Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eksklusif Emas Olimpiade Tontowi Ahmad - Gagal Total, Damai tapi Gersang dengan Butet, lalu Bangkit...

Kompas.com - 21/07/2021, 06:07 WIB
M. Hafidz Imaduddin,
Eris Eka Jaya

Tim Redaksi

Bulu Tangkis dan Tradisi Emas Olimpiade, Lanjutkan Indonesia Bisa!

Wawancara Eksklusif Jurnalis Kompas.com M Hafidz Imaduddin bersama Legenda Bulu Tangkis Indonesia Tontowi Ahmad (Bagian 1)

KOMPAS.com - Tontowi Ahmad adalah salah satu mantan atlet bulu tangkis Indonesia yang pernah meraih medali emas Olimpiade.

Bersama Liliyana Natsir, Tontowi Ahmad meraih medali emas Olimpiade ganda campuran di Rio de Janeiro, Brasil, pada 2016.

Perjuangan Owi/Butet untuk bisa meraih medali emas Olimpiade Rio 2016 tidaklah mudah.

Sebelum ke Brasil, Tontowi/Liliyana sudah pernah tampil bersama di Olimpiade saat London menjadi tuan rumah edisi 2012.

Hasilnya, pasangan yang akrab disapa Owi/Butet itu gagal total meski sudah melaju hingga ke semifinal. Tradisi emas bulu tangkis Indonesia yang sudah terjaga sejak 1992 pada akhirnya harus terhenti pada 2012 di London, Inggris.

Setelah gagal total di Olimpiade London 2012, Owi/Butet berhasil bangkit dengan mempertahankan All England, menjadi juara dunia, dan meraih sejumlah gelar superseries pada 2013.

Menjelang Olimpiade Rio 2016, Owi/Butet sempat diterpa isu keretakan hubungan. Rumor itu muncul setelah Owi/Butet gagal meraih satu pun gelar superseries sepanjang 2015.

Pada tahun tersebut, Owi/Butet tercatat kalah enam kali dari rival terberat mereka asal China, Zhang Nan/Zhao Yun Lei.

Baca juga: Dari Susy untuk Gregoria: Di Olimpiade, Segala Sesuatu Bisa Terjadi...

Isu keretakan hubungan ditambah memori kegagalan Olimpiade London 2012 membuat Owi/Butet tidak terlalu dijagokan ketika berangkat ke Brasil. Namun, Owi/Butet berhasil membungkam publik yang meragukan kemampuan mereka.

Owi/Butet tampil sangat solid dengan catatan selalu menang straight game sejak fase grup hingga berhasil meraih medali emas Olimpiade Rio 2016.

Medali emas Olimpiade Rio 2016 itu sangat spesial karena dipersembahkan Owi/Butet pada hari ulang tahun Republik Indonesia, 17 Agustus.

Kepada KOMPAS.com, Tontowi Ahmad menceritakan bagaimana perjuangannya bersama Liliyana Natsir bangkit dari kegagalan di Olimpiade London 2012 hingga berhasil menebusnya dengan medali emas Olimpiade Rio 2016.

Berikut adalah wawancara eksklusif KOMPAS.com dengan Tontowi Ahmad pada Jumat (2/6/2021):

1. Bagaimana kabarnya? Apa kesibukan sekarang?

Kabar baik. Alhamdulillah sehat. Kesibukannya sekarang masih badminton saja. Cari keringat. Sekarang lagi sibuk sebagai Technical Advisor PB Djarum. Setelah pensiun, saya langsung kembali ke PB Djarum.

2. Pada Olimpiade London 2012, Anda adalah seorang debutan. Di sisi lain, Liliyana Natsir sebelumnya sudah pernah meraih medali perak Olimpiade Beijing 2008 bersama Nova Widianto. Bagaimana perasaan Anda saat itu?

Walau waktu itu saya debut, kondisi kami (bersama Liliyana Natsir) sedang prima. Harapan dan angan-angan waktu itu sangat tinggi (untuk meraih medali emas).

Namun, meskipun kondisi fisik prima, mungkin secara mental kami belum siap. Ekspektasi kepada kami saat itu sangat tinggi. Kami ditargetkan untuk meraih medali emas.

