Rusia menuding Google News menyajikan informasi tidak autentik tentang konflik antara Rusia dan Ukraina.
Tindakan yang diambil Roskomnadzor atas dasar permintaan dari kantor jaksa agung Rusia.
“Sumber berita online Amerika yang bersangkutan menyediakan akses ke berbagai publikasi dan materi yang berisi informasi yang tidak autentik dan penting bagi publik tentang jalannya operasi militer khusus di wilayah Ukraina,” ujar pihak Roskomnadzor, dikutip dari Al Jazeera, Jumat (24/3/2022).
Kebijakan terbaru Google
Larangan dan pembokliran itu diumumkan tak lama setelah Google memutuskan untuk tidak mengizinkan pengguna di seluruh dunia memonetisasi konten yang mengeksploitasi, menolak, atau mewajarkan perang.
Google juga tidak mengizinkan penyebaran ancaman di YouTube yang bersifat teror atau mengancam kehidupan dan kesehatan warga Rusia.
Kebijakan baru Google memengaruhi situs web, aplikasi, atau saluran YouTube di mana pendapatan iklan yang dikelola oleh mesin pencari tidak akan muncul dalam konten yang berisi kekerasan.
Dilansir dari The Guardian, Jumat (24/3/2022), Google telah mengambil tindakan terhadap media yang didanai pemerintah Rusia pada akhir Februari, serta menghentikan semua iklan untuk pengguna Rusia awal bulan ini.
Larangan terbaru itu pun mengurangi pendanaan untuk media barat yang mendukung Rusia, bahkan jika mereka tidak memiliki ikatan keuangan yang jelas dengan negara itu sendiri.
Dampak pemblokiran
Roskomnadzor terus mengambil tindakan perlawanan terhadap raksasa internet yang berbasis di Amerika Serikat (AS), terutama sejak invansi militer Rusia ke Ukraina diumumkan pada 24 Februari 2022.
Bahkan, awal bulan Maret 2022, Putin telah menandatangani undang-undang penyebaran "berita palsu" tentang militer Rusia.
Bagi warga Rusia yang kedapatan menyebar "berita palsu" tentang militer Rusia, maka terancam hukuman penjara hingga 15 tahun.
Rob Nicholls, seorang profesor di bidang regulasi dan tata kelola di Sekolah Bisnis Universitas New South Wales mengatakan, pemblokiran Google News oleh Rusia, mencerminkan pengaruh dan jangkauan layanan yang signifikan.
"Kemungkinan pemblokiran geografis serupa akan diperluas ke jaringan besar lainnya saat Moskow mencoba mengendalikan narasi konflik. Sulit untuk menggambarkan konflik tersebut sebagai operasi khusus ketika Google News menyediakan akses ke perkiraan korban Rusia dari NATO, " ujar Nicholls.
Media sosial juga diblokir
Tidak hanya Google, pemblokiran juga dialami oleh raksasa media sosial, Meta.
Seminggu setelah Rusia menginvasi Ukraina, Roskomnadzor memblokir Facebook dan Twitter sebagai balasan karena kedua platform tersebut menghapus akun media pemerintah Rusia dan Sputnik dari platform.
Mereka menyebut bahwa ada 26 kasus “diskriminasi” terhadap media Rusia oleh Facebook sejak Oktober 2020.
Awalnya, larangan atau pemblokiran itu hanya berlaku untuk Facebook saja. Namun, pemblokiran berlaku untuk media sosial lain di bawah perusahaan Meta, yakni WhatsApp dan Instagram.
Pada Senin (21/3/2022), pengadilan Rusia melarang akses media sosial di bahah naungan Meta, setelah perusahaan itu dituding bertanggung jawab atas kegiatan ekstrimis di Rusia.
Keputusan itu muncul setelah perusahaan induk Meta memutuskan pada awal Maret 2022, bahwa pihaknya tidak akan melonggarkan kebijakan terkait ujaran kebencian yang memungkinkan pengguna di Ukraina mengekspresikan sentimen kekerasan terhadap para pemimpin dan tentara Rusia dalam konteks perang yang sedang berlangsung.
Meta mengizinkan konten tersebut karena menilai itu adalah bagian dari gelombang aktivisme.
Nick Clegg, presiden urusan global di Meta, kemudian mengklarifikasi bahwa kebijakan itu difokuskan untuk melindungi hak bicara dan berekspresi sebagai reaksi warga Ukraina atas invasi militer ke negara mereka.
Perusahaan Meta menegaskan, pihaknya masih tidak akan mengizinkan seruan untuk melakukan kekerasan terhadap warga sipil Rusia.
https://www.kompas.com/cekfakta/read/2022/03/25/124516282/rusia-blokir-google-news-karena-informasinya-dituding-tidak-autentik