri Pitaka, Tao te Ching, dan Kitab Su Si, mereka mendefiniskan diri sebagai satu komunitas keagamaan, yakni Tridharma.
Secara administrasi resmi pemerintah, umat Tridharma kerap disebut sebagai pemeluk Buddha. Namun dari perspektif ritual keagamaan, Tridharma juga mencakup Tao, dan Konghucu.
Dikutip dari buku Hoo Tong Bio Kisah Kelenteng Tertua di Ujung Timur Jawa, karya Ika Ningtyas, Tan Hu Cin Jin dikenal sebagai penyelamat bagi komunitas Tionghoa di Banyuwangi dan sekitarnya.
Nama lainnya adalah Chen Fu Zhen Ren, atau Kongco, yang sosoknya digambarkan sebagai seorang laki-laki. Dari catatan sejarah, dia dan keluarganya diyakini datang ke Indonesia dari Provinsi Guangdong, China.
Kapalnya karam dalam perjalanan dari Batavia, sekarang Jakarta, hingga ia tinggal di Banyuwangi. Sejumlah keajaiban diperlihatkannya, antara lain berjalan kaki menyeberangi Selat Bali ke Banyuwangi.
Kemudian dia pergi ke Tanjung Sembulungan, yang kini masuk kawasan Taman Nasional (TN) Alas Purwo, Kecamatan Tegaldlimo, Banyuwangi.
Di sana Kongco menghilang, yang diyakini telah masuk dalam kondisi moksa atau keluar dari dunia fana. Namun sekitar 40 hingga 50 tahun kemudian, ia muncul lagi.
Dengan kekuatan supernatural, dia menyelamatkan orang-orang yang akan diperbudak. Mereka dikirim ke Batavia menggunakan kapal dari perairan dekat Tanjung Sembulungan.
Sebuah kelenteng dibangun untuk menghormati dan menyembahnya di wilayah Lateng yang kini masuk Kecamatan Rogojampi. Namun serangan penjajah Belanda merusaknya hingga dibangun kembali tahun 1784 oleh komunitas Tionghoa, di lokasi yang sekarang.
Setelah dilanda kebakaran dan pandemi Covid-19, Kelenteng Hoo Tong Bio kembali ramai dikunjungi umat.
Kemeriahan Imlek
Tradisi merayakan Tahun Baru Imlek kembali digelar pengelola Kelenteng Hoo Tong Bio di bulan Januari dan Februari 2023. Pertunjukan Barongsai dilaksanakan pada Sabtu (21/1/2023) malam.
Sekretaris Pengurus Harian Kelenteng Hoo Tong Bio, Alexander Martin Sikwandy mengatakan, pihaknya juga menggelar Chinese street food dan pertunjukan seni.
Dengan selesainya masa kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) diharapkan membuat kegiatan tanggal 2, 3 dan 4 Februari 2023 kembali meriah.
Pihaknya pun menyambut tahun Kelinci Air ini dengan harapan jerih payah yang sudah dilalui sebelumnya, menghasilkan imbalan yang sesuai.
"Kelinci juga melambangkan sebuah kelembutan, keanggunan, dan keindahan. Harapannya semoga di tahun Kelinci Air ini, kita bisa hidup damai, rukun, sejahtera, dan makmur," kata Alex saat dihubungi, Senin (23/1/2023).
https://www.kompas.com/cekfakta/read/2023/01/26/140200882/kisah-hoo-tong-bio-kelenteng-bersejarah-di-banyuwangi