Waktu sudah masuk delapan besar, kami menjadi satu-satunya wakil Indonesia yang tersisa. Jadi, beban kami semakin tinggi atau banyak.

Mungkin waktu itu kami belum bisa mengontrol itu. Jadi, pada akhirnya, jangankan emas, kami tidak bisa membawa pulang medali.

3. Jadi, apakah penyebab kegagalan Owi/Butet pada Olimpiade 2012 adalah faktor mental?

Mungkin penyebab kegagalan kami waktu itu bukan mental bertanding, melainkan faktor psikologis. Waktu itu kami berpikir harus memenuhi target meraih medali emas. Tekanan (untuk meraih medali emas) kepada kami waktu itu sangat besar.

Jadi, mungkin kami saat itu belum bisa mengelola tekanan atau ekspektasi itu. Peluang kami saat itu memang besar. Kami saat itu juga unggul secara head to head dengan lawan-lawan kami.

Namun, meskipun secara fisik dan performa sangat prima, kami ternyata tidak mampu mengelola tekanan-tekanan itu.

Baca juga: Alan Budikusuma - Emas Olimpiade Indonesia Bermula dari Mimpi, lalu...

4. Setelah gagal di Olimpiade London 2012, performa Owi/Butet fluktuatif atau naik turun. Bahkan, Owi/Butet tidak mampu meraih satu pun gelar turnamen BWF kategori Super Series sepanjang 2015. Apa penyebabnya?

Setelah Olimpiade London 2012, performa kami pada 2013 itu sebenarnya meningkat. Kami saat itu berhasil meraih gelar juara All England, Kejuaraan Dunia, dan beberapa Super Series.

Sampai setelah Asian Games 2014, performa kami mulai menurun. Menurut saya, penyebab penurunan performa kami setelah Asian Games 2014 adalah faktor internal, antara saya dan Liliyana Natsir.

Mungkin ada faktor nonteknis. Saya waktu itu yang terbiasa menerima masukan atau kritikan, intinya ada faktor ego di situ. Ego saya dan Liliyana Natsir saat itu sangat tinggi. Mungkin itulah yang menjadi penyebab mengapa permainan kami berantakan (setelah Asian Games 2014).

Sebenarnya, performa kami waktu itu tidak terlalu menurun. Kami tidak pernah tersingkir pada babak pertama atau kedua turnamen. Pada 2015, performa kami dibilang menurun karena tidak berhasil meraih gelar juara. Padahal, kami sering lolos ke babak semifinal atau final turnamen.

Saat itu, lawan yang berhasil mengalahkan kami juga tidak banyak. Mungkin yang paling sering mengalahkan kami adalah Zhang Nan/Zhao Yunlei (China). Jadi, penyebab penurunan performa kami saat itu adalah buruknya kebersamaan dan komunikasi saya dengan Liliyana Natsir. Hal itu mungkin juga dimanfaatkan lawan untuk mengalahkan kami.

5. Bagaimana reaksi atau tindakan tim pelatih ketika melihat performa Owi/Butet menurun sepanjang 2015?

Kalau dari tim pelatih, mereka tidak pernah menghakimi atau menyalahkan kami. Tidak pernah. Mereka hanya selalu mengevaluasi performa kami. Itu bagusnya pelatih kami (Richard Mainaky).

Beliau tidak pernah menyalahkan pemain. Beliau justru selalu menyalahkan diri sendiri. Richard Mainaky selalu melakukan koreksi dan mencari tahu apa saja penyebab kekalahan kami.

Ganda campuran Indonesia, Tontowi Ahmad (kiri)/Liliyana Natsir, berekspresi pasrah saat menerima kekalahan dari Praveen Jordan/Vita Marissa, pada babak final Yonex-Sunrise Indonesia Open Grand Prix Gold 2013, di GOR Amongraga, Yogyakarta, Minggu (29/9/2013). BADMINTONINDONESIA.ORG Ganda campuran Indonesia, Tontowi Ahmad (kiri)/Liliyana Natsir, berekspresi pasrah saat menerima kekalahan dari Praveen Jordan/Vita Marissa, pada babak final Yonex-Sunrise Indonesia Open Grand Prix Gold 2013, di GOR Amongraga, Yogyakarta, Minggu (29/9/2013).

