Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Rusak Rumah Pelaku Pembunuhan di Makassar, Sosiolog: Tidak Yakin Hukum Bisa Adil

Kompas.com - 12/01/2023, 16:30 WIB
Yefta Christopherus Asia Sanjaya,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Rumah dua pelaku pembunuhan anak 11 tahun di Makassar, AD (17) dan MF (14) dirusak massa pada Selasa (10/1/2023).

Dilansir dari Kompas.com, masa mendatangi rumah AD yang berada di Jalan Batua Raya, Panakukkang, Makassar dan melakukan aksi perusakan.

Setelahnya, massa menuju rumah MF yang berada di Jalan Borong Raya, lahan kepunyaan Kodam XIV Hasanuddin dan melakukan hal yang sama.

Massa sengaja merusak rumah dua pelaku pembunuhan anak 11 tahun di Makassar lantaran geram dengan aksi keji tersebut.

Kedua pelaku AD dan MF membunuh korban yang berusia 11 tahun untuk diambil organ tubuhnya dan dijual untuk mendapat uang. 

Baca juga: Harapan Ayah Bocah Laki-laki Korban Penculikan dan Pembunuhan Keji 2 Remaja di Makassar

Emosi kolektif warga

Terkait aksi perusakan tersebut, Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Drajat Tri Kartono, mengatakan hal itu termasuk tindakan kekerasan.

"Tindakan kekerasan yang tentu tidak bisa ditolerir, tidak boleh dilakukan di dalam negara hukum dan demokratis seperti Indonesia ini," katanya kepada Kompas.com, Kamis (12/1/2023).

Meski begitu, perusakan yang dilakukan massa terhadap rumah AD dan MF dapat dipahami dan dijelaskan, menurut Drajat.

Alasannya pelanggaran yang dilakukan kedua anak di bawah umur itu termasuk pelanggaran yang menurut norma masyarakat dinilai sangat serius.

Drajat menambahkan, pembunuhan yang dilakukan AD dan MF tidak sekadar menyulut emosi pribadi, namun juga kolekstif atau masyarakat.

"Dengan melakukan penganiayaan dan membunuh bocah seperti itu sesuatu yang sangat serius. Sehingga masyarakat kemudian sangat marah," ujar Drajat.

Halaman:

Terkini Lainnya

Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Tren
Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Tren
Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Tren
BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

Tren
Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Tren
Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Tren
Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Tren
Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Tren
Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Tren
ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

Tren
Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Tren
Daftar Harga Sembako per Awal Mei 2024, Beras Terendah di Jawa Tengah

Daftar Harga Sembako per Awal Mei 2024, Beras Terendah di Jawa Tengah

Tren
Menakar Peluang Timnas Indonesia Vs Guinea Lolos ke Olimpiade Paris

Menakar Peluang Timnas Indonesia Vs Guinea Lolos ke Olimpiade Paris

Tren
Berapa Suhu Tertinggi di Asia Selama Gelombang Panas Terjadi?

Berapa Suhu Tertinggi di Asia Selama Gelombang Panas Terjadi?

Tren
Menyusuri Ekspedisi Arktik 1845 yang Nahas dan Berujung Kanibalisme

Menyusuri Ekspedisi Arktik 1845 yang Nahas dan Berujung Kanibalisme

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com