Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Sheila Maulida Fitri
Pengacara

Pengacara dan pemerhati hukum pidana siber

Mengenal "Cyberbullying" dari Drama Korea "Celebrity"

Kompas.com - 26/07/2023, 13:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SERIAL Celebrity banyak mendapatkan atensi bagi para penikmat drama korea di Indonesia. Series ini dinilai sesuai dengan fenomena munculnya selebritis baru dari jalur media sosial atau yang biasa kita sebut influencer (pemengaruh).

Series ini bercerita mengenai sisi gelap dan jatuh bangun para influencer untuk bisa dikenal publik dan menggapai kesuksesan dengan menghalalkan berbagai macam cara, baik secara positif maupun negatif.

Indikator kesuksesan para influencer salah satunya dilihat dari banyaknya jumlah followers di media sosialnya.

Series ini juga menggambarkan bagaimana kehidupan para influencer yang sangat dinamis dan menguras emosi saat menghadapi para pendukung hingga “haters”.

Haters yang meninggalkan jejak digital dengan berbagai cara untuk mengganggu, mengancam, memfitnah dan menjatuhkan reputasi harkat dan martabat serta kehidupan bisnis influencer yang bersangkutan sehingga mengarah pada tindakan cyberbullying (perundungan siber).

Pada dasarnya cyberbullying memiliki konsep yang sama dengan bullying secara konvensional, hanya saja dilakukan melalui sarana digital dan melalui sistem jaringan komputer dan elektronik.

Awalnya, fenomena cyberbullying terjadi pada 1990-an dan lebih dikenal dengan istilah “electronic aggression”.

Istilah cyberbullying baru diformalkan dalam Oxford English Dictionary pada 2010. Penelitian mengenai fenomena ini dimulai sejak  2000 karena pada saat itu marak kasus bunuh diri para remaja yang dilatarbelakangi penindasan secara daring.

Cyberbullying didefinisikan sebagai perundungan lewat media elektronik. Pelaku dapat menggunakan surel, pesan teks, dan gambar yang diakses dari telepon genggam atau komputer, laman web, blog, ruang obrolan, atau situs jejaring sosial yang dapat memuat pesan dan gambar yang mengandung konteks perundungan.

Meski memiliki konsep serumpun, namun terdapat hal-hal yang membedakan antara bullying konvensional dengan cyberbullying, menurut Slonje, Smith, dan Frisen, yaitu:

  • Penguasaan teknologi menjadi penentu utama
  • Anonimitas karena komunikasi yang terjalin tidak langsung
  • Pelaku tidak melihat reaksi korban
  • Kehadiran orang lain (Bystander) yang menyaksikan bullying itu lebih kompleks
  • Minimnya saksi karena dilakukan secara daring
  • Jangkauan masyarakat terhadap konten yang mengandung cyberbullying lebih meluas dibandingkan bullying konvensional
  • Sulitnya melarikan diri dari cyberbullying mengingat konten itu dapat dikirim dan diterima di manapun korban berada.

Jenis-jenis cyberbullying

Berbagai macam perilaku yang termasuk tindakan cyberbullying antara lain flaming (mengirim pesan dengan amarah), harassment (mengganggu), denigration (mencemarkan nama baik), impersonation (meniru), outing (menyebarkan konten tertentu tentang korban), trickery (tipu daya), exclusion (mengucilkan), cyberstalking (penguntitan siber).

Adapun yang sering terjadi pada saat ini adalah komentar kasar, menyebarkan rumor, mengirim foto yang mengganggu, dan penyebaran foto.

Ancaman pidana pelaku cyberbullying

Di Indonesia telah memiliki regulasi yang mengatur dan mengancam pidana terhadap pelaku cyberbullying, yaitu dalam UU ITE khususnya pada ketentuan:

  • Pasal 27 ayat (1) berkaitan dengan cyberbullying yang mengandung muatan melanggar kesusilaan
  • Pasal 27 ayat (3) berkaitan dengan cyberbullying yang mengandung muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik
  • Pasal 27 ayat (4) berkaitan dengan cyberbullying yang mengandung muatan pemerasan dan/atau pengancaman
  • Pasal 28 ayat (2) berkaitan dengan cyberbullying dan/atau provokasi yang mengandung muatan SARA
  • Pasal 29 berkaitan dengan cyberbullying yang mengandung muatan ancaman kekerasan dan menakut-nakuti secara pribadi.

Ancaman sanksi pidananya berbeda-beda, yaitu pidana penjara paling lama antara 4-6 tahun dan denda paling banyak antara Rp 750.000.000 sampai Rp 1.000.000.000.

Pada kenyataanya, semakin tinggi penetrasi masyarakat Indonesia mengakses internet, maka semakin besar pula potensi terpapar konten yang mengandung cyberbullying. Hal itu dikhawatirkan menjadi hal biasa.

Padahal, segala macam perundungan memiliki akibat yang sangat mendalam bagi korbannya. Tidak sedikit korban yang memilih bunuh diri, tidak hanya di Indonesia tapi juga di seluruh dunia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com