KOMPAS.com - Peraih medali emas Olimpiade Athena 2004, Taufik Hidayat, meminta Anthony Sinisuka Ginting dan Jonatan Christie memaksimalkan kesempatan di Paris.
Mantan pebulu tangkis tunggal putra itu menjadi bagian tim Ad Hoc PBSI Olimpiade Paris 2024 yang akan berlangsung pada 26 Juli-11 Agustus 2024.
Taufik bergabung dengan deretan pemilik emas Olimpiade lainnya seperti Susy Susanti, Candra Wijaya, Tontowi Ahmad, Liliyana Natsir, dan Greysia Polii.
Eks pemain yang terkenal dengan backhand smash-nya itu akan mementori dua tunggal putra Indonesia yang berpotensi ke Olimpiade Paris, yakni Anthony Ginting dan Jonatan Christie.
Ginting dan Jonatan saat ini berada di zona aman Race to Olympic. Ginting menempati peringkat keenam, sedangkan Jonatan ada di urutan kesembilan.
Setiap negara wajib memiliki dua pemain di posisi 16 besar untuk sektor tunggal putra dan putri agar bisa meloloskan 2 wakil ke Olimpiade Paris 2024.
Taufik pun berharap Ginting dan Jonatan mampu mengerahkan semua kemampuan selama kualifikasi hingga bertanding di Olimpiade.
Pasalnya, tidak ada jaminan mereka bisa kembali beraksi di Olimpiade 2028 yang rencananya berlangsung di Los Angeles.
"Saya berharap mereka juga menganggap ini Olimpiade terakhir. Belum tentu mereka 4 tahun lagi main di Olimpiade. Ini kesempatan paling besar," tutur Taufik kepada media termasuk Kompas.com di Pelatnas PBSI, Jakarta Timur, Selasa (27/2/2024).
Taufik juga mengingatkan bahwa peringkat bukan patokan saat bertanding. Ia pernah membuktikan hal tersebut di Olimpiade Athena 2004.
Pada Olimpiade Athena 2004, ada dua tunggal putra Indonesia yang lolos yaitu Sony Dwi Kuncoro dan Taufik Hidayat.
Dilansir dari laman BWF, Sony Dwi Kuncoro saat itu termasuk dalam delapan pemain yang berstatus unggulan bersama Lin Dan (China) hingga Peter Gade (Denmark).
Lin Dan yang kala itu berstatus unggulan pertama justru kalah pada babak 32 besar dari pemain Singapura, Ronald Susilo.
Bukan hanya Super Dan yang gugur, para pemain favorit juga berjatuhan hingga menyisakan Shon Seung-mo yang saat itu diunggulkan di tempat ketujuh.
Sementara, Taufik yang tak diunggulkan menjadi batu sandungan para jagoan termasuk Peter Gade dan Shon Seung-mo di final.
Pada akhirnya Taufik berhasil membuktikan bahwa ranking bukan patokan dan berhasil membawa pulang medali emas.
"Saya tidak bisa membandingkan sekarang dan dulu karena (situasinya) beda banget. Dulu sebelum masuk Olimpiade saya pernah keluar dari PBSI, saya pernah ke Singapura," katanya.
"Tantangan saya cuma satu, pelatih saya bilang (Mulyo Handoyo) masih mau main di Olimpiade apa tidak. Saya bilang mau," katanya.
"Dulu saya hampir tidak masuk Olimpiade karena ada di ranking 17 saat penentuan. Kebetulan (pemain) Korea keluar satu, jadi saya naik ke-16," ucap Taufik.
"Makanya saya bilang ranking tidak menentukan. Saat itu Lin Dan ranking satu pada tahun 2004," ungkap Taufik.
"Kami (mentor) hanya membantu. Apalagi, Ginting punya pengalaman medali (perunggu) di Olimpiade sebelumnya dan harus lebih termotivasi," imbuhnya.
https://www.kompas.com/badminton/read/2024/02/28/12000048/tak-ada-jaminan-ke-la-2028-olimpiade-paris-2024-jadi-peluang-besar