6. Menjelang Olimpiade 2016, Richard Mainaky memutuskan untuk memanggil psikolog serta dua legenda bulu tangkis Indonesia yang pernah bermain di Olimpiade, yakni Christian Hadinata dan Minarti Timur, untuk mendampingi Owi/Butet. Apa alasan dan dampak dari keputusan Richard Mainaky itu terhadap Owi/Butet?

Kalau ditarik kembali, hubungan saya dan Liliyana Natsir itu seperti damai, tetapi gersang pada 2015. Hubungan saya dan Liliyana Natsir terlihat baik-baik saja dari luar. Namun, sebenarnya ada banyak masalah di dalamnya.

Mungkin faktor itulah yang menjadi penyebabnya (Richard Mainaky memanggil psikolog, Christian Hadinata, dan Minarti Timur untuk mendampingi Owi/Butet menjelang Olimpiade 2016).

Sebelum tampil di Olimpiade, seorang pemain itu harus siap luar dalam. Kami tidak hanya harus mempersiapkan sisi-sisi teknis, melainkan juga sisi-sisi nonteknis. Kehadiran psikolog, Christian Hadinata, dan Minarti Timur, sangat membantu kami.

Setelah saya berbicara dengan psikolog dan Christian Hadinata, komunikasi saya dengan Liliyana Natsir kembali baik. Begitu juga sebaliknya, komunikasi kami membaik setelah Liliyana Natsir berbicara dengan Minarti Timur dan psikolog.

7. Bagaimana persiapan teknis Owi/Butet sebelum Olimpiade 2016. Apakah ada perbedaan dengan persiapan menuju Olimpiade 2012?

Persiapan kami menuju Olimpiade 2016 tentu sangat berbeda dengan sebelumnya (2012). Menuju Olimpiade 2016, porsi latihan saya bertambah dari awalnya hanya dua atau tiga kali menjadi empat sampai lima kali.

Dari sisi waktu juga bertambah, dari awalnya hanya dua atau tiga jam menjadi empat sampai lima jam dalam satu sesi latihan.

Menjelang Olimpiade 2016, saya saat itu merasa sudah sangat siap luar dalam dari segi psikis maupun teknis.

Baca juga: EKSKLUSIF Rexy Mainaky - Kalau Dengar Juara Olimpiade, Reaksi Orang Berbeda...

8. Pada Olimpiade 2016, Owi/Butet tampil sangat solid selalu menang straight game dari fase grup hingga berhasil meraih medali emas. Apa momen kunci yang membuat Owi/Butet seperti bersatu lagi saat Olimpiade 2016?

Jadi, sebelum berangkat ke Brasil, kami ada pemusatan latihan di Kudus. Saat pemusatan latihan itu, ada sesi pertemuan dengan Christian Hadinata dan Minarti Timur.

Dalam pertemuan itu, kami mendapat banyak wejangan dan masukan. Sampai akhirnya ada satu perkataan Christian Hadinata dan Minarti Timur yang menggugah kami.

Perkataan itu adalah, 'Owi/Butet kalian di lapangan itu seperti pasangan suami istri. Kalian adalah soulmate. Kalian tidak bisa sendiri-sendiri. Kalian adalah pasangan ganda campuran. Tidak bisa sendiri-sendiri. Di lapangan, kalian harus memperlakukan pasangan kalian seperti layaknya orang yang sedang berpacaran. Jadi, apa pun keadaannya kalian harus mengerti satu sama lain'.

Pasangan ganda campuran Indonesia, Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir, berfoto dengan medali emas Olimpiade Rio yang dimenangi setelah mengalahkan wakil Malaysia, Chan Peng Soon/Goh Liu Ying Goh, 21-14, 21-12, pada laga final di Riocentro Pavilion 4, Rio de Janeiro, Brasil, (17/8/2016).GOH CHAI HIN/AFP PHOTO Pasangan ganda campuran Indonesia, Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir, berfoto dengan medali emas Olimpiade Rio yang dimenangi setelah mengalahkan wakil Malaysia, Chan Peng Soon/Goh Liu Ying Goh, 21-14, 21-12, pada laga final di Riocentro Pavilion 4, Rio de Janeiro, Brasil, (17/8/2016).

