Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Tan Malaka, Pahlawan Nasional dan Bapak Republik yang Terlupakan...

KOMPAS.com - Nama Ibrahim Datuk Tan Malaka memang tidak sepopuler Soekarno atau Mohammad Hatta yang dikenal sebagai proklamator kemerdekaan Indonesia.

Sejak Orde Baru berkuasa, nama Tan Malaka kerap dicap sebagai tokoh komunis dan terlupakan sebagai pahlawan nasional.

Padahal jika menilik sejarah, Tan Malaka punya andil besar dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pria kelahiran Suliki,Sumatera Barat itu merupakan orang yang pertama mencetuskan konsep republik untuk Indonesia.

Konsep republik yang Tan Malaka gagas tersebut ia tuangkan dalam artikel berjudul Naar de Republiek yang diterbitkan pada tahun 1925.

Artikel tersebut ditulis oleh Tan Malaka sebelum Mohammad Hatta menulis Indonesia Vrije (1928), dan Soekarno menulis Mencapai Indonesia Merdeka (1933).

Bahkan brosur Naar de Republiek yang ditulis oleh Tan Malaka disebut menginspirasi dua buku dari Moh Hatta dan Soekarno itu.

Salah satu gagasan penting Tan Malaka adalah sistem pengelolaan bangsa oleh organisasi tunggal yang efisien. Mirip negara sosialis pada umumnya dan tidak meniru sistem Trias Politika Montesquieu.

Muhammad Yamin di surat kabar Ra’jat  22 Desember 1945 menuliskan bahwa Tan Malaka adalah Bapak Republik Indonesia. Pendapat Yamin itu kemudian dituliskan dalam buku Tan Malaka, Bapak Republik Indonesia (1946).

Dalam tulisan panjangnya, Yamin juga mengulas tentang bagaimana perjuangan Tan Malaka bersama pemuda dan buruh dalam melawan imperialisme di tengah berkobarnya semangat perlawanan di Surabaya pada 10 November 1945.

"Bahwa di tengah-tengah nyala api revolusi proletariat Indonesia terutama di Kota Surabaya tampak tersembunyi ikut berjuang dengan buruh dan pemuda gagah-perwira di bawah kibaran Merah-Putih panji-panji kedaulatan internasional seorang putera Indonesia yang berumur kira-kira lima puluh tahun dengan nama Ibrahim dan memikul gelar-warisan Tan Malacca, bapak Republik Indonesia," tulis Yamin.

Namun dalam tulisannya itu, Yamin tidak terlalu banyak membicarakan tentang riwayat kehidupan Tan Malaka, mengingat kurangannya bahan dan pengetahuan dari sumber pertama.

Sejarawan asal Belanda, Harry Poeze menuturkan, Tan Malaka pantas mendapat gelar kehormatan sebagai Bapak Republik Indonesia, seperti tulisanmya dalam brosur Naar de Republiek  tahun 1925. 

Hal itu Harry Poeze tulis dalam bukunya yang berjudul Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia Jilid 1 (2008).

“Ia lebih besar dari Plato yang hanya menciptakan 'Republik' di atas kertas. Tan Malaka ‘Bapak Republik’ yang paling mutakhir di dunia dan berdiri sangat dekat dengan Masaryk, Lenin, dan Washington," tulis Harry Poeze.

Kepandaian Tan Malaka dalam strategi politik pun pernah membuat Soekarno berpikir akan menunjuknya sebagai pengganti presiden, setelah Soekarno dan Hatta disebut-sebut akan diadili oleh Sekutu.

Akan tetapi, selama hidupnya Tan Malaka lebih banyak terlibat dalam gerakan bawah tanah dibandingkan tampil di depan secara terbuka. Berpuluh-puluh tahun ia menjadi buron baik di luar negeri maupun di Indonesia oleh orang yang tidak suka dengan gagasannya.

Dalam pandangan Harry Poeze, pengalaman hidup berpuluh-puluh tahun diburu oleh agen rahasia negeri-negeri imperialis telah membuat Tan Malaka menjadi orang yang selalu waspada dan tertutup.

Merdeka Seratus Persen

Bagi Tan Malaka kemerdekaan harus diperoleh seratus persen, tidak bisa melalui perundingan dengan penjajah. Pertempuran Surabaya telah meyakinkan Tan Malaka bahwa kemerdekaan harus diperjuangkan dalam revolusi rakyat.

Sejarawan Bonnie Triyana dalam buku Tan Malaka Bapak Republik yang Dilupakan (2010) menyebut bahwa sebenarnya ada dua kesempatan yang ditawarkan kepada Tan Malaka untuk tampil di panggung politik. Namun Tan Malaka menolaknya.

Tan Malaka menolak tawaran Soekarno untuk jabatan tidak resmi di luar kabinet pertama yang telah dilantik pada 4 September 1945. Tan Malaka menolak tawaran tersebut karena pemerintah dianggap masih berkolaborasi dengan Jepang.

