Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Virdika Rizky Utama
Peneliti PARA Syndicate

Peneliti PARA Syndicate dan Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik, Shanghai Jiao Tong University.

Sejarawan dan Kecerdasan Buatan

Kompas.com - 09/05/2023, 10:32 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEJARAWAN sering dianggap sebagai penjaga masa lalu, bertugas melestarikan dan menafsirkan peristiwa dan budaya zaman lampau.

Namun, seiring kemajuan teknologi, ada kebutuhan yang semakin besar bagi sejarawan untuk menggunakan alat dan metodologi baru yang dapat membantu mereka lebih memahami masa lalu dan dampaknya pada masa kini.

Salah satu alat tersebut adalah kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI).

AI telah memberikan dampak signifikan di banyak bidang, mulai dari kedokteran, keuangan hingga transportasi.

Sejarawan juga mulai mengeksplorasi potensi AI untuk meningkatkan pekerjaan mereka. Dengan menggunakan algoritma pembelajaran mesin untuk menganalisis kumpulan data besar dari informasi historis, peneliti dapat mengungkap wawasan dan koneksi baru yang mungkin tidak terlihat menggunakan metode penelitian tradisional.

Salah satu aplikasi AI yang paling menjanjikan dalam penelitian sejarah adalah di bidang humaniora digital.

Humaniora digital adalah penggunaan alat dan metode komputasi untuk menganalisis dan menafsirkan artefak budaya, seperti sastra, seni, dan musik.

Dengan AI, sejarawan dapat menganalisis koleksi besar sumber primer digital, seperti surat kabar, surat, dan dokumen pemerintah, untuk mengidentifikasi pola dan tren yang mungkin terlewatkan oleh peneliti manusia.

Dalam kelas mahasiswa pascasarjana sejarah di Universitas Shanghai Jiao Tong University, Tiongkok—yang pernah saya ikuti saat berkuliah Ilmu Politik— dicontohkan bagaimana sejarawan yang menggunakan AI menganalisis banyak koleksi surat-surat di masa perang saudara Tiongkok 1912–1949.

Tujuannya untuk lebih memahami pengalaman tentara di medan perang atau yang lebih kuno, surat-surat di zaman dinasti Song.

Dengan menganalisis bahasa dan sentimen surat-surat itu, para peneliti dapat memperoleh wawasan baru tentang beban emosional perang dan cara tentara mengatasi trauma.

AI juga dapat membantu sejarawan mengidentifikasi hubungan yang sebelumnya tidak diketahui antara tokoh atau peristiwa sejarah, serta memberikan konteks baru untuk cerita terkenal.

Tentu saja, ada tantangan untuk menggunakan AI dalam penelitian sejarah. Salah satu rintangan terbesar adalah kebutuhan data berkualitas tinggi.

Algoritma pembelajaran mesin mengandalkan kumpulan data yang besar dan beragam untuk mengidentifikasi pola dan membuat prediksi. Jika data tidak lengkap atau bias, maka hasilnya bisa tidak akurat atau menyesatkan.

Oleh karena itu, sejarawan harus berhati-hati untuk memastikan bahwa data yang mereka gunakan akurat dan mewakili periode sejarah yang mereka pelajari.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com