Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hong Kong Krisis Populasi, Warga Adopsi Kucing daripada Punya Bayi

Kompas.com - 20/05/2023, 06:00 WIB
Aditya Priyatna Darmawan,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.comHong Kong mengalami krisis populasi setelah warganya kebanyakan tidak ingin mempunyai anak.

Melansir dari Hong Kong Free Press (HKFP), wilayah tersebut mempunyai jumlah kelahiran yang menurun drastis.

Sekretaris Pendidikan Kota Christine Choi mengatakan, ada lima sekolah dasar yang tidak akan menerima dana untuk kelas tahun pertama lantaran terlalu sedikit murid yang mendaftar.

Lambat laun, sekolah tersebut akan “terbunuh” seiring menurunnya jumlah murid yang mendaftar. 

Pada 2029, populasi usia sekolah berusia 12 tahun diperkirakan turun 16 persen dari 71.600 tahun ini menjadi 60.100.

Pada saat yang sama, menurut Departemen Sensus dan Statistik Hong Kong mengungkapkan bahwa terjadi peningkatan yang signifikan dalam usia rata-rata pernikahan pertama.

Pada 1991, usia rata-rata menikah yaitu 26,2 tahun untuk perempuan dan 29,1 tahu laki-laki. Kini usianya meningkat menjadi 30,4 tahun untuk perempuan dan dan 31,9 tahun untuk laki-laki saat ini.

Baca juga: Dua Minggu Bertahan Hidup di Amazon, 4 Anak Korban Jatuhnya Pesawat Cessna 206 Akhirnya Ditemukan

Mayoritas tidak memiliki rencana melahirkan

Sebuah survei tahun 2023 yang dilakukan oleh Hong Kong Women Development Asscoation (HKWDA) menunjukkan bahwa lebih dari 70 persen responden berusia 18 tahun ke atas mengatakan bahwa mereka tidak memiliki rencana untuk melahirkan.

Asosiasi Keluarga Berencana Hong Kong melakukan survei kepada lebih dari 8.000 siswa sekolah menengah pada tahun 2022. Hasilnya terjadi penurunan keinginan untuk memiliki anak di masa depan.

Pada 2011, sebanyak 84 persen anak laki-laki dan 70 persen perempuan ingin memiliki anak. Namun pada 2021 jumlahnya menurun menjadi 70 persen dan 55 persen. Hal itu menandakan terjadinya perubahan sikap untuk melahirkan anak.

“Sungguh aneh bahwa siswa sekolah menengah kehilangan kepercayaan pada pernikahan dan melahirkan pada tahap awal seperti itu,” kata ketua komite penelitian, Paul Yip.

Yip menambahkan, faktor yang berdampak mereka tidak ingin melahirkan mungkin karena protes pada 2019 terhadap RUU ekstradisi, pandemi Covid-19, dan eksodus dari Hong Kong.

Ia pun menyimpulkan, pemerintah dan individu sama-sama berkontribusi pada fenomena ini.

“(Kita) perlu membangun masyarakat yang membuat kaum muda merasa penuh harapan, sehingga mereka akan tetap tinggal dan memiliki anak,” tuturnya.

Baca juga: Kisah Adhara Perez Sanchez, Anak Istimewa dengan IQ Lebih Tinggi dari Albert Einstein dan Stephen Hawking

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com