Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

"Goedel, Escher, Bach", dan Hofstadter

Kompas.com - 30/10/2023, 18:22 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SAYA tak henti takjub atas daya pikir serta daya ungkap pemikiran Douglas Richard Hofstadter yang tertuang di dalam buku non fiksi agak beraroma fiksi dengan judul “Goedel, Escher, Bach” dan sub judul “An Eternal Golden Braid” berbumbu komentar “A metaphorical fugue on minds and machines in the spirit of Lewis Carrol”.

Magnus opus sang guru besar fisika, sains kognitif dan sastra komparatif Universitas Indiana, Bloomington meraih anugerah Pulitzer dan American Book Award pada 1979.

Mahabuku tersebut memperoleh aneka ragam tafsir dari berbagai pihak, sementara sang mahapenulis memiliki tafsir diri sendiri yang kemudian dibukukan pada 2007 dengan judul “I Am A Strange Loop” .

Secara subyektif sebagai seorang pembelajar logika, matematika, seni rupa dan seni musik saya menafsirkan Douglas Hofstadter sebagai seorang tokoh insan Al Hikmah serta Rennaisance yang berusaha mendobrak batasan-batas pengkotak-kotakan karsa dan karya pemikiran manusia.

Menakjubkan bagaimana Douglas Hofstadter sebagai pianis, komponis, perupa, sastrawan, fisikawan, logikawan, ilmuwan kognitif secara virtuos dan elegan menjalin untaian kepang-emas abadi antara logika matematematikal tak lengkap Kurt Goedel dengan grafis memelintir logika mahakarya Maurits Cornelis Escher serta logika musik matematikal-metaforikal-religi Johann Sebastian Bach melalui jalur fuga metaforikal dengan gaya fiksi logika matematikal sang sastrawan merangkap pendeta dan fotografer bernama Lewis Carrol sebagai nama samaran Charles Lutwidge Dodgson yang tersurat dan tersirat pada mahakarya “Alice’s Adventure in Wonderland” maupun “Through The Looking Glass” nan tiada dua di semesta satra.

Menakjubkan bagaimana Hofstadter menafsirkan para mahakarya supramatematikal kontratitik Bach, semisal, das Musikalisches Offer, die Kunst Der Fuege, Goldberg Variations, Dreistimmige Inventionen maupun 2 jilid Wohltemperiertes Klavier kemudian mengolahnya sebagai bahan diskursus logika di dalam buku Goedel, Escher, Bach.

Sebagai seorang insan warga Indonesia terbentuk oleh lingkungan kebudayaan Jawa, saya merasakan gejala filosofis bahwa dengan mendayagunakan pemikiran logika paradoksal Kurt Goedel sealiran Ludwig Wittgenstein dan searah Albert Einstein maupun Edwin Schroedinger serta teori Kuantum plus kelirumologi dan Dewa Ruci, pada hakikatnya secara implisit Douglas Richard Hofstader mengajak kita semua sebagai sesama manusia untuk senantiasa bersikap rendah hati selaras kearifan Ojo Dumeh alias jangan terkebur, jangan sombong, jangan tinggi hati, jangan arogan merasa diri paling benar sebab manusia mustahil sempurna maka serta merta dengan sendirinya segenap karsa dan karya pemikiran manusia juga mustahil sempurna.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com