Mendengar perkataan itu, kami tergugah. Ternyata kami harus saling mengisi. Ketika saya bermain buruk, Liliyana Natsir akan menutupi kekurangan saya. Ketika Liliyana Natsir sedang emosi, saya harus segera meredam itu.

Setelah pertemuan itu, permainan saya dan Liliyana Natsir langsung berubah membaik. Kami tidak pernah kalah saat latihan.

Kami selalu menang meskipun menghadapi tiga pemain, empat pemain, atau bahkan ganda putra, ketika latihan. Persiapan kami menuju Olimpiade 2016 itu sangat bagus. Kami saat itu seperti berani menghadapi siapa pun. Pada akhirnya, kami berhasil meraih medali emas Olimpiade Rio 2016.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Championship Series Bali United Vs Persib, Laga Tak Mudah Kedua Tim

Championship Series Bali United Vs Persib, Laga Tak Mudah Kedua Tim

Liga Indonesia
4 Laga Final Persib di Championship Series, Fisik dan Finishing Diasah

4 Laga Final Persib di Championship Series, Fisik dan Finishing Diasah

Liga Indonesia
Sikap Stefano Pioli Usai Ultras AC Milan Lakukan Protes Aksi Bisu

Sikap Stefano Pioli Usai Ultras AC Milan Lakukan Protes Aksi Bisu

Liga Italia
Jadwal Semifinal Liga Champions: PSG Vs Dortmund, Bayern Vs Real Madrid

Jadwal Semifinal Liga Champions: PSG Vs Dortmund, Bayern Vs Real Madrid

Liga Champions
Susy Susanti Bangga Perjuangan Indonesia di Thomas dan Uber Cup 2024

Susy Susanti Bangga Perjuangan Indonesia di Thomas dan Uber Cup 2024

Badminton
Guinea Serius Tatap Indonesia, Panggil Eks Barcelona dan Tunjuk Pelatih Senior

Guinea Serius Tatap Indonesia, Panggil Eks Barcelona dan Tunjuk Pelatih Senior

Timnas Indonesia
Tour of Turkiye Jadi Bukti Sepak Terjang Brand Asal Indonesia bersama Atlet Balap Sepeda Internasional

Tour of Turkiye Jadi Bukti Sepak Terjang Brand Asal Indonesia bersama Atlet Balap Sepeda Internasional

Sports
Piala Asia U17 Wanita 2024, Tekad Satoru Mochizuki untuk Garuda Pertiwi

Piala Asia U17 Wanita 2024, Tekad Satoru Mochizuki untuk Garuda Pertiwi

Timnas Indonesia
Playoff Olimpiade Paris 2024, 4 Perbandingan Indonesia dan Guinea

Playoff Olimpiade Paris 2024, 4 Perbandingan Indonesia dan Guinea

Timnas Indonesia
Lando Norris Menangi Balapan F1 Kali Pertama, Asapi Verstappen

Lando Norris Menangi Balapan F1 Kali Pertama, Asapi Verstappen

Internasional
Ester Nurumi Bersyukur, Bangga, dan Petik Pelajaran di Piala Uber 2024

Ester Nurumi Bersyukur, Bangga, dan Petik Pelajaran di Piala Uber 2024

Badminton
Perjuangan Luar Biasa Para Srikandi Merah Putih di Piala Uber 2024

Perjuangan Luar Biasa Para Srikandi Merah Putih di Piala Uber 2024

Badminton
Apresiasi untuk Perjuangan Tim Thomas-Uber Indonesia

Apresiasi untuk Perjuangan Tim Thomas-Uber Indonesia

Badminton
Klok Lihat Marselino Kerja Keras untuk Negara, Sesalkan Warganet yang Asal Bicara

Klok Lihat Marselino Kerja Keras untuk Negara, Sesalkan Warganet yang Asal Bicara

Liga Indonesia
Hasil dan Klasemen Liga Italia: Roma Vs Juventus 1-1, Milan Imbang

Hasil dan Klasemen Liga Italia: Roma Vs Juventus 1-1, Milan Imbang

Liga Italia
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com