Kemudian Tan Malaka juga menolak tawaran Sjahrir menjadi Ketua Partai Sosialis karena alasan tidak mau satu partai dengan orang-orang yang masih berkompromi dengan kapitalis-imperialis.


Tan Malaka menjadi sosok yang menentang keras politik diplomasi pemerintahan Sjahrir. Ia pun lantas dituduh sebagai dalang penculikan Sjahrir pada 3 Juli 1946 di Solo.

Atas tuduhan itu ia ditahan tanpa peradilan. Baru kemudian pada September 1948 ia dibebaskan.

Setelah bebas, Tan Malaka melakukan perjanan ke Kediri pada 1949, namun di sana ia akhirnya mengembuskan nafas terakhirnya.

Tan Malaka tewas dibunuh militer Indonesia di Desa Selopanggung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri, Jawa Timur.

Dibunuhnya Tan Malaka tidak lepas dari sikapnya yang menentang keras sikap kompromi Pemerintah Indonesia dengan Belanda. Sehingga Tan Malaka harus disingkirkan.

Harry A. Poeze dalam buku Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia Jilid 4 (2014) mengungkapkan eksekusi terhadap Tan Malaka atas perintah Letda Soekotjo dari Batalion Sikatan Divisi Brawijaya.

Letda Soekotjo merupakan orang yang berpendapat keras bahwa Tan Malaka harus dibunuh.

Makam Tan Malaka yang tewas di Desa Selopanggung pertama kali diungkap oleh Harry Poeze setelah adanya buku terbitan Belanda yang mengkisahkan tentang kematian Tan Malaka.

Pada 2007 ia pergi ke Indonesia untuk mempresentasikan buku tersebut dan melakukan penelitian untuk mencari letak makam Tan Malaka dengan tepat.

https://www.kompas.com/cekfakta/read/2022/11/14/075700582/tan-malaka-pahlawan-nasional-dan-bapak-republik-yang-terlupakan-

Terkini Lainnya

Kilas Balik Pekan Raya Jakarta, dari Monas ke Kemayoran

Kilas Balik Pekan Raya Jakarta, dari Monas ke Kemayoran

Sejarah dan Fakta
[HOAKS] Cara Menghemat Elpiji dengan Mengelem Karet Tabung

[HOAKS] Cara Menghemat Elpiji dengan Mengelem Karet Tabung

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Bukti Rekaman CCTV Linda Terlibat Kasus Pembunuhan Vina

[HOAKS] Bukti Rekaman CCTV Linda Terlibat Kasus Pembunuhan Vina

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Konten Satire soal Elon Musk Luncurkan Ponsel Pesaing iPhone

INFOGRAFIK: Konten Satire soal Elon Musk Luncurkan Ponsel Pesaing iPhone

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Artikel FBI Prediksi Sosiopat Berdasarkan Perilaku Pemain Gim

[HOAKS] Artikel FBI Prediksi Sosiopat Berdasarkan Perilaku Pemain Gim

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Beredar Manipulasi Foto Bangkai Pesawat Malaysia Airlines MH370

INFOGRAFIK: Beredar Manipulasi Foto Bangkai Pesawat Malaysia Airlines MH370

Hoaks atau Fakta
Manipulasi Foto Bernada Satire soal Produk Mayones 'Gayo'

Manipulasi Foto Bernada Satire soal Produk Mayones "Gayo"

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Foto Kota Tersembunyi di Balik Tembok Es Antarktika

[HOAKS] Foto Kota Tersembunyi di Balik Tembok Es Antarktika

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Pesan Berantai soal Whatsapp Gold dan Video Martinelli

[HOAKS] Pesan Berantai soal Whatsapp Gold dan Video Martinelli

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Iptu Rudiana Ditetapkan Tersangka Kasus Pembunuhan Vina

[HOAKS] Iptu Rudiana Ditetapkan Tersangka Kasus Pembunuhan Vina

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Video Erupsi Gunung Ruang, Bukan Anak Krakatau

[KLARIFIKASI] Video Erupsi Gunung Ruang, Bukan Anak Krakatau

Hoaks atau Fakta
Sejarah Kepulauan Falkland yang Diperebutkan Inggris dan Argentina

Sejarah Kepulauan Falkland yang Diperebutkan Inggris dan Argentina

Sejarah dan Fakta
[HOAKS] PSSI Putuskan Timnas Tidak Akan Ikut Piala AFF

[HOAKS] PSSI Putuskan Timnas Tidak Akan Ikut Piala AFF

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Hoaks Lingkaran Merah pada Tabung Gas Elpiji 3 Kg Tanda Keamanan, Cek Faktanya

INFOGRAFIK: Hoaks Lingkaran Merah pada Tabung Gas Elpiji 3 Kg Tanda Keamanan, Cek Faktanya

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Pengibaran Bendera Palestina di Milan Bukan Dilakukan Menteri Italia

INFOGRAFIK: Pengibaran Bendera Palestina di Milan Bukan Dilakukan Menteri Italia

Hoaks atau Fakta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke